15. Better

159 71 1
                                    

Happy reading

"Ngungsi lo?" Angkasa bertanya seraya menuangkan segelas air minum lalu berjalan mendekati Dika yang tertunduk.

"hm." 

Angkasa menggelengkan kepalanya lalu menyodorkan segelas air putih tersebut kepada Dika, "nih, ambil." diterima dengan baik oleh laki-laki itu.

Dika terdiam, menatap gelas air di tangannya lalu meneguk hingga tandas. Laki-laki itu mengusap surainya dengan gusar, membuat Angkasa menghela nafas berat beberapa kali menatapnya.

Laki-laki yang berstatus sebagai sepupunya itu tiba-tiba menggedor-gedor pintu rumah Angkasa. Tanpa banyak kata, setelah dibukakan pintu oleh pemilik rumah, Dika menerobos masuk lalu membanting tubuhnya pada kasur besar milik Angkasa menghiraukan tatapan bingung Angkasa yang ditujukan kepadanya.

"Kenapa lo? Ngambek lagi sama Tante Rara?"

Dika merenggut, "Kok lo tau? Cenayang ya?"

Berdecih pelan, Angkasa lalu menyugar surai miliknya yang terlihat cukup panjang sembari tersenyum miring. "Kalau iya, kenapa?"

"Gak cocok, muka lo ngeselin banget asli."

Sahut seseorang dari luar kamar, Anggara. Pemilik surai hitam kelam itu menyembulkan kepalanya dari balik pintu seraya menatap Angkasa dengan jijik. Kembarannya yang terkenal introvert yang lebih condong ke ekstrovert itu berlagak sok keren seakan-akan melakukan hal yang luar biasa.

"Ya Allah, kenapa hamba bisa punya kembaran ngeselin kayak dia? Tukar tambah aja boleh gak?" Angkasa bergumam keras dengan mata terpenjam, Anggara yang kesal mendegarnya sontak memukul kepala laki-laki itu.

"Lo aja yang ditukar tambah mau gak?" Seloroh Anggara lalu melangkah masuk dan duduk di samping Dika yang menonton keduanya dengan sebelah kaki yang diletakkan di paha.

"Sakit bego!" Anggara menggedikkan bahunya tak peduli lalu mengalihkan pandangannya pada Dika di sampingnya.

Laki-laki itu terlihat tertawa kecil, Anggara sedikit lega. Setidaknya suasana hati laki-laki itu sedikit lebih baik sekarang.

"Seru?" Tanya Anggara. Belum sempat Dika mengangguk, Angkasa ikut bergabung diantara ketiganya, laki-laki dengan setelan kaos hitam dipadukan dengan celana coklat tua itu menyelonong duduk di tengah-tengah antara Anggara dan Dika tanpa dosa.

"Anjir! Badan lo gede Kasa sialan!" Pekik Anggara saat tubuh bongsor Angkasa menimpa tangannya. Cepat-cepat ia menarik tangannya yang berharga lalu kembali memberikan pukulan pada kepala kembarannya melampiaskan rasa kesalnya.

"Sakit woy! Kalau nanti gue geger otak, otak lo gue catok sampe lurus," Seru Angkasa sembari mengelus kepalanya.

"Sebelum lo catok, udah jadi sate lo sa," Balas Anggara tak mau kalah.

Dika tergelak saat kedua orang itu kembali beradu argumen sembari mengelus tangannya, ia juga menjadi korban tubuh besar Angkasa. "Gak capek apa berantam melulu bang?"

"Gak!" Elak sepasang anak kembar itu bersamaan. Keduanya saling bertatapan, sedetik kemudian mereka tertawa bersama tanpa sebab.

Maklum, anak kembar. Apa-apa pasti samaan.

Angkasa menghentikan tawanya lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur, "Kayak lo gak pernah aja."

Dika langsung menggeleng cepat, tangan kiri yang ia kepalkan terangkat lalu menepuk dada sebelah kanan dengan tatapan menantang. "Enggak lah, gue mah abang sejati. Anti berantam-berantam qlub nih bos!" Ujar Dika bangga.

"Cuih,"

"Ih jijik!"

"Bangke, kek banci!"

Yah tidak lebih dari lima menit, dua anak kembar itu kembali berseteru.

LyintusWhere stories live. Discover now