ENAM BELAS

83.1K 11.5K 336
                                    

Tekan bintang terlebih dahulu ya~

Tinggalkan juga emoticon love sebanyak mungkin
❤️🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

Tinggalkan juga emoticon love sebanyak mungkin❤️🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Aku duduk di ayunan yang ada di balkon kamarku. Ayunan yang cukup besar menampung dua orang ini menemani soreku. Angin sore berhembus sedikit kencang, tetapi tidak memutuskan niatku untuk tetap berada di sini. Di tanganku terdapat benda pipih yang sampai saat ini masih dalam flight mode. Setelah sampai tadi siang, aku langsung istirahat dan belum mengembalikan ponselku pada mode normal.

"Kak! Ngapain?"

Aku menoleh saat mendengar suara Kayana—adik sepupuku. Kayana sudah aku anggap seperti adik kandungku sendiri, dia sejak bayi sudah diasuh oleh mama. Dia sangat dekat denganku, begitu pula aku yang suka sekali memanjakannya.

"Kakak belum makan siang kan? Mau Kayana ambilin?" tawarnya dari depan pintu geser balkon yang memang terbuka.

Aku menggelengkan kepala pelan, kemudian aku menepuk sisi ayunan kananku. "Gimana kabarnya Kay?" tanyaku pada Kayana.

"Kabar Kayana nggak baik," sahut Kayana yang kini memelukku dari samping. Aku mengusap pelan rambut Kayana.

"Kenapa? Cerita dong sama Kak Icha," kataku. Kayana memang sering sekali curhat denganku, mungkin selama aku kabur ke Jakarta, dia juga bingung.

Kayana tipe remaja yang pendiam, dia tidak suka banyak bicara pada sembarang orang. Kayana akan cerewet hanya pada orang-orang terdekatnya. Aku tahu Kayana selalu ingin melakukan yang terbaik, dia ingin menjadi anak pintar dan membanggakan mama serta papa.

"Kayana sedih lihat Kak Icha yang murung. Kemana Kak Icha yang selalu ceria dan bercanda sama Kayana?" tanya Kayana yang mengurai pelukannya. Dia menatapku dengan wajah yang sedih, matanya berlinang air mata. "Harusnya Kay yang bilang ke Kakak. Kenapa Kak? Cerita dong sama Kay," lanjutnya lagi yang berusaha mengulas senyum tipis.

Aku justru malah menangis, aku tidak tahan mendengar ucapan Kayana. Dia yang biasanya tidak pernah mau ikut campur dengan permasalahanku, justru bertanya seperti ini. Aku memeluk Kayana dan menangis di pelukan Kayana. Aku hanya membutuhkan pelukan seperti ini dan mencoba melepaskan rasa sesak di hatiku.

Kayana mengusap punggungku pelan, dia membiarkanku menangis seperti bocah di pelukannya. Seingatku, aku menangis seperti ini sesaat setelah memutuskan pertunanganku dengan Felix.

Sore ini, Kayana mendengarkan isak tangisku dengan sabar. Tidak bertanya apa pun lebih jauh lagi. Dia hanya menemaniku, mengisi kesedihanku dengan tepukan hangat penuh ketenangan.

💌💌💌

"Besok acara lamarannya, bulan depan langsung nikah." Papa membuka suara setelah menghabiskan makan malamnya. Aku mengangkat kepalaku, pandanganku menatap sorot mata Papa yang tegas.

Rumah Mantan (Selesai)Kde žijí příběhy. Začni objevovat