39. KECELAKAAN

781 76 2
                                    

"Gue pilih ...."

Awan dan Ethan menatap Rain dalam. Mereka seperti berada dalam sebuah perlombaan dan Rain seperti seorang juri yang sedang mengatakan apakah mereka akan lolos atau tidak ke babak selanjutnya. Keduanya sangat menantikan kata demi kata yang akan keluar dari bibir Rain.

"Gue pilih naik bus aja, deh," kata Rain enteng. Ia tidak mau memilih di antara mereka agar tidak ada salah satu pihak yang kecewa.

"Kalian pulang aja. Mau berdua juga nggak papa gue ikhlas." Rain terkekeh.

"Ogah," balas Awan dan Ethan bersamaan.

"Ih, kok samaan."

"Yaudah sana kalian pulang," lanjut Rain sambil mengusir mereka dengan gerakan tangan.

Dengan berat hati, kedua cowok itu meninggalkan Rain. Namun, sebelum benar-benar beranjak, dibalik helm full face-nya Ethan menghela napas panjang saat merasakan cairan kental berwarna merah mengalir dari hidungnya. Hampir setiap hari ia seperti ini. Apakah Ethan sanggup harus seperti ini terus menerus? Ayahnya pun sudah tidak peduli lagi dengannya. Ia pulang ke Indonesia secara diam-diam. Untungnya ia memiliki Tante yang baik di sini, yang mau sukarela membiayainya sekolah dan merahasiakan keberadaannya dari sang Ayah. Akan tetapi, ada satu hal yang tidak Ethan beritahukan pada Tantenya.

✥✾✥

Waktu sudah malam, tetapi tidak ada satupun keluarganya yang berada di rumah. Rain bertanya-tanya sendiri. Mereka ke mana? Kenapa di rumah hanya ada asisten rumah tangganya saja? Lalu Rain mengambil ponsel yang berada di dalam tas sekolahnya. Tadi ia lupa mengeluarkan benda pipih itu dari dalam tas.

Rain menghidupkan layar ponselnya. Beberapa detik kemudian, Rain sangat terkejut saat melihat begitu banyaknya panggilan telepon dari Papa dan Mamanya. Ia lupa jika ponselnya dalam  silent mode. Mendadak pikirannya jadi tidak enak. Ia segera menelepon ulang Mamanya. Namun, tidak diangkat. Kemudian ia menelepon Papanya. Berdering, lalu suara serak Papanya mulai terdengar dari seberang sana.

"Halo Rain. Kenapa baru sekarang kamu telepon balik? Kamu tidak membuka ponselmu?!"

"Maaf, Pa. Tadi ponsel Rain lagi dalam silent mode. Rain nggak tahu kalau Papa sama Mama telepon Rain. Papa sama Mama di mana?"

Rain semakin gelisah saat mendengar suara Papanya yang tidak ramah seperti biasanya. Sayup-sayup ia juga mendengar suara isak tangis Mamanya. Sebenarnya ada apa? Di mana mereka?

"Ke rumah sakit sekarang! Papa kirimin alamatnya!"

"S-siapa yang sakit, Pa?"

Kini Rain benar-benar cemas. Ia bergerak cepat mengambil hoodie dan tasnya lalu turun ke bawah sembari menempelkan ponselnya ditelinga.

"Kakek sama Nenek kecelakaan. Kondisi mereka kritis."

Setelahnya panggilan terputus secara sepihak. Tak lama kemudian, pesan masuk dari Raga menampilkan alamat sebuah rumah sakit. Dengan air mata yang sudah mulai mengalir, Rain keluar dari rumahnya dan segera bergegas menuju ke rumah sakit.

✥✾✥

Sesampainya di rumah sakit, Rain segera mencari Papa dan Mamanya. Tak butuh waktu lama untuk mencari mereka. Dengan berlari-lari kecil, Rain menghampiri Mamanya yang sedang menangis histeris dipelukan Raga.

"Ma? Pa?"

Sarah melihat Rain sebentar lalu memeluk erat putrinya. Rain semakin deras meneteskan air matanya saat Mamanya hanya diam dan terus menangis. Pikirannya menjuru ke hal-hal yang tidak diinginkannya.

Brittle [Tamat]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon