11. In Painting, She Is Still Beautiful

207 79 2
                                    

Happy reading

Setelah acara nongkrong dadakan bersama kembar Nagedra akhirnya Dika dapat merasakan empuknya kasur di kamarnya. Sempat bingung karena tidak ada seorangpun di rumah, hari ini hari Sabtu dan seharusnya orangtuanya tidak bekerja hari ini. Bahkan jika tidak mendapat telepon dari nenek, Dika tidak akan tahu dimana Dira dan Raven berada.

Tangannya terangkat menutup kedua matanya yang terpenjam, seketika laki-laki itu lupa bahwa seragam sekolah masih membalut tubuhnya serta tas yang ia lempar sembarang belum ia bereskan.

Ingatan Dika melayang pada kejadian kemarin, wajah sayu dan suara lembut milik Aylin masih membekas dikepalanya.

Tanpa sadar, bibirnya tertarik membentuk senyuman. Hatinya menghangat. Walau tak lama, laki-laki itu kembali sadar sembari memejamkan matanya erat, beristigfar.

"Astagfirullah,"

Kriiingg!

Dika membuka matanya lalu mematikan alarm ponsel. Sudah masuk waktunya beribadah kepada Allah, menunaikan ibadah shalat Ashar.

Dengan segera, Dika mengganti seragam sekolahnya dengan baju koko putih yang selalu tergantung dibalik pintu, tak lupa memakai kopyah di kepalanya. Memakai sarung dengan lihai dan langsung meraih sajadah bersiap-siap menuju masjid di kompleks perumahan.

Tak lupa mengunci pintu, Dika memperbaiki letak kopyah sembari bersiul di setiap langkahnya.

"Bang! Ayo bareng!" Teriak salah satu anak kecil yang berdiri tak jauh dari rumahnya. Melambai-lambai kearah Dika agar melihatnya.

Laki-laki itu tertawa kecil, kemudian berlari kecil untuk mensejajarkan langkahnya dengan anak kecil tadi-Rio.

Sepanjang jalan, keduanya berbincang hal-hal random, tak lupa menyapa dengan ramah beberapa orang laki-laki yang kebetulan juga satu jalur menuju masjid.

•••

oh-woah
Ooh-woah

Iringan music it's okay di dalam kamar bernuansa hijau tersebut dengan sang pemilik kamar yang sedang sibuk mempersiapkan alat-alat lukis yang ia sembunyikan di bawah kasur.

Ada sebuah laci yang lumayan luas di sana dan tertutupi oleh sprai yang panjang mencapai lantai.

Menata rapi sebuah easel stand tepat di belakang pintu kaca yang terhubung dengan balkon kamar, tak lupa juga dengan sebuah kursi kayu putar.

Dika kembali berjalan membawa sebuah meja yang diatasnya sudah tersedia sebuah palet, beberapa jenis kuas lukis dan cat acrylic dengan bermacam-macam warna.

Memposisikan tubuhnya dengan nyaman, Dika meraih sebuah kanvas ukuran sedang yang ia sandarkan di kursi tempat duduknya ke atas easel stand, tak lupa memberi masking tape di keempat sisi kanvas.

I sesangi nappeun geolkkayo~
Naega bujokangayo~

'Bismillah'

Tangan kokoh Dika meraih sebuah pensil di saku dan membuat sketsa tipis diatas kanvas. Begitu lihai, tangan itu bergerak kesana-kemari tanpa ragu.

Dika benar-benar menyatukan jiwanya dengan lukisan yang akan ia buat. Sebuah hobi yang tidak bisa ia lepaskan begitu saja bagaimanapun keadaannya, melukis benar-benar sudah menyatu dengan jiwa Dika.

Entah kapan, namun pasti ia akan merubah pandangan orang tuanya akan hobi ini.

Setelah membuat sketsa yang sesuai, Dika mulai meraih palet lalu meletakkan beberapa warna dasar di atasnya. Dengan kuas yang berbentuk sapu-begitulah ia menyebutnya- ia mulai mengisi beberapa warna pada bagian wajah, memberi gradasi-gradasi warna yang lebih gelap di beberapa tempat dengan kuas jenis filbert.

Merasa ada yang kurang, Dika kembali menambahkan warna coklat yang sedikit dicampur dengan warna putih untuk membuat flek wajah di bagian bawah mata dan sekitar hidung dengan kuas jenis fan.

Beralih pada bagian mata, dengan campuran berbagai warna coklat dan hitam tak lupa dengan sebuah titik putih seakan-akan seperti pantulan cahaya untuk menambah kesan realistis pada lukisan tersebut.

Bisakah kalian menebak?

Tatapan yang begitu fokus menambah detail pada bagian wajah, kini beralih pada rambut yang sangat khas menurutnya.

Memang banyak orang lain yang menggunakan gaya rambut yang sama. Namun, entah mengapa rambut bergelombang dengan warna jet black itu terlihat sangat pas dengan wajah kecil Aylin.

Aylin? Ya, entah mengapa Dika sangat ingin melukis gadis itu walau bermodal ingatan saja.

Poni tipis, rambut yang cukup tebal, dan kemeja abu-abu yang gadis itu gunakan saat bermain ice skating tempo hari.

Mewarnai bagian rambut cukup sulit, sehingga terkadang ada goresan kecil akibat salah memilih warna yang cocok. Dika berdecak sebal, laki-laki itu bangun dari duduk dan melangkah menuju nakas untuk mengambil ponsel. Ia merasa begitu buruk karena selalu kesusahan dalam pewarnaan rambut, selalu.

Tangannya bergerak membuka aplikasi pencarian, mencari inspirasi palet warna kombinasi hitam yang cocok digunakan untuk mewarnai rambut hitam pekat dengan gradasi halus ke putih untuk kesan realistis.

"Nah," seru Dika saat menemukan palet yang cocok. Laki-laki itu kembali duduk pada kursi putar menghadap meja, bersiap untuk membuat palet warna yang sama dengan cat-cat acrylic miliknya.

Jari itu mengklik sebuah aplikasi video untuk melihat tutorial mewarnai rambut yang benar, Dika tak ingin mengulang kesalahan yang sama. Menonton video itu baik-baik kemudian tangannya mulai bergerak mengikuti instruksi yang diajarkan perlahan.

Senyum tipis terbit di wajah laki-laki itu, walau sedikit kesusahan akibat kuas yang kadang meleyot akibat terlalu ditekan, namun saat melihat hasil usahanya ia merasa sangat senang.

Ia sengaja tidak menambahkan background di lukisan itu, hanya warna putih polos yang sangat kontras dengan lukisan seorang gadis yang ia buat.

Sentuhan terakhir, menambahkan beberapa detail di bagian-bagian yang menurutnya kurang pas, tak lupa dengan tanda tangan di ujung kanvas beserta namanya.

Senyum tipis tadi berubah menjadi senyum lebar, dalam lukisan, gadis itu tetap terlihat indah.

Tatapan Dika menatap lekat lukisan yang baru saja ia ciptakan, senyum milik Aylin terasa nyata, rambut tebal bergelombang yang pertama kali ia pandang dengan tatapan kagum.

"Cantik."

Ia hanya melukis setengah badan, namun entah mengapa itu terlihat sangat indah dibanding dengan karya-karyanya yang lain.

Debaran hangat memenuhi relung hati laki-laki itu, ia semakin yakin.

Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta?

•••

To be continued

LyintusWhere stories live. Discover now