47. SALAH PAHAM

627 57 10
                                    

Terkadang aku berpikir, di saat aku berusaha mati-matian untuk mencoba memahamimu apakah kamu juga mau mencoba memahamiku?
-AwanHaidarPrtma-

Awan melangkah gontai saat memasuki rumahnya. Sesampainya di ruang tamu, ia langsung mendudukkan dirinya di sofa. Rara yang baru saja kembali dari dapur mengernyit melihat sang Kakak.

"Kenapa, Kak? Kok lesu gitu?" tanya Rara sambil mendudukkan diri di sofa seberang Awan.

"Nggak papa."

"Bohong!" sangkal Rara. "Kalau ada apa-apa cerita dong, Kak. Rara bisa kok menjadi pendengar yang baik."

Awan memijit pangkal hidungnya. Hari ini begitu banyak hal yang terjadi. Mulai dari Davira yang menyatakan perasaannya, Rain yang mengabaikannya, dan ekspresi Rain yang terlihat begitu khawatir pada Ethan.

Bagi Awan memahami Rain sangat sulit. Semua hal yang ada pada gadis itu sulit sekali ditebaknya. Bahkan saat ia sudah menjadi pacarnya pun, ia masih saja tidak tahu detail masa lalu Rain. Miris. Rain belum mau terbuka sepenuhnya. Namun, Awan tidak pernah memaksa Rain untuk menceritakan semua hal tentangnya. Awan hanya tidak ingin menganggu privasi Rain. Karena semua orang punya privasi masing-masing bukan?

Pacaran ternyata tidak semudah yang Awan kira. Masalah demi masalah datang secara bergantian. Waktu yang membawa masalah itu secara berurutan, lalu ketika masalah yang satu selesai yang satunya datang kembali. Awan yakin akan hal itu. Akan tetapi ia juga percaya. Setiap permasalahan pasti memiliki solusi atau jalan keluar ketika kita mau berusaha menyelesaikannya.

✥✾✥

Awan memarkirkan motornya di parkiran sekolah. Pagi seperti ini ia sudah merasakan yang namanya kecewa berat. Tadi ia ke rumah baru Rain untuk menjemput gadis itu seperti biasa. Namun, yang didapatnya hanya sebuah kekecewaan saat mengetahui bahwa gadis itu telah berangkat lebih pagi dan tidak mengabarinya sama sekali.

Dalam benak Awan, ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Kenapa Rain menjadi seperti ini?

Awan membuang napasnya kasar. Cukup sudah ia berperang dengan pikirannya sendiri. Lebih baik ia bertemu Rain dan bertanya baik-baik padanya. Mungkin akan lebih baik seperti itu. Awan harap Rain tidak menolak saat ia ajak bicara.

Entah sebuah kebetulan atau apa, Awan menemukan Rain sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Gadis itu asik membaca sebuah novel hingga tidak menyadari keadaan sekelilingnya.

Tanpa menunggu lama, Awan menghampiri Rain. Memberhentikan langkah gadis itu hingga atensi Rain yang semula hanya fokus pada deretan kata pada novel langsung berpindah pada seseorang yang menghadang jalannya.

Dengan wajah datarnya Rain menatap Awan. Jujur, Rain berangkat sepagi ini untuk menghindari Awan.

"Kenapa kamu nggak ngabarin aku kalau mau berangkat duluan?" tanya Awan.

"Nggak penting."

Awan menghembuskan napas berat. Diambilnya satu tangan Rain lalu digenggam erat. Kemudian Awan membawa Rain untuk ke rooftop agar bisa bebicara bebas tanpa mendapat berbagai tatapan mata orang-orang.

Sesampainya di tempat yang memperlihatkan indahnya langit biru itu, Awan mengeratkan genggaman tangannya pada Rain.

"Bilang sama aku Rain kalau aku punya salah biar aku mencoba untuk memperbaiki kesalahan itu," kata Awan sembari menyelami netra coklat Rain.

Brittle [Tamat]Where stories live. Discover now