DUA PULUH TIGA

76.5K 10.3K 363
                                    

Jangan lupa tekan bintang sebelum mulai membaca~

Tinggalkan emoticon untuk cerita ini di kolom komentar sebanyak mungkin
❤️🧡💛💚💙💜💜🖤🤍

"Ini benaran nggak ada bulan madu?" Aku bertanya sambil mengekor di belakang Felix.

Ini hari ke dua aku berada di Jakarta, kemarin saat sampai di rumah Felix langsung ke kantor. Pagi ini, aku sudah geram melihat Felix sudah siap dengan baju kantornya. Bisa-bisanya dia tidak mengambil cuti.

"Zem, kamu tahu pernikahan ini di luar rencanaku. Aku nggak bisa cuti begitu saja saat pekerjaanku banyak dan menumpuk," tutur Felix yang duduk di kursi, di atas meja sudah tersedia sarapan bubur ayam buatan Mbok Ani.

Aku ikut menarik kursi. "Sehari atau dua hari aja nggak bisa? Nggak perlu buat bulan madu, seenggaknya kamu cuti," ujarku yang masih tidak terima diperlakukan Felix seperti ini.

Felix menatapku, dia menghela napas dan kembali meletakkan sendok makannya. "Aku berangkat," katanya kemudian.

Aku hanya bisa terbengong saat Felix meninggalkanku di ruang makan. Dia pergi begitu saja tanpa sarapan dan tanpa menjelaskan apa pun padaku. Felix masih tetaplah Felix, gila kerja tanpa memikirkan keluarganya.

Aku tidak menuntut untuk bulan madu, seenggaknya Felix ada di rumah satu atau dua hari saja. Cuti barang sehari atau dua hari tidak akan membuat Caton Group bangkrut dalam semalam. Aku hanya mau Felix dan aku menjadi lebih dekat sebagai suami istri, dinikahkan dengan Felix saja sudah membuatku kaget, sekarang harus tiba-tiba pindah ke Jakarta dengan status istri orang, aku lama-lama bisa gila.

"Hah! Felix benar-benar ...." gumamku sambil menatap semangkuk bubur ayam yang tidak disentuh sedikit pun oleh Felix.

Aku akhirnya bangun dari kursiku dan menuju dapur. Aku menemukan Mbok Ani yang sedang membereskan belanjaan kami tadi subuh. Aku dan Mbok Ani pergi berbelanja sayuran segar di pasar tradisional, pulang-pulang aku emosi melihat Felix yang siap berangkat kerja.

"Mbok, minta tolong buburnya Felix dimasukan ke tempat makan ya. Biar saya antar ke kantor," kataku pada Mbok Ani.

"Bapak memang begitu Bu, dari dulu nggak pernah libur kerja. Sakit juga masih mikirin kerjaan Bu. Mungkin Bapak masih butuh penyesuaian, bukan Ibu saja yang kaget. Sepertinya Bapak juga kaget," ujar Mbok Ani padaku.

Berhubung aku pernah tinggal di sini, jelas Mbok Ani dan aku sudah saling mengenal. Aku menggantikan posisi Mbok Ani memasukkan sayuran ke dalam kulkas, sementara beliau berjalan menuju meja makan dengan kotak makan di tangannya.

"Apa lagi sekarang beban Bapak nambah, ada Ibu yang harus dinafkahi. Tambah semangat deh kerjanya." Mbok Ani menggodaku dengan mengedipkan sebelah matanya. Aku hanya tersenyum tipis, dalam hati mengakui bahwa sepertinya aku cukup berlebihan pagi ini.

Rumah Mantan (Selesai)Where stories live. Discover now