[9] rumah sakit

1.2K 337 71
                                    

REPUBLISH

Happy reading.
.

.

Kamar ruang inap Deya menjadi hening sejak kedatangan orang yang tidak terduga. Bisa kalian tebak siapa? Seorang wanita paruh baya yang mengaku sebagai Ibu dari Randi. Iya, Ibu dari pria brengsek yang sudah berani-berani memukul sahabat kesayanganku.

"Saya boleh bicara dengan Nak Deya?" Ibu Randi baru bersuara sejak diperbolehkan masuk ruangan. Tante Mita melarang Deya dengan tatapan mata, begitu pula dengan papanya yang baru kembali setelah Ibu Randi masuk.

"Boleh, tante." Mata Tante Mita melotot tak terima dengan persetujuan anaknya. Baru Tante Mita akan membuka mulut, Deya menyela sambil mengelus punggung tangan mamanya lembut, "Nggak apa-apa. Bisa tinggalin aku sebentar?" Tante Mita menghela napas lalu mengangguk pasrah menuruti keinginan anaknya.

Pada akhirnya kami menghormati keputusan Deya dengan keluar dan memberi kesempatan Ibu Randi berbicara empat mata dengannya. Entah apa nantinya yang akan dikatakan Ibu Randi, aku harap tidak menyinggung dan melukai perasaan Deya untuk saat ini yang sedang kacau.

Dua puluh menit kemudian, pintu kamar inap Deya terbuka perlahan, Ibu Randi keluar dengan mata sembab menyapa sopan Tante Mita dan Om Brahma. Saat bergulir menatap ke arahku, kubalas dengan senyum kecil lalu beliau pamit. Tak ingin mengira-ngira apa yang menjadi alasan tangisan Ibu Randi yang sudah kering itu, aku beranjak masuk menemui Deya.

"Gimana? Are you okay?" tanyaku lalu mendudukan diri di kursi samping ranjang Deya. Dia hanya melirikku sekilas. Mulutnya mengatup rapat.

"De?" panggil Tante Mita, "Heum." Dia berdehem memandang Mamanya.

"Mama sama Papa mau nebus obat kamu dulu ya, sekalian ambil baju gantimu." Deya mengangguk, lalu Tante Mita menoleh ke arahku, "Tolong jaga Deya sebentar ya, Ra" Aku membalasnya dengan senyuman.

Kedua orang tua Deya bergantian mengelus rambut dan mengecup kening putrinya sebelum pergi. Dan menyisakan aku dan Bang Aras yang menunggu Deya.

"Kamu bener nggak apa-apa?" ku ulang pertanyaanku melihat pandangan kosong Deya. Dia tersenyum getir.

"Randi punya trauma, Ra." Aku diam mendengarkannya.

Bang Aras menjawilku, "Gue keluar ya? Kayaknya temen lo butuh temen curhat," bisiknya kepadaku lalu meninggalkan kami berdua dalam keheningan.

Aku mengenggam tangan Deya, berusaha memberi energi positifku.

"Ibunya selingkuh waktu dia masih sd dan itu yang buat dia mandang rendah komitmen. Setiap gue nyinggung segala sesuatu yang berkaitan dengan keseriusan hubungan ini dia langsung ngalihin perhatian seolah emang hubungan ini nggak punya masa depan." Mata bulatnya berkaca-kaca, mungkin sedetik lagi air mata yang menggenang di pelupuknya jatuh.

Seperti yang pernah dulu Deya sedikit ceritakan padaku tentang keluarga Randi, Randi adalah anak korban brokenhome. Ayahnya berpisah dengan ibunya dan memilih menjadi ayah tunggal untuk membesarkan Randi sendirian. Kemarahan ayahnya atas perselingkuhan ibunya menular kepadanya hingga tumbuh dewasa dan membentuk rendahnya kepercayaan terhadap wanita, walau mungkin ibunya penyumbang terbesar kebenciannya. Ketakutan kejadian terulang membuatnya selalu enggan memulai komitmen dalam jenjang pernikahan dan memilih memainkan wanita dalam setiap wanita.

"Dia nggak percaya sama gue, setelah selama ini gue berjuang buat pertahanin hubungan ini. Dia bahkan anggep gue selingkuh." Kini air matanya jatuh perlahan mengaliri pipinya, bibirnya menyunggingkan senyum miris.

Don't Fall in Love, It's a Trap! [✔]Where stories live. Discover now