44. UTUHNYA KELUARGA PRADIPTA

566 59 14
                                    

HAPPY READING♥

Tepat hari ini Raga dan Sarah menikah kembali. Saking bahagianya dengan momen ini, Rain sampai menitikkan air matanya. Dari dulu ingin sekali Rain melihat Papa dan Mamanya bersama. Lalu hari ini semuanya terkabul. Rain senang. Bahkan sangat senang meskipun Kakek dan Neneknya tidak turut menjadi saksi kebahagiaan Rain saat ini.

Acara pernikahan Raga dan Sarah diadakan kecil-kecilan. Meskipun begitu Raga, Sarah, dan Rain merasa bahagia bisa berkumpul kembali. Karena acara ini, Rain juga izin tidak masuk sekolah. Tanpa Rain sadari di sekolah ada seseorang yang menahan rindu padanya.

Tak terasa hari mulai menggelap. Purnama samar-samar terlihat dari balik awan yang tipis. Hari ini hari terakhir Rain berada di rumah penuh kenangan ini. Besok ia dan Sarah harus pindah ke rumah Raga. Walaupun berat, tapi Rain harus mengikuti keinginan mereka. Sebenarnya di sini banyak sekali kenangan yang tercipta bersama Jaya dan Rina. Namun, jika terus diingat yang ada hanya membuat Rain bertambah pilu. Maka dari itu, Raga segera mengajak Rain pindah ke rumahnya dengan perjanjian rumah ini tidak akan pernah dijual supaya ketika Rain merindukan suasana bersama Kakek-Neneknya, ia dapat mengunjunginya kapan pun ia mau.

Rain mengalihkan atensinya dari langit-langit rumah ke ponselnya yang bergetar. Ia mengambil ponselnya lalu tersenyum sekilas saat mengetahui siapa sang penelepon yang meneleponnya malam-malam begini.

"Hallo?"

"Aku ada di depan rumah kamu," kata Awan to the point dari seberang telepon.

"Hah? K-kamu ... eh, tunggu aku ke depan sekarang."

Tanpa memutuskan sambungan teleponnya, Rain turun ke bawah melewati beberapa anak tangga dengan tergesa-gesa. Setelah sampai di pintu, ia segera berlari ke luar gerbang rumahnya.

Napas Rain sedikit memburu karena berlari-lari kecil, tapi tak apa. Yang terpenting sekarang adalah Awan.

Perlahan Rain membuka pagar rumahnya. Kemudian pemandangan pertama yang ia lihat ialah sosok tampan seorang cowok dengan jaket hitam dan celana jeans-nya.

Rain mematikan telepon yang masih tersambung. Ia berjalan mendekati Awan sembari tersenyum. Jujur satu hari tidak bertemu dengan Awan membuatnya dilanda kerinduan. Padahal hanya satu hari, bagaimana jika nanti berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun Rain tidak bertemu Awan? Aish tidak dapat Rain bayangkan lagi jika hal itu sampai terjadi.

"Hai," sapa Rain pada Awan, tapi cowok itu malah diam seraya menatap Rain dalam.

Sementara Rain jadi kikuk sendiri. Awan sama sekali tidak membalas sapaannya. Rain merasa gugup dan tidak tahu harus berbicara apa. Namun, tak lama setelahnya Rain yang sedang menunduk ke bawah untuk menghindari tatapan Awan tiba-tiba saja menegang seperti tersengat arus listrik bertegangan tinggi. Rain bergeming dengan mata yang membola. Awan tiba-tiba saja memeluknya erat. Siapa saja tolong ingatkan Rain untuk bernapas! Rasanya pada detik itu juga Rain kehilangan pasokan oksigen di sekelilingnya. Mana jantungnya terus berdetak kencang lagi!

"Kangen," jujur Awan. Meskipun sebenarnya Awan malu sekali mengatakan hal itu, tapi percayalah Awan ke sini karena memang sangat merindukan gadisnya.

Rain membalas pelukan Awan.

"Kangen siapa?" goda Rain.

"Kamu."

"Kamu siapa?"

"Rain Oktavia Pradipta," jawab Awan lengkap membuat senyum Rain mengembang.

Awan melepas pelukannya lalu menatap Rain lekat.

Brittle [Tamat]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora