BAGIAN 01

39K 2.1K 69
                                    

Jakarta, 2020

"Hiks... mamaaaa,"

Isak tangis seorang gadis berusia 16 tahun memenuhi ruang kamarnya. Dengan seorang wanita yang diduga adalah sang mama, tengah berusaha menanangkan sang puteri yang sedang menangis itu.

"Jangan nangis terus dong sayang. Jangan kayak gini," sang mama ikut meneteskan air mata melihat anaknya menangis tiada henti.

"Maa, Rey nggak mungkin pergi hiks," isaknya semakin menjadi-jadi setelah ia mengucapkan kata Rey.

Sang mama merasa prihatin dan langsung menarik puterinya itu ke dalam dekapannya. Mengusap punggungnya agar lebih tenang. Sang mama hanya mampu menghela napas panjang.

Kamar gadis itu berantakan. Sungguh seperti kapal pecah. Foto-foto dirinya dengan seorang laki-laki berhidung mancung memakai kacamata bening memenuhi lantai dan juga ranjang tempat tidurnya.

"Nggak mungkin dia ninggalin aku sendirian. Nggak mungkin maaa," dia masih terisak di pelukan mama-nya.

"Hey, sayang kamu nggak sendirian. Ada mama, ada papa, ada banyak lagi." dia mengelus rambut anaknya.

"Reyhan... " lirih gadis itu lagi.

Setengah jam yang lalu, dia mendapat kabar kalau sahabatnya—Reyhan meninggal dunia karena kasus tabrak lari. Dia benar-benar sangat terkejut mendengar kabar itu.

Baru beberapa hari yang lalu dia dan Reyhan bermain bersama, menghabiskan waktu bersama, bahkan berfoto ria bersama. Namun, sekarang Reyhan sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya.

Reyhan adalah sahabatnya. Satu-satunya sahabat yang dia miliki selama ini. Dia yang selalu ada untuk dirinya. Menemani kesepiannya, melindunginya, bahkan yang menghibur dirinya jika dia sedang bersedih. Kehilangan Reyhan adalah sesuatu terburuk di dunia baginya.

Reyhan itu segalanya.

Dan kini Tuhan memanggilnya.

Reyhan itu anak baik-baik, tapi kenapa kematiannya malah seperti ini? Kenapa harus tiada dengan cara seperti ini? Dia menggeleng kuat-kuat.

Untuk memikirkan Reyhan itu benar-benar butuh tenaga. Karena setiap kali mengingat laki-laki berkacamata itu, dia akan menangis semakin terisak.

"Kamu nggak boleh sedih terus sayang, kamu tau? Kalau Rey lihat kamu kayak gini dia di sana sedih nanti, jangan seperti ini ya?" ucap sang mama. Sesekali mengecup puncak kepala anaknya.

Ucapan mama-nya ada benarnya. Dia tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan. Dia tidak ingin Reyhan ikut bersedih karena melihatnya bersedih. Dia harus menyelesaikan kasus tabrak lari Reyhan. Dia harus mencari tahu siapa pelaku semua ini.

Buru-buru, dia melepaskan dekapan mama-nya dan langsung berlari keluar kamar.

"AUDREY!!!"

Dia tidak perduli. Dia harus ke rumah Reyhan sekarang dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Rasanya tidak mungkin Reyhan meninggalkan dirinya secepat ini.

Tidak perduli dengan penampilannya yang mungkin jauh dari kata baik. Rambut panjangnya dicepol asal-asalan. Kaos oblong dan celana pendek di atas lutut. Yang terpenting dia akan menemui kedua orang tua Reyhan dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada laki-laki itu.

Bruk.

Ah sial. Audrey tidak sengaja menabrak seseorang yang ada di depan pintu.

"Maaf aku nggak lihat." ucap Audrey buru-buru.

Baru satu langkah dia menginjakkan kaki, tangannya sudah digenggam erat oleh seseorang yang dia tabrak tadi. Membuat Audrey menghela napas panjang.

"Mau kemana lo?" suara berat penuh intimidasi itu langsung tertangkap di indra pendengaran Audrey. Gadis itu merinding hanya dengan mendengar suaranya.

Traped in Bad Guy [END]Место, где живут истории. Откройте их для себя