[27] lamaran

1.1K 110 14
                                    

Di situasi seperti ini aku hanya bisa menampilkan raut bertanya-tanya melihat semua orang memandangku dengan ekspresi yang beragam, bahkan Bang Aras sampai tersedak saat meminum tehnya.

Mama dari laki-laki yang ingin melamarku melotot kaget lalu menatap anaknya dengan serius.

"Kamu kawin lari? Nikah karo sopo kamu, le? Kok nggak bilang mama?" tanyanya serius.

Pak Wisnu menggeleng keras sambil mengibas-kibaskan tangannya. Iya, kalian nggak salah baca. Pak Wisnu! Demi apa dia sekeluarganya ada di ruang tamuku. Mamanya, Mbak Ranti, Ziana dan satu laki-laki seumurannya--mungkin itu saudaranya.

"Kamu beneran kawin lari, Wis?" Mbak Ranti bertanya dengan nada menghakimi.

"ENGGAK, MBAK!"

Loh?!

"Kalo gini ceritanya gue nggak bakalan cerita soal Aeera sama lo, Bal! Kenapa nggak cerita kalo lo udah punya istri, sih? Segitu nggak percayanya lo ke gue?" dengus Bang Aras kesal mendengar fakta baru tentang temannya itu.

Pak Wisnu mengacak-acak rambutnya frustasi saat mencoba menjelaskan. Sementara itu laki-laki di sebelahnya sibuk menutup telinga Ziana.

"Demi Allah, Wisnu masih single, ma! Belum pernah menikah! KTP Wisnu aja tulisannya belum kawin, nih kalau nggak percaya!" sangkalnya menunjukkan KTPnya dihadapan mamanya.

"Tapi bisa aja lo nikah siri, kan?" kompor Deya tiba-tiba membuat suasana semakin panas. Semua orang kembali menatap Pak Wisnu bak hakim melihat tersangka di pengadilan. Saat Pak Wisnu hendak menyangkal kembali, Bapak membuka suara.

"Sudah, sudah. Jangan asal menuduh. Kita dengar dulu alasan Aeera bisa berkata Nak Bala sudah mempunyai istri," lerai Bapak kalem.

Ndoro Ayu tersenyum lembut dan menggenggam erat tanganku. Aku mengangguk lalu berdeham sebelum membuka suara.

"Bukannya Mbak Ranti istri Pak Wisnu, ya?" cicitku hampir seperti suara tikus kejepit.

"HAH?!" pekik mereka bersamaan membuatku menutup telinga dengan kedua tanganku.

Sesaat setelah menghilangnya gema pekikan serentak tadi kini suara tawa mendominasi ruang tamu. Pak Wisnu yang tersenyum lega. Mama Pak Wisnu yang tengah mengelus dadanya. Dan Bapak yang tertawa lebar sambil mengacak-acak khimarku. Sebenarnya apa yang terjadi dengan orang-orang sih?

"Lo kalo ngelawak jangan bikin orang lain salah paham, anjir! Nggak lucu!" kata Bang Aras garang. Padahal tadi dia yang tertawa paling keras.

Aku menatap Bapak bingung, "Ra, salah, ya?". Bapak hanya tersenyum.

"Kamu buat saya jantungan!" ucap Pak Wisnu tersenyum hangat padaku.

Aku meringis kecil. Waduh! Aku beneran salah kayaknya!

"Kok kamu bisa beranggapan begitu sih, nak?" tanya mama Pak Wisnu lembut. Aku segera menoleh ke arah Ziana yang kini tertidur pulas dipangkuan laki-laki samping Pak Wisnu.

"Ziana panggil Pak Wisnu dengan sebutan ayah? Wajah Mbak Ranti sama Pak Wisnu juga mirip, bukannya itu ciri-ciri jodoh, ya?"

Mereka semua kembali tertawa terbahak-bahak terutama Mbak Ranti sampai membuat putra kecilnya merengek pelan.

"Aduh duh, ya ampun perutku! Sampai sakit aku ketawa denger alasan kamu. Hey, he's my lil bro, jadi gimana nggak mirip. Lagian tuh yang lagi pangku Zizi itu suamiku, Mas Rio," kelakar Mbak Ranti menunjuk Mas Rio--suaminya yang tersenyum sambil melambaikan tangan kepadaku.

BUG

Mbak Ranti memukul keras punggung Pak Wisnu dengan tangannya sampai membuatnya meringis kesakitan, "Ck, udah dibilangin jangan suruh Zizi panggil ayah. Bikin orang salah paham, kan! Setidaknya sekarang panggil om dulu kek, kalau punya istri sih nggak masalah!"

"Iya iya, cerewet! Kan tinggal tunggu jawaban Aeera, mau apa enggak jadi istri aku?" tanya Pak Wisnu sambil melirikku.

"AHEM HEM HEM! sorry keselek biji jambu aer gue!" seloroh Bang Aras diiringi dengan tawa semua orang untuk menggodaku.

YA TUHAN! PIPIKU PANAS!

"Jadi, gimana? Mau jadi ibu sekaligus tante Zizi dan istri untukku?"

Aku melirik Bapak dan Ibu, mereka hanya tersenyum sambil mengangguk seolah menyerahkan semua keputusan di tanganku. Sementara Bang Aras dan Deya berbisik dengan keras untuk mengiyakan. Kalau kayak gini aku bisa apa?

"Kalau memang bapak dan ibu merestui, Ra ikut saja."

"Loh, kamu terpaksa menjawab iya, nak? Kenapa, ada alasan lain? Masalah cinta?" tanya Mama Pak Wisnu khawatir.

"Bukan begitu, tante. Sejujurnya memang saat ini saya belum mencintai Pak Wisnu, tapi cinta bisa datang karena terbiasa, kan?" Mereka semua mengangguk. "Saya tulus menerima Pak Wisnu, apalagi orang tua saya juga merestui sebab pengetahuan agama Pak Wisnu yang cukup memadai untuk membimbing saya pada bilah rumah tangga. Saya tahu itu karena orang tua saya dan juga Ustadzah Salamah nggak akan mengenalkan saya dengan orang yang nggak baik. Saya rasa itu alasan yang cukup menggambarkan jawaban saya."

"Jadi, dengan kata lain kamu menerima khitbahku?" tanya Pak Wisnu tidak terpercaya.

HEY! BUKANYA UDAH JELAS? KENAPA MASIH MINTA PENEGASAN SIH?! AKU KAN MALU JAWABNYA!

Sambil menunduk aku mengangguk kaku, YA Salam. Maluku nggak ketulungan.

"Alhamdulillah!"

Setelah lama mengais-ngais jerami demi menemukan jarum, tertanya jarum yang aku cari bahkan muncul di saat aku akan menyerah untuk mencari. Walau rasa cintaku pernah patah karena salah pilihan, tapi kini pemilik tulang rusukku sendiri datang menjemput untuk meminangku, dari orang yang tidak terduga pula. Benar kata Ustadzah Salamah, jangan terlalu sibuk mencari-cari siapa jodohmu. Karena tanpa sibuk mencari, jodohmu akan datang menghampiri.

TBC

Please jangan hujat aku! T.T
Karena PAS dan jiwa mager yang overtime ini membuatku hanya bisa nulis segini pendeknya. Wk wk. Btw, kayanya tiga part lagi menuju tamat. Jadi babay guys.

Don't Fall in Love, It's a Trap! [✔]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora