[14] tamu

789 136 14
                                    

Belum cukup puas membuatku diabetes karena overdosis kalimat-kalimat yang manisnya kebangetan. Dia juga seolah ingin membuat separuh nyawaku melayang karena mendapati dia berdiri dengan wajah tidak berdosa di depan pintu, menenteng sebuket bunga lily putih dan sebungkus ayam KFC. Benar-benar kurang kerjaan, kan?

Tempatku yang semula membuka pintu diserobot paksa oleh Bang Aras. Tangannya disendekapkan didada, kepalanya mendongak menatap angkuh Mas Gala yang berada di hadapannya.

"Malem-malem dateng ke rumah orang bawa bunga, mau nyekar?" ucapnya sengak, kukatupkan bibirku rapat menahan tawaku agar tidak meledak keluar.

Wajah dan sikap Bang Aras mengingatkanku dengan sosok anjing herder yang biasa dipelihara untuk menjaga rumah, galak campur sangar. Mas Gala mengusap rambutnya yang sudah tersisir rapih canggung sebab Bang Aras menatapnya memindai dari atass sampai bawah. Alisku mengkerut, Mas Gala memakai kemeja batik biru bermotif mega mendung dan celana hitam. Sebentar. Dia mau kondangan?

"Mau main, Mas," jawabnya kikuk.

Kami berdua terheran mendengar alasan Mas Gala datang kemari? Main? Padahal aku bahkan belum menyetujui tentang pendekatan tahap berikutnya dia sudah seenaknya main malam-malam ke rumah?

"Main? Lo nggak lihat matahari udah tenggelem? Malem-malem main ke rumah anak perawan, nggak malu lo? Balik sono!" usir Bang Aras. Melihatnya terkaget sambil meringis membuatku sedikit kasihan kepadanya, sudah repot-repot datang membawa buah tangan malah di usir dengan kalimat pedas.

Ndoro Ayu datang dari belakang kami lalu menjewer telinga Bang Aras, "Ada tamu bukannya disuruh masuk malah disuruh pulang, bocah kok wes wes. Nggak inget adab menjamu tamu? Gimana, Ra bunyi hadistnya? Kayaknya abangmu lupa." Ndoro Ayu memandang Bang Aras sinis sementara yang dipandang merengut mengusap telinga bekas jeweran maut Ndoro Ayu.

"Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.¹" jawabku spontan.

Bang Aras kembali bersuara, "Kan hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa kan? bukan orang yang bermudah-mudahan dalam dosa. Kayak dia yang niat modus ngedeketin Aeera, nggak diundang datang lagi. Itu juga adab bagi tuan rumah untuk menjamu tamu kan...Ra?" tuntutnya meminta persetujuanku.

Aku mengangguk setuju lalu kemudian menggeleng. Mengangguk untuk urusan mengundang orang-orang yang bertakwa dan bukan orang fajir (orang yang bermudah-mudahan dalam dosa). Menggeleng untuk urusan memasukkan Mas Gala dalam golongan orang fajir, karena aku belum tahu orang macam apa dia.

Mas Gala hanya diam memperhatikan pertengkaran dua orang beda usia di depannya. Ndoro Ayu malah mengedikkan bahu acuh lalu membelah jalan memberikan celah agar Mas Gala bisa masuk dengan menyingkirkan aku dan Bang Aras ke pinggir.

"Ayo Nak Gala masuk! Kamu dengar nggak tadi kayaknya ada yang ngomong? Tapi herannya nggak ada wujud. Hii ... serem."

Aku melongo, sungguh kejam.

###

Kami berakhir duduk di ruang tamu dengan keadaan Bang Aras masih memandang tajam Mas Gala. Kami duduk bertiga dalam satu sofa panjang-yang muat diduduki empat-dengan posisi Mas Gala duduk paling pojok sementara di bagian tengah kosong, bagian lainnya diisi Bang Aras seterusnya aku. Ndoro Ayu? beliau pergi ke dapur untuk membuat minuman dan mencari makanan ringan yang mungkin bisa disajikan untuk Mas Gala.

Don't Fall in Love, It's a Trap! [✔]Where stories live. Discover now