[19] moving on

867 111 17
                                    

REPUBLISH

So, enjoy.
.

Ada yang patah tapi bukan kayu, ada yang retak tapi bukan batu, ada yang sakit tapi tidak berdarah. Itulah definisi patah hati menurut Deya.

Untuk kali ini aku menyetujui ucapannya, dia benar.

Entah dalam golongan mana perasaanku kepada Mas Gala, entah kagum atau cinta. Tapi, kekecewaan padanya tetap terselip dan sulit dilupakan. Terlebih, dia laki-laki pertama yang mencuri perhatianku dalam kurun dua puluh lima umurku-seumur hidup.

Ya coba bayangkan saja, dibohongi dan dikhianati di depan mata kita sendiri. Nggak sakit tapi nyesek euy.

Mau menangis kok sayang air mataku jatuh sia-sia-ya walau kemarin aku nangis di depan Bapak-tapi rasanya sedih juga. Ah, Mbuh lah, kepalaku serasa mau pecah.

Aku mengacak-acak kepalaku frustasi, move on dan ngelupain dia kok sulit amat, Ya Tuhan. Tapi Deya kok bisa cepet dan santuy ya move on-nya? Kayaknya aku butuh tips dan trik deh darinya.

"Nggak kerja?"

Terperanjat,

Bahuku terangkat kaget mendapati Ndoro Ayu sudah berdiri di depan ranjang-tempatku duduk sekarang-sambil menatap penuh tanya. Sejak kapan Ndoro Ayu ada di sana, udah mirip tagline datang tak dijemput pulang tak diantar kayak... don't say it.

Masih mengelus dada aku bertanya, "Sejak kapan, Ibu masuk?".

"Sejak kamu ngacak-ngacak kepalamu kayak orang frustasi."

Tanpa repot membalas, ku rebahkan badanku pada kasur, meluruskan punggung. Sambil memejamkan mata, aku menikmati rasa nyamannya berbaring. Namun baru ingin terbuai dalam mimpi, tepukan keras mendarat pada betisku membuat mataku membulat kaget dan refleks duduk.

Mendengus lalu mengelus betis bekas kekerasan Ndoro ayu, aku memprotes dengan wajah memelas, "Sakit, Buu.."

Ndoro Ayu berkacak pinggang, "Ibu nggak pernah ya ngajarin anak Ibu buat males-malesan kayak gini. Patah hati bukan berarti kamu bisa nggak makan, nggak keluar kamar, males-malesan, sedih terus...."

"Ah...udah udah udah udah, Stop!"

Buka aib terosss, kalau gini kan gimana aku bisa ngelak. Apalagi semua yang dibilang Ibu, bener semua pula. Kan telingaku nggak kuat mendengar keburukanku. Memang ya, semut diseberang nampak gajah dipelupuk mata tak nampak. Huh, Dasar aku.

"Mandi sana! Sekalian ngaca, tapi ojo kaget yo," ucapnya lalu meninggalkanku di kamar sendirian.

Menuruti titah Ndoro Ayu, aku beranjak menuju meja rias. Melihat pantulan diriku di dalam kaca membuatku kaget dan beristigfar pelan. Membenahi letak khimarku aku bergumam, "Ini beneran aku?"

Gimana Ndoro Ayu nggak marah penampilanku sudah mirip tunawisma yang luntang-lantung di jalan. Khimar berantakan, wajah sayu dengan jejak air mata yang tercetak jelas di pipi membentuk seperti aliran sungai kering, dan jangan lupakan mata bengkak akibat menangis dengan Bapak kemarin langsung kubawa tidur. Satu kata yang pas menggambarkan, MENGERIKAN.

Memang, memendam kekecewaan terhadap Mas Gala membuatku banyak melamun dan lupa makan, sehingga tubuhku beberapa hari ini seperti orang tidak terawat. Sepertinya hal yang aku butuhkan sekarang adalah mandi.

###

Seperti biasanya kalau aku berangkat telat, Bapak dan Bang Aras sudah berangkat. Dan berakhir aku sarapan sendiri ditemani oleh Ndoro Ayu.
Aku mengambil kertas berisi list pertanyaan yang baru kususun tadi selepas mandi, lalu membuka ponsel. Ku ketik ulang satu persatu pertanyaan itu di aplikasi pencarian yang biasa Bang Aras sebut dengan Mbah Gugel.

Don't Fall in Love, It's a Trap! [✔]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu