[5] bocor

1.7K 523 111
                                    

REPUBLISH

Happy reading.
.

.

Hari ini aku berniat terlambat datang ke butik, bukan karena sakit atau ada kepentingan yang mendesak. BUKAN. Hanya saja tubuhku mendadak lengket dengan kasur dan susah bangun, tolong jangan hujat aku dengan kalimat 'Perawan kok bangunnya ketinggalan sama kokokan ayam'

Ini semua karena kemarin malam aku baru memejamkan mata saat jam menunjuk pukul tiga. Semalam suntuk aku mempersiapan produk baru untuk lauching besok dan persiapan pembukaan cabang pertama butik. Untungnya aku dalam masa period jadi bisa istirahat sebentar tanpa khawatir untuk sholat subuh.

Dan sekarang aku bangun saat jam sudah menunjuk angka 8, dengan gontai aku membersihkan diri dan bersiap berangkat ke butik. Ndoro Ayu mengetuk pintu kamar saat aku sedang memakai kaos kaki.

"Ra, udah bangun?" tanyanya dengan suara yang teredam pintu.

Aku membuka pintu dan melihat Ndoro Ayu berdiri menghadapku.

"Masya Allah, itu matamu irenge koyok ngunu¹, begadang sampek jam pira?" Kagetnya sambil mengelus kantong mataku yang mulai menghitam.

Aku tersenyum, "Jam tiga." Ibu melotot marah lalu menarikku menuju dapur dan menyuruhku menunggu di meja makan.

"Walau banyak kerjaan ojo kakehan² begadang loh, Ra. Ndak baik buat kesehatan. Lihat, matamu udah kayak ditonjok orang sekampung." Walau meninggalkanku omelannya masih tetap bersambung.

"Kamu berangkat nanti nggak sebaiknya naik ojek online aja? takut nanti ono opo-opo dijalan. Ini dimakan dulu, abisin nggak boleh nyisa," ucap Ibu kembali dengan membawa sarapan dan sebaskom air es. Duh, walau cerewetnya bukan main tapi sayangnya nggak ketulungan.

"Ra, naik sepeda aja. Lagian udah kebantu tidur 4 jam tadi," jawabku membuat Ndoro Ayu berdecak.

"Susah bilangin kamu, suka ngeyel," gerutunya sambil menaruh handuk yang sudah dibasuh dengan air es ke bawah mataku. Aku cuma tertawa ngikik menunjukkan deretan gigiku.

"Tapi naiknya hati-hati, jangan ngebut. Kalau bisa kecepatannya 20 Km/Jam aja." Kalau dalam kecepatan sepelan itu bisa-bisa yang biasanya aku sampai cuma dua puluh lima menit jadi satu jam.

"Ditambah 20 ya? 40 gitu?" tawarku mendapat delikan tajam.

"Bapak udah berangkat, Buk?" tanyaku mengalihkan pembahasan sambil menyuap capjay yang tadi di bawa Ibu.

"Iya, pagi-pagi banget udah berangkat mumpung udaranya masih seger. Ero dewe se piye panase Surabaya pas wes siang. Iki baru neng dunya ndaneyo nang neroko³." jawabnya lalu berdiri mengambilkan air minum untukku.

"Pakek sepeda?" mendapat anggukan olehnya.

Bapak bekerja sebagai pembuat desain di salah satu perusahaan kelas menengah Desain Percetakan yang jauhnya sekitar 4 kilometer dari rumah dan terbiasa berangkat pagi-pagi menggunakan sepeda lipat.

Aku segera menuntaskan sarapanku dan bergegas berangkat, hari ini aku akan sibuk sekali dan kemungkinan untuk lembur besar.

###

Saat aku memarkirkan motorku di depan butik, Ayah dari anak yang pekan lalu memesan baju sedang duduk di kursi yang disediakan di halaman butik.

"Mari, Pak." Aku menyapanya singkat lalu membuka pintu butik.

Don't Fall in Love, It's a Trap! [✔]Where stories live. Discover now