16. Merindu

168 73 2
                                    

Happy reading

•••

"Abang keatas dulu, selamat malam." Dika unjuk pamit setelah menyelesaikan makan malam dengan formasi lengkap malam ini. Walau hanya diisi suara dentingan sendok, ia merasa cukup bersyukur.

"Malam juga,"

Dika melangkahkan kakinya menuju sofa, meraih ponsel yang ia tinggali lalu berjalan menuju kamarnya.

Pintu berwarna hitam itu tertutup bersamaan dengan perasaan nyeri yang mencubit hatinya. Dika menatap kondisi kamarnya, ia memang belum merapikan tempat itu sejak tadi sore.

"Capek," gumam Dika. Tangan kekar itu terlihat meremas ponselnya begitu kuat, dengan tatapan yang masih tertuju pada alat-alat lukisnya yang sudah rusak terlihat begitu pilu.

"Padahal semua ini aku beli pakai uang aku sendiri."

Laki-laki delapan belas tahun itu menghela nafas panjang, kaki panjangnya mulai melangkah. Tangan yang sebelumnya diisi ponsel, kini telah memungut beberapa kuas yang masih terlihat baik lalu menyimpannya pada sebuah kotak panjang.

Kertas-kertas lukis, kain-kain kanvas yang robek beserta kayu penyangganya ia buang pada tempat sampah.

Teringat sesuatu, Dika segera berlari menuju lemari dan membuka benda besar itu dengan terburu-buru. Lima detik kemudian terdengar helaan nafas lega saat melihat lukisan wajah Aylin yang masih tersimpan rapi di dalam lemarinya. Dika meraih lukisan itu dan mengelusnya sejenak.

"Untung aja," kata Dika pelan.

Ia kembali menyimpan lukisan itu di dalam lemari paling belakang, menutupinya dengan pakaian-pakaian miliknya agar tak terlihat dari luar.

Dika kembali membersihkan kamarnya, karpet berbulu bekas tumpahan cat ia masukan kedalam kamar mandi, menyapu dan mengepel lantai kamarnya, membersihkan bekas cat minyak dan potongan-potongan kertas kecil yang susah dipungut.

Kamar bernuasna hijau tua itu kembali bersih. Dika memasuki kamar mandi, sebelumnya ia mengambil sabun cuci dan sikat cuci dari kamar mandi di lantai bawah. Ia menggulung lengan baju panjangnya, tak lupa mengikat poni depan yang sedikit panjang dengan karet rambut yang ia ambil dari kamar Dira.

"Ini cara nyucinya gimana?" Oke, Dika akui ia kurang lihai dalam hal mencuci.

Padahal tadi ia sudah bersemangat untuk mencuci benda berbulu itu, mempersiapkan segala hal untuk menyuci. Namun seketika ia bingung harus memulai dari mana.

Maklum, takut, bukannya bersih ntar bulu-bulunya yang malah rontok.

Dika berlari kembali masuk untuk mengambil ponsel, mengetik pada papan pencarian, "Cara untuk mencuci karpet berbulu yang terkena cat lukis."

"Bersihkan cat dengan detergen. Oke ada," Kata Dika membaca petunjuk dari sebuah artikel yang paling atas.

Ia melangkahkan kakinya kembali menuju kamar mandi, menatap merek detergen yang sama seperti pada gambar.

"Tuang aseton. Hah? Aseton apaan?"

"Anda juga dapat menggunakan pembersih kuku, buset, dimana gue bisa dapet yang beginian?" Keluh Dika sembari menggaruk rambut bagian belakang. Tidak menyangka hanya untuk mencuci karpet berbulu yang tidak terlalu besar ini membutuhkan bahan-bahan yang beraneka ragam yang tidak ada di kamarnya.

LyintusOù les histoires vivent. Découvrez maintenant