SEMBILAN

83.3K 11.9K 1.2K
                                    

Tekan bintang sebelum mulai membaca~

Oh ya, jangan lupa tinggalkan emoticon love sebanyak mungkin di kolom komentar
❤️🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

Chika: Zem

Chika: Gue tiba-tiba diminta Pak Boss dampingi dia ke luar kota

Chika: Pak Boss pesan lo bantu-bantu aja di pantry selama dia pergi

Chika: Iri gue sama lo Zem!

Aku tertawa membaca chat terakhir Chika. Aku memang bebas kalau Felix tidak ada dan terkesan senang luar biasa. Tapi, itu kemarin-kemarin, beberapa hari yang lalu. Semua berubah sejak tadi malam.

Felix, dia membawa kembali getaran yang pernah aku rasakan buat dia. Kenangan-kenangan yang selama ini aku coba tutupi mulai menyeruak kembali. Semalam aku tidak bisa tidur, bukan karena masih ketakutan, itu karena efek perhatian Felix padaku. Berdampak sangat-sangat besar.

Mengingat masa lalu, mengingat juga bahwa aku tidak bisa berharap untuk kembali kepada Felix. Aku harus ingat tentang masa lalu kami, tentang kenapa aku dan Felix memilih berpisah. Sudah takdirnya aku dan Felix untuk tidak bersama. Pertemuan ini konyol karena aku yang terlalu bersumbu pendek.

"Besok gue traktir makan dong, besok gajian. Lo gaji pertama kan?" Andi terlihat sangat bersemangat dengan segelas minuman sereal di tangannya.

Aku tersenyum, antara senang dan juga sedih. "Lo nggak tahu aja gue punya banyak hutang," gumamku pelan.

"Kalau gitu gue yang traktir lo, gimana?" tawar Andi kemudian, alisnya naik turun dengan menggemaskan. Membuatku tertawa kecil.

"Oke!" setuju akhirnya.

Rencanaku setelah gajian adalah pindah dari rumah Felix. Walaupun, tinggal di paviliunnya tetap saja itu bagian dari rumah Felix. Aku juga tidak begitu nyaman tinggal dengan Felix yang bukan siapa-siapaku.

Siapa bilang bukan siapa-siapa? Dia mantan lo Zem!

Hati kecilku bersuara keras, membuatku merasa lebih miris lagi dengan fakta tersebut. Sepertinya hanya aku satu-satunya perempuan yang tinggal menumpang dan menyusahkan mantan. Bahkan aku yang memutuskan Felix dulu.

Hutangku pada Felix akan aku lunasi dengan pemotongan gaji secara berkala. Setidaknya, sampai hutangku lunas aku punya pekerjaan tetap. Lagi pula, aku tidak ingin menyusahkan Felix terus-terusan.

"Zemira, tolong belikan gue obat sakit kepala!" perintah Bona—dia ini dulu karyawan yang menggosipkan Felix di lift.

"Hmm," sahutku ogah-ogahan.

Ingat Zem, lo masih punya cicilan hutang dengan Felix. Nggak boleh malas!

Hanya kalimat itu yang bisa menyemangati diriku sendiri. Tentu saja, dengan ingatan hutang-hutangku dengan Felix. Andi saja hanya tertawa melihat wajahku yang sebenarnya ogah membelikan obat untuk Bona.

Rumah Mantan (Selesai)Where stories live. Discover now