DUA PULUH TUJUH

65.8K 8.5K 63
                                    

Jangan lupa klik bintangnya dulu gaes!

"Non, ini barangnya mau diletak dimana Non?" tanya Mbok Ani yang membantu membokar barang-barang milikku yang dikirim dari Jogja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Non, ini barangnya mau diletak dimana Non?" tanya Mbok Ani yang membantu membokar barang-barang milikku yang dikirim dari Jogja.

"Disimpan dulu deh Mbok ini yang dua kardus, soalnya ini nggak begitu penting," sahutku sambil mengangkat salah satu kardus yang lumayan berat. "Kayaknya Mama beneran udah ngusir aku deh Mbok," lanjutku pada Mbok Ani dengan nada bercanda.

Mbok Ani mengangkat sisa kardus lainnya, dia menertawakan keluhanku yang telah diusir oleh orangtuaku. Beberapa hari ini aku berusaha menyibukkan diri dengan mempersiapkan toko baru serta menata barang-barangku. Felix? Jangan ditanya dia kemana, Felix selalu berada di perusahaan.

Aku dan Felix bertemu hanya sebentar saat malam. Ingin bercerita soal Leta waktu itu saja belum sempat. Atau lebih tepatnya aku tidak tega menganggu Felix dengan banyak masalah lainnya. Aku hanya mampu menyemangati Felix yang sedang memperiapkan So Tasty Indonesia untuk lepas dari Caton Grup.

Biasanya saat siang hari aku akan menghampiri Felix di kantor. Hanya sekedar membawakan makan siang sambil mengobrol sebentar. Namun, dari kemarin aku tidak sempat bertemu Felix langsung.

Aku kemarin ada janji dengan pemilik kios, membahas tentang biaya sewa. Sampai sekarang aku belum menemukan kios yang pas, biaya sewa juga terlalu tinggi.

"Mbok, aku ke kamar dulu ya. Nanti makan siang Felix aku yang antar," pesanku pada Mbok Ani setelah kami meletakkan kardus-kardusku di gudang.

Aku menghubungi Kayana setelah sampai kamar. Kayana bilang dia sedang jam kosong karena gurunya rapat.

"Kayyy!" seruku saat panggilanku diangkat oleh Kayana.

"Ih! Kak Icha heboh banget sih," sahut Kayana yang aku tahu sedang menahan senyum bahagia. Aku jadi rindu dengan Kayana.

Aku berbaring di atas tempat tidur dengan kaki menggantung. "Kay ... Kakak belum bisa nemu kiosnya. Mahal-mahal banget, atau kita tunda dulu saja ya Kay?" ceritaku dengan nada suara pelan dan hampir putus asa.

"Modal kita memang terbatas sih Kak. Kay juga semalam ditanya Papa progres cabang Jakarta. Katanya kalau memang belum bisa sekarang kita jangan buru-buru Kak," jelas Kayana.

"Tapi, kakak pengennya segera buka cabang Kay. Kakak nggak ada kerjaan kalau kita undur pembukaannya," keluhku pelan.

Tiba-tiba aku mendengar Kayana berseru. "Kak! Kita buat toko online saja dulu. Karena Kay nggak bisa jalanin toko online dan offline sekaligus. Jadi Kak Icha aja yang jalanin toko online," saran Kayana yang suaranya menggebu-gebu.

Aku tersenyum mendengar saran Kayana. Sepertinya Kayana memiliki bakat bisnis yang bagus. "Berarti nanti stok kirim ke sini ya?" Aku memcoba mempertimbangkan saran Kayana.

"Iya Kak!"

"Oke deh. Boleh ini dicoba. Nanti untuk media sosialnya kakak rancang dulu semuanya. Semoga prospeknya bagus ya Kay," ucapku yang kini sama semangatnya dengan Kayana. "Udah dulu ya Kak. Kakak mau antar makan siang ke Felix. Salam buat Mama dan Papa," ujarku mengakhiri panggilan.

"Salam juga buat Kak Felix, Kak!" ujar Kayana sebelum aku memutus panggilan.

💌💌💌

Jam setengah dua belas aku sudah berada di lobi So Tasty Indonesia. Resepsionis yang sudah mengenalku langsung mempersilakanku untuk masuk. Karyawan Felix juga sudah tau kalau aku istri Felix. Beberapa waktu lalu aku bertemu dengan Andi dan dia bersikap berbeda, bahkan memanggilku Ibu Zemira.

Sebenarnya aku tidak suka situasi aneh seperti ini. Aku sudah menganggap Andi seperti temanku sendiri, namun sekarang Andi justru berubah. Dia seperti menjauh sejauh mungkin dariku. Mungkin dia tidak nyaman jika berteman dan akrab denganku yang sekarang berstatus istri pimpinan perusahaan tempat dia bekerja.

"Siang Chika!" seruku menyapa Chika yang masih duduk stand by di mejanya. "Ada sedikit camilan biar nggak setres banget," sambungku yang meletakkan sebuah bungkusan sedang di atas meja Chika.

"Terima kasih Bu." Chika berdiri dari duduknya dan menerima pemberianku dengan senyum merekah.

"Felix ada?"

"Ada Bu. Bapak sudah pesan kalau Ibu datang boleh langsung masuk," jelas Chika.

"Oke! Terima kasih Chika."

Aku langsung berjalan menuju pintu ruangan Felix. Mengetuk pelan pintunya, tidak ada jawaban. Aku pun memilih membuka pintu ruangan kerja Felix dan masuk ke dalam.

"Felix, aku bawain kamu sop daging nih!" ujarku semangat. "Kamu mau makan sekarang atau nanti?" tanyaku yang langsung menuju sofa set di ruangan.

Aku mengernyit saat tidak mendengar jawaban apa pun. Aku meninggalkan makanan di atas coffee table, saat berbalik melihat ke arah Felix. Aku melihat Felix ternyata tertidur di kursinya.

Aku tersenyum dan berjalan menuju sosok Felix. Aku berusaha untuk tidak membuat suara agar tidak menganggu tidurnya Felix. Aku perlahan menarik kursi di depan meja Felix.

Duduk di hadapan Felix yang tertidur. Memperhatikan wajah tampan Felix yang terlihat jelas sedang letih. Dua kancing kemeja hitam yang Felix kenakan terbuka, rambutnya tidak serapi tadi pagi. Bahkan di sela jari Felix masih ada bolpoinnya yang tutupnya terbuka.

Aku melipat kedua tanganku di atas meja. Kemudian kutumpukan kepalaku di atasnya. Aku diam dengan memperhatikan Felix yang tidur.

Jujur saja, aku rindu dengan Felix. Dia terlalu sibuk dengan masalah pekerjaan, sehingga sedikit mengabaikanku. Walaupun begitu, aku tahu bahwa aku tidak seharusnya mengeluh. Sebaliknya, aku harus mendukung Felix dan memberinya kekuatan.

Persiapan pemisahan So Tasty Indonesia akan memakan waktu yang panjang. Wajar saja jika Felix menjadi bekerja lebih keras. Belum lagi dia harus kembali menghadiri RUPS untuk membahas pemisahan STI.

Aku mengambil ponselku, mengirimkan chat kepada Chika. Memberitahu Chika untuk tidak ada yang menganggu Felix dulu, dia butuh istirahat sedikit lebih lama.

Bangun dari dudukku, aku mengatur suhu AC. Saat aku kembali duduk di hadapan Felix, aku melihat dahi Felix mengernyit. Dalam tidurnya saja Felix masih berpikir.

"Maaf," gumamku pelan. Kata-kata yang selalu ingin aku ucapkan pada Felix. Kalau aku dan Felix tidak menikah, dia tidak akan melalui masa sulit seperti ini.

Aku diam dan menitikan air mata secara tiba-tiba. Aku benar-benar merasa bersalah dan tidak tega pada Felix. Aku bahkan sering mengunjungi makan mama mertuaku, memohon maaf berkali-kali di sana.

Aku berusaha untuk tidak berbuat konyol. Bahaya jika Felix bangun dan tahu aku sedang menangis. Apa lagi kalau sampai ada orang tahu, bisa-bisa mereka mengira aku tidak bahagia menikah dengan Felix.

Memperhatikan orang tidur pasti akan membuat kita tertular. Mataku pun mulai terasa berat, aku menyerah dan membiarkan rasa kantuk mengambil alihku. Aku memejamkan mataku dan perlahan menggenggam tangan Felix pelan. Aku pun ikut tidur siang.

💌💌💌

Jangan lupa buat tinggalkan jejak komentar gaes!

Rumah Mantan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang