DUA PULUH SEMBILAN

69K 7.8K 109
                                    

Aku langsung menahan tangan Romi

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Aku langsung menahan tangan Romi. Aku ingin penjelasan dari Romi langsung, walaupun aku sudah menikah dengan Felix, tetap saja tidak adil rasanya dia meninggalkanku tanpa mengatakan apa pun. Aku memandang Romi dengan mata yang tajam, aku tidak akan melepaskannya begitu saja.

"Oke, kita bisa bicarakan ini baik-baik Zem," ujar Romi akhirnya.

Sialan, di saat seperti ini rasa kebeletku justru tidak menghilang. "Jangan kabur lo!" ancamku pada Romi. Aku akhirnya melepaskan Romi dan justru lari menuju arah toilet. Aku tidak bisa mencegah panggilan alam ini.

"Awas saja kalau sampai dia kabur," gumamku pelan.

💌💌💌

Saat aku kembali dari toilet Romi benar-benar menghilang. Aku pun memilih kembali menuju kasir. Felix yang sedang menatri tadi ternyata sudah selesai membayar. Dia menungguku di bagian luar meja kasir.

"Kok lama banget?" tanya Felix saat aku menghampirinya.

"Tau nggak sih! Tadi aku ketemu Romi berengsek," gerutuku sebal. Aku berjalan bersama Felix keluar dari supermarket. Aku melihat ekspresi wajah Felix yang mengernyit, dia sepertinya kaget, tidak menduga bahwa Romi tidak ke luar negeri.

"Terus? Kamu kok kesal banget?" Nada suara Felix tidak begitu bagus. Dia sudah mulai mengeluarkan aura tidak baik.

Aku memperhatikan raut wajah Felix yang berubah menjadi datar. Aku tersenyum menatap Felix, merangkul tangannya dan berkata, "Cemburu nih Pak?" Aku sengaja menggoda Felix, jarang-jarang aku melihat Felix cemburu seperti ini.

"Enggak. Ngapain aku cemburu sama si Romi." Felix boleh berkata tidak, tapi raut wajahnya tidak bisa berbohong. Dia tetap memasang wajah datar, sorot matanya sangat-sangat kesal.

"Aku tuh kesal karena Romi kabur, padahal aku mau tanya kenapa dia campakin aku seenak jidatnya aja. Dia sudah mempermalukan keluargaku, coba aja kalau kamu nggak ada. Udah nggak tahu deh gimana malunya aku dan keluarga," ucapku dengan nada suara yang benar-benar kesal.

Felix mengusap kepalaku sekilas. "Udah lalu masih aja diungkit, cemburu beneran nih," ancamnya yang membuatku terkekeh pelan.

Percakapan kami terhenti karena kami sudah sampai di dekat mobil yang terparkir tidak jauh dari pintu masuk supermarket. Felix memindahkan belanjaan dari troli ke bagian tengah mobil, sementara aku menuju ke pintu depan.

Sebenarnya, aku tidak ingin mengungkit-ungkit perihal masalah Romi. Sudah lewat memang, tapi entah kenapa aku ingin dengar langsung saja dari bibir pria itu. Apa salahku? Kenapa dia bisa setega itu pada diriku?

💌💌💌

Selesai makan malam, aku dan Felix memilih bersantai di ruang keluarga. Aku mengeluarkan camilan milik kami dan juga selimut. Sementara Felix, dia mencari film yang cocok untuk kami tonton bersama. Felix juga meredupkan lampu ruang keluarga, hari yang hujan justru membuatku mengantuk. Padahal, film saja belum dimulai.

Aku mengambil posisi duduk di sebelah Felix, selimut satu berdua kurang romantis apa lagi coba? Hanya toples kue sus kering yang mengganggu keromantisan ini. Aku menaikkan sebelah alisku melihat bukan film yang dipilih Felix, justru drama korea yang sedang naik daun. Minggu lalu Kayana sempat heboh bukan main dengan drama korea ini.

"Vincenzo Cassano? Tumben banget," komentarku.

Felix tidak menanggapi komentarku, dia justru menggenggam satu tanganku yang bebas. Dia menatapku dengan serius, perasaanku menjadi tidak enak dengan tatapan matanya. "Zem, kalau kita pindah ke rumah yang lebih kecil dari ini kamu keberatan?" tanya Felix dengan suaranya yang pelan.

Aku mengulas senyum dan berkata, "Nggak papa. Nggak masalah kok."

"Rumah ini dan beberapa asetku harus aku jual Zem," ungkap Felix yang terlihat bingung. "Saham milik Caton Grup di STI harus aku beli dan dengan begitu Caton Grup baru bisa melepaskan STI," jelas Felix lebih lanjut.

"Iya nggak papa, udah kamu fokus sama STI aja. Keputusan kamu selalu aku dukung kok," kataku yang kini memeluk Felix dari samping. Aku meletakkan kepalaku di bahu Felix yang tegap. "Sekarang kita nonton mafia ganteng dulu!" seruku kemudian.

Felix langsung menoleh padaku, dia tidak terima aku memuji pria lain ganteng. Padahal, tidak ada efek apa-apa jika aku memuji artis yang jauh di belahan dunia lain itu. Memang dasar Felix saja yang cemburuan.

"Tetap kamu yang paling ganteng kok," ralatku sambil cengengesan. Felix langsung memulai drama Korea pilihannya. Malam ini aku menghabiskan waktu bersama Felix, menebus saat-saat kami sibuk dengan urusan masing-masing.

💌💌💌

Aku hari ini janjian bertemu dengan seorang teman dari Jogja yang datang ke Jakarta untuk urusan pekerjaan. Kemarin Jean menghubungiku, dia bilang ingin bertemu karena saat aku pulang ke Jogja kami hanya bertemu sebentar di acara pernikahanku. Jean dan aku cukup dekat, sesekali kami suka duduk bareng sekedar nongkrong saja, tentunya saat itu aku masih tinggal di Jogja.

"Hati-hati di jalan ya," pesanku pada Jean. Kami sudah menghabiskan tiga jam dengan mengobrol ini itu. Jean harus pergi atau dia akan ketinggalan kereta.

"Kalau pulang ke Jogja kabarin ya, Zem!" ujarnya sebelum meninggalkanku di cafe sendirian. Tentu saja aku akan mengabari Jean, nongkrong di angkringan sampai tengah malam. Aku terkadang rindu juga masa-masa seperti itu.

Sepeninggal Jean aku tidak langsung pulang, melainkan menikmati pemandangan cafe yang tidak begitu ramai. Aku mengedarkan pandangan, memperhatikan interior cafe yang serba cokelat susu. Membuat mata nyaman dan perasaan terasa hangat saat duduk di cafe ini.

"Romi!"

Tiba-tiba aku mendengar seseorang menyerukan nama Romi dengan lantang. Aku langsung menoleh pada sumber suara. Di sana berdiri seorang perempuan melambai dengan senyuman pada seorang pria yang baru saja masuk ke dalam cafe. Aku terdiam saat melihat orang itu benar-benar Romi yang aku kenal.

Aku langsung bangkit dari dudukku tepat saat Romi akan melewatiku. Aku menahan tangan Romi dan menatapnya dengan tajam. Mata Romi terbelalak kaget, mungkin dia pikir tidak akan bertemu lagi denganku, setelah kemarin dia melarikan diri.

"Lo hutang penjelasan dengan gue," kataku menekan setiap kata yang aku lontarkan.

Perempuan yang tadi memanggil Romi menghampiri kami. Dia berdiri di sebelah Romi dan menatapku dengan tatapan heran. "Maaf Mbak ini siapa?" tanya perempuan itu padaku.

Aku tersenyum pada si perempuan dan dengan jelas berkata, "Gue? Gue mantan calon istri Romi yang dia tinggalin di hari pernikahan kami."

Aku menatap Romi yang terlihat sudah terpojokkan. Apa lagi saat perempuan itu terbelalak kaget dan menatap Romi dengan tatapan yang menyiratkan kepedihan dan kekecewaan terhadap Romi.

"Tapi ... lo tenang aja. Gue nggak berniat buat balik sama dia. Gue cuma mau tahu penjelasan dia, karena seharusnya manusia brengsek ini pergi ke luar negeri," tuturku sambil menatap sinis Romi. Aku memberikan gerakan mata ke arah kursi kosong di dekat kami. "Duduk dan jelaskan semuanya!" perintahku kemudian.

💌💌💌

💌💌💌

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
Rumah Mantan (Selesai)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant