[29] (the wise : Ndoro Ayu)

1.3K 106 23
                                    

Ku kira pernyataan Bang Aras tentang akad seminggu lagi itu hanyalah tipuan tak berdasarnya untuk mengerjaiku. Sehingga beberapa hari ini aku mengacuhkannya dan lebih fokus mengurus butik. Itu sebelum aku mendapat telepon dari Ndoro Ayu siang ini.

Aku sampai harus buru-buru pulang, padahal jadwalku di butik sangat padat. Bisa-bisanya Pak Wisnu datang ke rumah tanpa memberitahu sebelumnya. Perjalanan yang biasanya memakan waktu dua puluh lima menit kini terpangkas menjadi sepuluh menit lebih awal karena kecepatanku mengendarai sepeda motor yang ugal-ugalan.

Walau kecepatan sudah seperti pembalap F1 tapi saat kakiku mendarat di halaman rumah, dia sudah tidak ada dan hanya meninggalkan kegilaannya. Bagaimana tidak gila? Coba pikirkan, dia sudah menyiapkan segala tetekbengek seputar akad, seolah memang sudah direncanakan sejak awal. Entah apa yang ada di dalam otaknya, yang pasti aku nggak pernah bisa mengerti. Kayaknya dia memang belum puas membuatku heart attack gara-gara lamaran dadakan kini dia ingin membuatku serangan jantung karena pernyataannya soal akad yang akan diadakan esok hari. Benar-benar gila!

Saat aku masih nggak habis pikir dengan sikapnya, Ndoro Ayu datang dan menggiringku masuk ke dalam rumah. Aku seketika menganga lebar saat melihat rumahku yang ramai dengan sepupu dan keluarga besar lainnya yang sibuk memasak dan mendekor. Memang dua hari ini kerjaan membuatku lembur dan mengharuskanku menginap di butik dengan beberapa karyawan lainnya. Tapi nggak pernah ku sangka dalam dua hari rumahku di sulap menjadi seperti ini.

Beberapa sepupu perempuanku mendekat dan menyeretku ke taman belakang rumah. Mereka mengerubungiku dengan mata berbinar layaknya kumpulan semut yang kegirangan karena menemukan tumpahan gula.

"Gimana bisa Mbak Ra ketemu sama Mas Bala, sih?"

"Cerita dong, Mbak!"

"Mbak Ra, mau nikah kok nggak bilang-bilang?"

"Kok bisa ketemu sama laki-laki se-sweet itu sih, mbak?"

"Mbak Ra, nggak punya kenalan lagi gitu yang sebelas dua belas mirip Mas Bala?"

Bla

Bla

Bla

Aku memijat pangkal hidungku pelan, mendengar berbagai berondong pertanyaan membuat kepalaku mendadak pening. Pak Wisnu ini semua salahmu!

"Tanyanya satu-satu dong. Kasihan tuh Aeeranya bingung mau jawab yang mana," ujar Mbak Sari kalem lalu mendudukan diri di sebelahku dan memberiku segelas air.

Saat di keluarga besar Ndoro Ayu aku adalah cucu perempuan paling muda berbeda di keluarga besar bapak. Bapak yang anak tengah mempunyai banyak keponakan yang umurnya di bawahku. Dalam kata lain aku cucu yang paling tua dan satu-satunya yang akan menikah. Jadi jangan heran mengapa berondongan pertanyaan seperti itu muncul.

"Sebelum aku jawab pertanyaan kalian, aku mau tanya dulu. Tadi, Pak Wisnu ke sini ngapain aja?" tanyaku kepada keempat sepupuku itu.

"Pak Wisnu? Oh .. panggilan sayang ya? Hihihi," kekeh Ririn memicu kikikan yang lainnya.

"Please, jangan bahas yang lainnya dulu dong. Mbak nanya serius nih," pintaku dengan nada memelas. Mereka langsung terdiam dan saling pandang.

"Iya, Mbak, tadi Mas Bala ke sini nganterin barang buat Mbak."

"Udah? Gitu aja?"

Mereka mengangguk, "Heem, habis itu Mas Bala langsung pulang?"

Tunggu dulu!

Kenapa cuma aku yang nggak paham situasi di sini?

"RA! SURUH SEPUPUMU KE SINI BANTUIN PASANG GORDEN!" teriak Ndoro Ayu dari ruang tamu. Kali ini Ndoro Ayu menyelamatkanku. Mereka semua mendesah kesal dan beranjak dengan malas.

Don't Fall in Love, It's a Trap! [✔]Where stories live. Discover now