03. Perkara Kulit Ayam

306 100 3
                                    

Happy reading

Tyrex-sebutan untuk kelima laki-laki berparas tampan primadona SMA Negara yang kini sedang bersantai di sebuah warung kecil yang ada di halaman belakang sekolah. Berbagai macam guyonan yang dilanturkan oleh kelima laki-laki itu kadang membuat murid-murid yang lewat melupakan image Tyrex yang beredar.

Imagenya sok cool, tapi kalau aslinya kang lawak yah mau gimana lagi.

"Balikin ayam gue woy,"

"Bagi-bagi lah, pelit banget lo."

"Tapi itu sisa satu sialan." Bagas mencak-mencak kesal berusaha menggapai tubuh Orion. Laki-laki itu dengan tidak tahu diri mencomot satu-satunya ayam yang tersisa di piring Bagas.

Bagas berlari mengerahkan seluruh kekuatannya dan berhasil, kini tangan Bagas sudah bertengger manis menjewer telinga Orion. "Nah, nah, mau kemana lo. Balikin,"

Mereka sudah tidak peduli dengan semua tatapan aneh murid-murid yang melihat keduanya. Yang terpenting adalah, Bagas harus mendapat kulit ayam. Bodo amat nanti ayamnya bakal Bagas balikin ke Orion.

"Gak mau,"

Orion melepaskan jeweran Bagas dari telinganya. Dengan jahil, laki-laki itu melepas kulit ayam dari dagingnya dan menggoyang-goyangkan tepat di wajah Bagas.

"Pasti lo pengen ini." Ucap Orion, tertawa melihat wajah masam Bagas.

Mahesa menumpukkan kedua tangannya sembari mencebik, "Cari gara-gara tuh. Digebuk, mampus " Celetuk Mahesa. Angkasa disampingnya mengangguk setuju, diantara mereka berlima, hanya Bagas yang memiliki obsesi terhadap kulit ayam. Laki-laki itu pasti akan melakukan apapun demi mendapat kulit ayam miliknya.

"Awas Yon! Digebuk Bagas, mampus lo," Dika berteriak lalu tertawa keras saat yang diucapkannya benar terjadi.

Dari sisi kekuatan, jelas Bagas lebih unggul. Laki-laki tinggi plus berotot itu dengan cepat merebut kulit ayam dari tangan Orion lalu memukul bahu laki-laki itu beberapa kali. Tenang saja, tidak terlalu keras. Namun tetap saja bagi Orion terasa sakit.

"Nah kan," ucap Mahesa menepuk bangku sebelahnya untuk Orion. Terkekeh pelan saat laki-laki itu menghentak-hentakkan kakinya ditanah.

"Macem-macem sih lo bang," Lanjut Mahesa.

"Gue kan cuma bercanda." Cibir Orion mendelik kearah Bagas.

Bagas yang ditatap seperti itu mengangkat bahunya acuh, "gak usah banyak omong, makan tuh ayam." Ucap Bagas.

Orion mencebikkan bibirnya. Namun, tetap saja memakan daging ayam milik Bagas.

Dika memegang perutnya akibat tertawa terlalu lama. Namun, tawanya segera terhenti saat ekor matanya menangkap sosok seorang gadis yang berjalan mengendap-endap menuju sebuah ruangan yang Dika tahu berisi alat-alat keselamatan milik sekolah ini.

Mata Dika terfokus pada pergerakan gadis itu, entah mengapa Dika memilih untuk menonton dibanding mendatangi lalu bertanya kepada gadis itu. Terlihat ia melepas sebuah benda kecil dari kepalanya lalu mencoba membuka gembok yang mengunci ruangan tersebut.

"Wow," batin Dika saat gembok pintu itu terbuka. Bahkan laki-laki itu membuat wajah terkejut yang amat-amat jelek.

"Tuh cewek pasti pencuri handal." Lanjut Dika. Banyak pertanyaan yang hinggap di pikirannya, Gadis itu terlihat mencurigakan.

"Lihat apa?" Dika terlonjak kaget saat merasakan sebuah tangan memegang bahunya.

Orang dia lagi asik-asik fokus ke cewek tadi malah dibuat kaget. Buyar sudah semua pemikiran Dika.

"Asw, kaget gue!" Sentak Dika menatap sinis Orion yang lagi cengengesan.

"Lagian lo diem, kayak lagi kerasukan setan aja." Seloroh Orion mencomot salah satu pisang aroma milik Dika.

Wajah Dika semakin datar melihat kelakuan Orion, "Kayaknya bogeman Bagas belum cukup buat lo Yon." Ucap Dika.

"Ga sa-"

Ucapan Orion terpotong oleh suara yang begitu keras. Mereka yang berada di dekat suara keras itu bahkan sampai menutup telinga masing-masing. Mata Dika kembali tertuju pada gadis yang berlari kencang keluar dari ruangan tadi dan beberapa guru piket yang berlarian mendatangi asal suara untuk mematikan suara keras itu.

Sayangnya Dika tak dapat melihat jelas wajah gadis tersebut. Ingin mengejar namun sudah terlambat, gadis itu larinya kencang sekali.

"Suara apa sih?"

Angkasa menatap para guru yang saling berdebat di dekat tempat duduk mereka. Kebetulan suara keras tadi berasal dari dekat mereka dan Angkasa yakin suara itu berasal dari sebuah ruangan yang berisikan alat-alat keselamatan dan juga-

"Alarm kebakaran." Jawab Angkasa.

••••

Dika mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru koridor, berusaha mengejar seorang yang terlihat asing dimatanya. Setelah kejadian alarm kebakaran berbunyi, semua murid diperintahkan untuk kembali ke kelas. Dika yang sedang asik bercengkrama dengan teman-temannya sembari berjalan menuju kelas harus terhenti saat melihat seorang wanita asing keluar dari sebuah ruangan.

Nafasnya tersengal, Dika berusaha untuk menemukan wanita tadi. Dalam hati, laki-laki itu berdoa agar apa yang dilihatnya tidak benar. Ponselnya bergetar, tanda sebuah panggilan masuk.


"Mama dateng, ke sekolah." Ucap Dira diseberang membuat Dika menahan nafasnya sejenak. Penglihatan Dika tidak salah, Mamanya yang dua hari ini tidak terlihat tiba-tiba muncul di sekolah. Mengapa?

Dika menepi menduduki sebuah bangku, ia merapatkan bibirnya menunggu ucapan selanjutnya dari Dira. Tak memungkiri bahwa rasa khawatir sudah memenuhi dirinya.

"Mama maksa aku balik ke Jepang, abang."

Helaan nafas berat dari sang kakak terdengar jelas di telinga Dira, gadis itu berusaha menahan isakan yang meronta-ronta ingin keluar dari bibirnya. Dira hanya tidak ingin membuat Dika khawatir. Ia tidak mau Dika berlari menghampirinya sekarang di keadaannya yang seperti ini.

"Kenapa?" Tanya Dika lirih dengan suara sekecil mungkin. Laki-laki itu menunduk memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Dira harus gimana? Dira gak mau kembali ke Jepang."

"Kamu gak akan kemana-mana," ujar Dika, sejenak laki-laki itu terdiam. Dika berjanji dalam hatinya, kali ini, ia tidak boleh kecolongan.

Tidak seperti tahun lalu, Dika sekarang sudah mampu untuk mengurus adik-adiknya. Kejadian dimana, Mamanya yang tiba-tiba memaksa Dira untuk pergi menuju tanah kelahiran wanita itu tanpa sepengetahuan Dika. Laki-laki itu baru saja menyelesaikan ujian akhir semester dibuat kaget saat mendengar ujaran dari salah satu satpam yang menjaga rumah mereka.

Dika yang panik berusaha menelepon sang ayah, namun tidak ada jawaban. Ia ragu jika papanya tahu dan peduli dengan masalah ini.

"Tenang aja, oke? Sebisa mungkin abang bakal ngomong ke mama. Mau pulang?" Tawar Dika.

"Iya, Dira capek."

•••

To be continued

LyintusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang