[4.2] Mbak Sari

1.8K 583 125
                                    

REPUBLISH

Happy reading.
.

.

Sesuai dengan janjiku kepada Ndoro Ayu, ba'da dhuhur aku sudah sampai di rumah. Namun baru sejenak bokongku menyentuh empuknya sofa, Ndoro Ayu berteriak menyuruhku mandi, bersiap-siap dan berdandan. Walau mager aku tetap menuruti perkataannya.

Setelah membersihkan diri aku berkaca sambil sesekali membenarkan khimarku, saat sudah terlihat rapih aku menyambar sling bag dan berlalu keluar.

"Kamu mandi opo semedi? Mandi kok lamanya nyamain mandinya puteri raja." Ndoro Ayu menyindir kebiasaan mandiku yang bisa dibilang cukup lama sambil memasukkan tas berisi beras, gula dan minyak ke dalam bagasi untuk arisan kondangan.

Arisan bahan pokok untuk kondangan memang menjadi tradisi dari keluarga Ibu yang memang berasal dari daerah Jombang.

"Iya, ini rajanya Ra," ucapku sambil mengamit lengan Bapak yang nampak gagah memakai kemeja batik parang berwarna coklat muda yang mirip seperti Bang Aras pakai. Jawabanku mendapat cibiran dari Bang Aras. Hilih, bilang aja iri. Aku memeletkan lidah mengejeknya.

Keluargaku terbiasa memakai baju sarimbit¹ untuk acara-acara penting seperti saat ini. Bang Aras pun tak kalah ikut memakai baju yang sama, karena sebagai anak rantau yang ikut tinggal di rumah Bapak sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga kecil di sini.

"Kadonya udah kamu bawa belum?" Ndoro Ayu bertanya lagi, aku menepuk jidat. Ketinggalan di kamar.

"Lupa kan? Ambil sana! Kamu itu masih muda wis pikun. Kalau aja hidung kamu nggak nempel pasti udah ketinggalan." Bibirku mengerucut sebal, ini kenapa dari tadi aku kena semprot sih.

Bapak mengelus kepalaku lalu berkata lirih, "Sudah, ambil sana sebelum Ibumu tambah marah, marahnya Ndoro Ayumu itu nyebelin." Aku ngakak sebentar lalu mengangguk dan mengambil kado pernikahan yang khusus diberikan untuk saudara di kamar.

Saat memastikan semua yang diperlukan sudah siap, kami masuk ke dalam mobil yang disewa Bang Aras dan bersiap.

Untuk perjalanan Surabaya-Jombang, membutuhkan waktu sekitar 2 jam bila melewati jalan raya umum dan satu setengah jam bila melewati jalan tol. Bang Aras yang sekarang beralih sebagai sopir dadakan memilih jalan tol karena lebih cepat. Sambil menunggu sampai aku memutuskan untuk tidur.

###

"Ra, bangun. Ya Allah, kebo banget sih." Kudengar gerutuan dan goncangan pada bahuku pelan. Saat mengerjabkan mata masih berusaha mengumpulkan nyawa, Bang Aras menjewer telingaku membuatku melotot padanya, seketika nyawaku terkumpul.

"Nggak bisa pelan-pelan gitu banguninnya. Musti banget ya pakai kekerasan?" kesalku sambil mengelus-elus telinga bekas jewerannya. Dia ngakak.

"Salah sendiri dibangunin susah. Buruan. Udah ditungguin tuh," suruhnya lalu menarik tanganku.

Aku beranjak turun dari mobil sambil membawa kado pernikahan Mbak Sari.

Perlahan aku menarik napas panjang selain karena udara Jombang masih segar juga sedang mempersiapkan diri agar nanti bisa kuat di acara kondangan. Bukan karena yang nikahan mantan atau aku punya dendam dengannya. BUKAN. Aku hanya berusaha mempersiapkan telingaku yang mungkin bakal panas saat sudah disana.

"Hey, ayo masuk! Jangan kebanyakan ngelamun nanti kesambet." Kesadaranku kembali saat Ibu menggoyangkan lengan kananku. Dan aku hanya mengangguk mengikuti jalan Ibu dari belakang.

Don't Fall in Love, It's a Trap! [✔]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن