[S2] Bagian 54 - Day in Night

2.8K 244 71
                                    



"Loh? Anak aku kemana Shar?" Tanya Doyoung khawatir. Dia menelusuri jarak pandangnya dari dekat hingga kejauhan. Jingga tidak ada disana.

"Anak kamu pulang, kayaknya tadi aku salah bicara."

Doyoung buru buru merapihkan mejanya yang masih menyisakan bolpoint dan sebuah buku catatan.

"Doy.. mungkin ini semua jawaban atas pertanyaan kamu ke aku."

Doyoung mengambil sepucuk kertas yang berisikan tulisan yang menghiasi disana, dengan tinta hitamnya, Shara menuliskan "Skizofrenia paranoid" sebagai diagnosa dirinya akan kondisi yang sedang Jingga alami.

"Aku udah konsultasiin ini sama prof aku, aku juga tanya tanya sama dia mengenai kondisi anak kamu, kemungkinan dia mengalami ini. Kamu harus ambil tindakan Doy.. please"

"Aku sayang Jingga, aku nggak mau anak kamu sakit."

Doyoung buru buru mengambil jaketnya dan bergegas pulang ke rumah. Gelagatnya tampak tidak baik. Setelah Shara mengatakan bahwa ia mungkin salah bicara, Doyoung tak berani bertanya kembali pada wanita berusia 23 tahun itu.

Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering terjadi. Umumnya, penderita skizofrenia paranoid akan mengalami kecurigaan atau ketakutan terhadap sesuatu yang tidak nyata.

Merasa seperti diperintah, dikejar, atau dikendalikan oleh orang lain, serta halusinasi pendengaran merupakan gejala yang sering dialami penderitanya. Hal ini selanjutnya memengaruhi caranya dalam berpikir dan berperilaku.

Doyoung sudah mendatangi tiga psikiater yang berbeda sesuai dengan rujukan Shara. Tapi ketiganya bisa memberikan kesimpulan yang sama bahwa anaknya mengidap penyakit yang diderita seumur hidup itu. Bahkan dia berusaha keras mencari jalan keluar agar Jingga bisa sembuh, walaupun dia tak sepenuhnya percaya apa yang dikatakan Shara tentang anaknya.

Doyoung sudah sampai di rumah, Kejora langsung memberitau dirinya bahwa Jingga sedang menangis disana. Tanpa tau alasan apa yang membuatnya menangis, akhirnya Doyoung masuk ke kamar anak gadisnya dengan kunci cadangan, dan berbicara secara empat mata tanpa Mimanya disampingnya.

Sekarang Jingga sudah tak terlalu terisak, tapi ada rasa benci menghinggap didalam dirinya saat dia melihat Ayahnya sekarang. Dia merasakan sekujur tubuhnya ingin membuncah saat ini juga. Dia sangat ingat apa yang dikatakan wanita tadi padanya, berkaitan dengan hal itu .. yang Doyoung ingin sampaikan.

"Adek kenapa?"

Jingga berada di sisi ranjang yang lain dekat pojok dindingnya. Dia bergerak makin menjauh dari Doyoung. Jingga belum siap untuk berbicara tapi Doyoung punya rasa penasaran yang kuat tentang anaknya dan penyakitnya.

"Adek, kenapa nangis?" Tanya Doyoung pelan. Doyoung mencoba meraih pergelangan tangan anaknya, kini .. Jingga pun enggan disentuh sang Ayah.

"Ayah jahat."

Doyoung yang kebingungan atas kalimat pertama yang anaknya utarakan, dia mengerutkan dahinya kebingungan.

"Ayah jahat kenapa? Jingga udah dewasa, sekarang Jingga bicarakan sama Ayah, kamu kenapa dan jangan kayak anak kecil begini yang ngambek dan jauhin Ayahnya. Ayah nggak pernah ajarin Jingga buat membenci orang tuanya sendiri!" Sentak Doyoung sedikit keras pada Jingga.

Jingga yang sama sekali nggak merasa salah dan merasa terpojokan saat ini, akhirnya membuka mulut. Dia merasa dirinya benar dan seakan Doyoung menyalahkan dia atas ketidakdewasaan dirinya. Jingga tersinggung akan hal itu.

"Jadi Ayah nggak pernah anggap Jingga dewasa?!"

Jingga mengambil langkahnya. Dia kemudian beralih dan menghadap kepada Ayahnya yang kini terduduk di ranjang sedangkan dia tengah berdiri gagah sekarang. Menunjukan kalau dirinya tidak bersalah dan tidak sepatutnya dihakimi.

SIR | DoyoungWhere stories live. Discover now