SPECIAL PART & THANK YOU

808 55 5
                                    

Special part ini istimewa aku persembahkan untuk pembaca setia Aeera-Wisnu. Terimakasih banyak untuk kalian yang baca cerita ini. Terutama yang vote sampai bisa buat  sampai di rangking pertama. Masih kaget tadi pagi waktu coba liat peringkat, cerita yang kutulis 2 tahun lalu, sekadar iseng malah rame. Huhu. Walau banyak typo dan plot hole tapi masih ada yang baca. Terimakasih banyak atas cinta dan dukungannya❤️❤️


Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

...........

"Ayahhh."

"Loh, Aya kenapa nangis? Sini cerita sama ayah." Pria berkumis tipis itu memanggil bocah perempuan berkerudung dusty pink.

Menatap hangat seraya mengulurkan tangan menjangkau tubuh anaknya yang masih berumur 4 tahun itu. Mengangkat lembut, membelai punggungnya menenangkan.

Ayana, bocah yang lebih suka dipanggil Aya itu memeluk erat dan sesenggukan di bahu ayahnya.

"Aya habis jatuh? Kok pulang main langsung nangis?" tanya ayahnya kembali.

Bocah itu mendongak, menggeleng pelan. Rangkulannya yang erat pada bahu Wisnu terlepas dan mengusap air matanya.

"Jadi kenapa anak ayah yang cantik ini nangis? Mau kasih tau ayah?" tanya Wisnu lagi. Menghapus jejak air mata dipipi putri tunggalnya.

Walau Aya baru berusia 4 tahun, Wisnu tak pernah memaksanya untuk bercerita tanpa  persetujuan anaknya. Dia memilih menunggu sampai Aya siap untuk memberitahunya. Apapun masalahnya. Tanpa batas waktu. Setidaknya anaknya itu tahu ada ayah dan bundanya akan menjadi tempatnya pulang untuk mengadu.

Setelah mendapati anaknya itu mengangguk. Wisnu membawanya ke teras rumah dan mendudukannya di kursi.

"Loh kenapa putri bunda nangis begini?"

Tiba-tiba dari arah pintu, Aeera keluar membawa secangkir kopi dan mendapati putrinya menangis di hadapan suaminya.

"Bunda sini deh, Aya mau cerita. Ayo kita dengerin," ajak Wisnu menyuruh Aeera duduk di sebelahnya menyimak cerita anaknya.

Melihat kedua orang tuanya menunggu, Aya memulai ceritanya.

"Tadi Aya habis dari rumah Dania. Terus Dania nggak mau main sama Aya," adunya.

"Iya, kamu udah tanya belum sama Dania, alasan nggak mau main sama Aya?" tanya Wisnu pengertian. Aya mengangguki.

"Katanya dia mau main, tapi adiknya juga mau main sama Dania."

Dania, teman seumuran Aya dan tinggal di rumah seberang itu baru mempunyai adik yang lahir seminggu yang lalu.

"Aya sedih karena Dania nggak mau diajak main?" tanya Aeera dengan suara hangat.

"Enggak."

Dahi Wisnu mengkerut. Bingung.

"Loh, terus kenapa?"

"Adik Dania lucu," jawabnya lantang.

Aeera lantas tergelak dengan alasan anaknya. Sementara itu Wisnu ikut tertawa kecil dan meminta Aya duduk di pangkuannya.

"Kalau lucu kenapa buat Aya nangis?"

"Soalnya Aya juga mau punya adik yang lucu supaya bisa diajak main bareng," jawabnya lagi polos.

Kini gantian Wisnu yang tergelak. Tawanya renyah karena celetukan Aya.

"Jadi Aya juga mau adik kayak Dania?" tanya Wisnu setelah meredakan tawa. Aya mengangguk cepat.

"Coba tanya bunda, boleh nggak kamu punya adik," ucap Wisnu jahil sambil melirik ke arah istrinya.

"Boleh kan bunda, Aya mau punya 3 adik?" tanyanya bersemangat.

Aeera meringis kecil lalu mencubit pinggang Wisnu lantaran memancing permintaan anaknya itu. Namun Wisnu malah tertawa bahagia. Memangnya lucu? Aeera memang bahagia mempunyai banyak anak, tapi kalau 3 sekaligus dan mengingat Aya masih kecil, apakah dia sanggup?

"Aya minta sama Allah ya, semoga kamu dikasih adik yang sehat dan lucu."

"Iya, Aya mau adik perempuan yang imut."

"Kalau Allah kasih Aya adik laki-laki gimana? Aya tetep sayang kan? "

Dia terdiam tampak berpikir sejenak.

"Nggak apa deh, adik laki-laki juga lucu. Aya bakalan sayang sama semua adik. Jadi bunda mau kan kasih Aya adik?"

Aeera kembali meringis. Wisnu membelai kepala putrinya, mengalihkan perhatian dari bundanya.

"Bunda nggak bisa punya adik kalau Allah nggak bantu. Aya doa supaya Allah izinin Aya punya adik." ujar Wisnu.

"Iya ayah, Aya bakalan rajin berdoa supaya cepat dikasih adik bayi."

Mendengar ucapan polos anaknya itu membuat Wisnu gemas dan mencium kedua pipi anaknya lembut. Sementara Aya yang merasa geli karena kumis tipis ayahnya hanya tertawa.

Melihat anak dan suaminya akur membuat dunia kecil Aeera terasa sangat sempurna. Salah satu alasan mengapa dia mantap menerima lamaran Wisnu dulu, sebab Aeera tahu betapa sayangnya suaminya itu kepada anak kecil. Sikapnya dulu terlihat saat dia memperlakukan Ziana layaknya sesuatu yang sangat berharga dan tidak ada gantinya.

Aya turun dari pangkuan ayahnya dan mencium kedua pipi orang tuanya cepat.

"Kamu mau kemana?" tanya Aeera.

"Aya mau berdoa supaya Allah cepat kasih Aya adik bayi," jawabnya bersemangat lalu meninggalkan kedua orang tuanya diteras rumah.

Aeera dan Wisnu terus tertawa melihat tingkah lucu anak satu-satunya itu.

"Jadi gimana? Siap? Apa mau cicil dulu dari sekarang?" goda Wisnu sambil mengangkat alis kecil.

Semburat merah nampak menghiasi pipi Aeera. Suaminya ini suka sekali menggodanya.

"Masss!" Dia memekik. Memukul lengan suaminya lembut.

"Aku nggak masalah punya anak banyak, mau 3 atau 11 pun nggak apa-apa. Selama kamu sanggup dan mau aku fine, fine aja."

Tiba-tiba Wisnu beranjak dan mencuri ciuman di pipi istri tersayangnya lalu tersenyum kemenangan.

"Anggap aja itu cicilannya. Untuk pelunasanya nanti malam ya. Sekarang aku mau ikut Aya berdoa."

Aeera yang masih terpaku kaget hanya terdiam  sementara Wisnu tergelak dan melarikan diri masuk ke dalam rumah.

Setelah mendapat kesadarannya kembali, Aeera tertawa kecil dengan pipi yang bersemu merah.

Ada-ada saja suaminya itu.

Suami ya.


Don't Fall in Love, It's a Trap! [✔]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz