10. Tokoh Utama

191 84 0
                                    

Happy reading

"Ada sebuah cerita dimana tokoh utama hidup bahagia dan tentram, aku iri. Kapan aku bisa seperti tokoh utama itu?"

•••

Sunyi, sebuah kata yang menggambarkan suasana perpustakaan SMA Negara pagi ini. Buku-buku masih tersusun rapi di rak-rak tinggi yang belum tersentuh sama sekali. Dinginnya ruangan ini sama sekali tidak menghalangi Aylin untuk melangkah kedalamnya.

Ia butuh menenangkan diri, membaca adalah salah satu caranya.

Ketukan sepatu pantofel menggema di ruangan itu, suara tarikan buku menambah kesan damai di dalamnya.

Jam 06:00.

Tentu saja tidak ada murid di jam-jam seperti ini, walau guru penjaga sudah hadir terlebih dahulu. Aylin terlalu pagi untuk datang mengunjungi perpustakaan. Ia hanya datang untuk mencari sebuah buku yang menghantui pikirannya sejak semalam.

Setelah mendapat buku yang ia cari, kakinya mulai melangkah menuju sebuah kursi membaca yang tak jauh dari sana. Tangannya terangkat mengusap sampul buku dengan lembut. Sangat indah, campuran warna hijau pastel dan putih dengan sedikit aksen retro di sampul buku itu pasti membuat siapapun yang menyukai buku bertema retro tergoda untuk membacanya.

Dibukanya selembar demi selembar dengan binar mata yang jelas terlihat di matanya. Semalam ia hanya membaca sedikit isi buku ini didalam ponselnya karena hampir semua part dihapus untuk kepentingan penerbitan. Namun, tak menyangka ia akan menemukan buku ini di perpustakaan sekolah.

"Bukankah dia sangat bahagia?" Aylin berbicara kecil dengan mata yang beredar membaca kalimat demi kalimat di dalam buku. Tokoh utama dalam cerita itu sangat bahagia, penulis buku ini pasti sangat sayang kepada tokoh utamanya.

Ia terus membaca, hingga ia memasuki halaman ke seratus yang membuat Aylin harus berhenti. Ia mengangkat kepalanya menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul 06:36, sudah sekitar setengah jam ia menghabiskan waktunya.

Sebelum ada murid yang masuk, Aylin memutuskan untuk keluar. Tak lupa untuk meminjam buku ini dan mencatat namanya dalam buku pinjaman.

•••

Bagas tidak suka matematika tapi Bagas suka kimia, entah mengapa laki-laki itu mulai menyukai pelajaran itu saat memasuki bangku kelas sebelas. Ia suka, karena guru yang mengajar membolehkan murid-murid untuk menggombal membuat kalimat yang tetap berkaitan dengan jurusan mereka, IPA.

Selain itu, ya... guru yang mengajar memiliki paras cantik yang semakin menyemangati mereka.

Seperti sekarang, kebanyakan semua murid laki-laki antusias menunggu pertanyaan yang diajukan guru mereka didepan.

"Jelaskan apa yang dimaksud materi!" Pertanyaan pertama mulai dibacakan, Bu Dhiva, menatap seluruh murid dikelas itu bersiap menunjuk seseorang untuk menjawab pertanyaanya.

Bu Dhiva terkekeh melihat hampir semua murid mengangkat tangannya tinggi-tinggi, bahkan ada yang sampai berdiri karena kursinya paling belakang. Kelas aneh yang berisi murid-murid seperti ini sangat jarang ditemukan.

"Iya, yang dipojok. Silahkan dijawab." Yang ditunjuk senang bukan kepalang, namun yang lain merasa kecewa karena tidak ditunjuk.

"Ehem,"

LyintusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang