[23] annoying

842 108 19
                                    

Setelah meninggalkan motorku di Butik dan dijadikan tukang ojek dadakan. Disinilah kami berdua berakhir. Rumah padang.

Belum mengkonsumsi makanan dari pagi juga menjadi penyokong buruknya penampilan Bang Aras hari ini--selain putusnya hubungan dengan Nana.

Lihat saja sekarang, makanan sudah terhidang rapih di depan mejanya cuma dilihat dan diudek-udek pakek sendok. Selain nggak bergairah makan, dia juga nggak bergairah hidup kayaknya. Lemes, lunglai, letih, lesu udah kayak orang nggak punya tulang.

Rendang yang ada dipiringku kini sudah berpindah dipiringnya, dia mendongak mulai sadar dari lamunannya.

"Gih dimakan, Ra udah berbaik hati loh relain rendangnya pindah ke piring abang."
Dia masih terdiam memandang kosong piringnya.

"Nggak mau nih? Yaudah Ra ambil ya?" godaku sambil berpura-pura mengambil kembali rendang yang tadi kuberikan.

Sebelum itu terjadi tangannya sudah menabokku duluan, "Yang udah dikasih kok diambil balik. Jangan jilat ludah sendiri," dengusnya dongkol.

Sambil mengelus bekas pukulannya, senyum miringku timbul. Dasar tsundere. Tadi aja kayak kayaknya nggak mau, tapi akhirnya malah diembat juga. Untung sepupunya ini masih dikasih kelebihan sabar dari Tuhan Yang Maha Esa, kalau nggak? Udah kutelen dia hidup - hidup. Manusia manusia.

"Haahh." Dia meleguh saat tetes air terakhir yang ada di gelas sudah sampai di kerongkongannya.

Yang katanya tadi nggak kuat ngapa-ngapain, sekarang sudah habis nasi padang dua piring sendirian. Yang katanya tadi pengen diajak kemanapun, sekarang malah bersadar pada kursi--gara-gara kekenyangan--sambil asik kipasan pakai kerdus bekas kemasan minuman.

"Kenyang?" cibirku. Dia mengangguki.

Dalam hati aku mencaci, ini nih orang yang katanya habis putus cinta? Kok lebih mirip orang kelaparan yang nggak makan berhari-hari.

Perhatianku teralih dengan bunyi dering telepon dari mantan terindah Bang Aras--Nana. Memandang Bang Aras sejenak, aku menyeruput es tehku yang tinggal separuh lalu pamit pergi ke toilet.

Di depan toilet aku menjawab panggilan Nana.

"Iya, Na. Kenapa?" jawabku mengintip ke arah Bang Aras--yang masih duduk bersandar di kursi--sekilas.

"Ah, nggak kenapa-napa kok, Mbak. Aku cuma mau bilang makasih, karena Mbak nggak bilang sama Mas Aras soal kejadian kemarin."

"Oh masalah itu...aman deh. Tapi...kamu beneran putus sama Bang Aras?"

"Iya, Mbak. Karena kejadian kemarin, ayah lebih waspada buat jagain aku, nggak boleh pergi ke luar tanpa izin, harus pakai-pakaian tertutup dan juga mutusin hubungan dengan Mas Aras. Sebenarnya berat sih, tapi kata bunda, jodoh nggak akan kemana jadinya sekarang aku disuruh fokus kuliah. Tapi Mas Aras baik-baik aja kan, mbak?" jelasnya dan suaranya sedikit menyendu saat bertanya mengenai Bang Aras di kalimat akhir.

"Jalan kamu lakuin sekarang udah bener, Na. Fokus aja sama pendidikanmu, kalau memang sudah jodohnya nggak bakalan kemana-mana. Soal Bang Aras, tenang aja, dia baik kok ya walau sedikit mirip kayak mayat hidup sih. Tapi nggak apa-apa biar aku urus dia."

"Makasih banyak, Mbak. Aku baru tahu ternyata, Mbak Ra itu baik banget jaaauhhh...dari apa yang dibilang Mas Aras."

Wah, dibelakangku kayaknya Bang Aras suka bikin gosip yang nggak-nggak nih tentang aku. Sungguh terlalu. Untuk kali ini dia lolos--karena habis putus cinta--tapi lain kali, awas aja kucincang-cincang dagingnya.

"Jangan percaya sepenuhnya semua omongan Bang Aras. Semua yang dia bilang tentang aku itu palsuuuu."

Sebelum pamit mengakhiri panggilan, dia terkekeh kecil.
Aku kembali ke tempat Bang Aras dengan perasaan lega. Nana sudah dalam jalan yang lurus dan benar, tinggal satu lagi yang masih mbulet, mumet jalan yang sama. Siapa lagi kalau bukan orang yang lagi duduk di depanku ini.

Don't Fall in Love, It's a Trap! [✔]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin