BAGIAN 17

16.2K 893 11
                                    

Di sini, di Rumah Sakit.

Audrey tengah duduk di ruang tunggu bersama Dafa. Siapa yang masuk rumah sakit? Tentu saja Gilang. Siapa lagi memangnya? Sargas? Haha itu sangat mustahil.

Mengapa Gilang bisa sampai ke rumah sakit? Karena Audrey tentunya.

Melihat wajah Gilang yang lebam sana sini dan jidatnya yang terplester berantakan, Audrey langsung menyuruh dan menawarkan diri untuk mengantar Gilang ke rumah sakit bersama Dafa.

Dafa bilang di telpon tadi Gilang terluka karena tanding basket. Tapi, melihat lukanya yang seperti ini, Audrey tidak yakin kalau Gilang terluka hanya karena tanding basket tadi.

Gilang pasti dikeroyok? Benar kan?

"Kak Dafa bohong sama aku,"

Dafa terlonjak, "bohong apa buset?"

"Kak Gilang kayak gitu pasti berantem kan? Ngaku aja. Bilang ke Audrey Kak Gilang berantem sama siapa ayo cepetan!"

Dafa menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "kan gue tadi udah bilang dia tanding basket."

"Bohong banget,"

"Nggak guna juga Drey gue bohong. Nggak bikin gue kenyang,"

Audrey berdecih. Kalau dipikir-pikir Dafa benar juga. Buat apa juga dia berbohong kepada Audrey. Tidak berguna juga kan?

Yang Audrey tau, Dafa memang orangnya sedikit savage kalau ngomong. Meskipun nggak terlalu sihhh.

"Tapi tetep aja nggak mungkin kalau cuma tanding basket bisa sampai babak belur kayak gitu," elak Audrey.

"Huft, gini ya sayang. Gilang kan tanding basket. Nah tim lawan nggak trima kalau tim Gilang menang. Terus mereka berantem—"

PLAKKKK

Audrey menggeplak lengan Dafa kuat-kuat. Membuat cowok berhoodie abu-abu itu meringis kesakitan.

"TADI KATANYA ENGGAK BERANTEM!"

"Stssss Drey jangan keras-keras ini rumah sakit," Dafa meletakkan telunjuknya di bibir Audrey agar gadis itu tidak memekik lagi.

"Kak Dafa bohong!"

"Hey, gue nggak bohong. Kan Gilang emang kayak gitu karena tanding basket."

"Tapi kan Kak Gilang kayak gitu karena berantem. Jelas-jelas Kak Dafa bohong!"

"Gue nggak bohong Drey."

"Bohong!!!"

"Kalian rebutan apa?"

Gilang berdiri di depan mereka dengan plester dimana-mana. Ada di siku, dengkul, jidat, pelipis, dan pipi kanan. Entah berantem model apa sampai melukai hampir seluruh badannya.

Audrey buru-buru bangkit lalu mengecek seluruh tubuh Gilang. Memegangi plester yang tertempel satu-persatu secara hati-hati.

"Kak Gilang sakit enggak? Siapa yang berantem sama kakak bilang ayok,"

Gilang tidak menjawab. Dia malah tertawa melihat tingkah Audrey.

"Kak Gilang aku serius!!!"

"Sama Gilang lembut banget. Sama gue tadi ngegas kayak di tanjakan," sindir Dafa yang tengah duduk di kursi.

"Yaa salah siapa Kak Dafa bohong!" sewot Audrey.

"Gue nggak bohong ye anj—"

"Daf... "

Dafa langsung membungkam mulut. Hampir saja keceplosan. Audrey masih polos. Dia tidak mau juga mencemari otak Audrey dengan kata-katanya.

"Gue nggak papa Drey, lo pulang aja. Gue harus ambil obat dulu sebentar,"

"Tapi kak—"

"Daf lo anter Audrey aja. Gue sendiri nggak papa."

"Siappp. Sekalian mau ketemu sama calon mertua," kekeh Dafa.

"Dasar playboy," cibir Gilang. Dia kemudian berlalu untuk mengambil obat resep dari dokter.

****

"Mau langsung pulang atau makan?" tanya Dafa. Mereka sedang berada diparkiran sepeda motor.

"Jangan pulang dulu dehh. Mama papa juga belum pulang hehe,"

Audrey menaiki motor Dafa lalu memakai helm pemberian Dafa.

"Takut di rumah sendiri?" ejek Dafa.

Audrey bungkam. Sebenarnya bukan itu masalahnya. Cuma, di rumah hanya ada Sargas. Dia tidak mau kejadian dulu-dulu terulang lagi.

"Jadi anterin aku enggak sih!?"

"Iya iya. Dasar cewek. Emosi aja kerjaannya. Lagi dapet Drey?"

Audrey tidak membalas ucapan Dafa. Membiarkan motor melaju meninggalkan pekarangan Rumah Sakit secara perlahan.

****

Mereka sampai di sebuah caffe tak jauh dari Rumah Sakit. Caffe-nya terlihat sangat simple dan minimalis. Cantik sekali.

Mereka memilih untuk duduk di dekat jendela besar yang menampilkan pemandangan di luar sana.

"Soal perjodohan Sargas lo setuju Drey?"

Audrey yang tengah melihat-lihat daftar menu seketika langsung berhenti dan menatap Dafa.

"Setuju aja. Lagipula kan Sargas juga setuju. Aku sebagai adik dukung aja Kak,"

Dafa memicing, "lo beneran biarin Sargas sama Salsa?"

"Iyaa, Kak Salsa baik kok kak. Dia juga cantik. Sargas juga pasti nanti suka sama dia,"

Dafa menghela napas sejenak. Dia kemudian menatap dalam manik Audrey lalu menggenggam tangannya.

"Nggak semua yang lo lihat baik itu baik. Dan nggak semua yang lo lihat jahat itu jahat. Ada kalanya yang baik berubah jadi jahat dan yang jahat berubah jadi baik."

"Kak... "

"Drey, gue nggak suka dengan cara lo yang menilai seseorang dari covernya doang. Lo juga harus tau orang itu dalemnya kayak gimana,"

"Kak Dafa... "

"Ahh lupakan. Lo mau pesen apa?" Dafa melepaskan tangannya kemudian beralih memegang buku menu.

Audrey tidak menjawab. Ucapan Dafa masih terngiang-ngiang di otaknya.

Semua ucapan cowok itu memang selalu melekat dan 90% adalah benar adanya.

Audrey tidak tau, apakah kini dia harus menghilangkan kepercayaannya kepada Salsa? Atau mungkin Dafa hanya bercanda?

*****

Jangan bosen ya ketemu terus wkwk
Biar cepet tamat juga.

VOTE and COMMENT

Sekian terima cash~

Traped in Bad Guy [END]Where stories live. Discover now