Her Choice

21.5K 4.7K 1.8K
                                    

"Pa, Karin mohon sekali ini aja biarin Karin yang ngambil keputusan untuk hidup Karin sendiri, selama ini Karin selalu ngikutin mau Papa

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

"Pa, Karin mohon sekali ini aja biarin Karin yang ngambil keputusan untuk hidup Karin sendiri, selama ini Karin selalu ngikutin mau Papa. Sekali ini aja, Pa" Karina memohon dengan suara serak di tengah tangisnya.

"Saya sudah memberi opsi, Karina. Kamu yang memutuskannya kan? Pilihan ada di tangan kamu sendiri. Apa lagi?"

"Jangan memberinya pilihan, biar sebebas dia menentukan ini akan bagaimana."

Bu Atun lagi lagi melawan semua kalimat yang diucapkan Seno, membela wanita malang yang berada di sisinya. Tisha sendiri hanya terdiam sambil memeluk anak perempuannya, sudah seakan tidak mempunyai tenaga untuk ikut membuka suara.

"Membiarkannya mengambil pilihan untuk tetap melahirkan anak ini tanpa ada pernikahan? Anda jangan naif! Kehormatan nama keluarga saya dipertaruhkan!"

"Anak perempuan yang hamil karena tindak asusila bukan aib, dia adalah korban yang harusnya kita bimbing." bu Atun mengelus lengan Karina, mencoba menenangkan.

"Lalu saya harus berkoar koar agar orang tau kalau anak saya hamil karena diperkosa? Bahwa ini juga bukan kehendaknya? Agar mereka memaklumi jika tidak ada pernikahan?"

"Tidak perlu berkoar koar, penjarakan pelakunya. Orang akan tau pada akhirnya."

"Lalu nasib Karina? Siapa yang mau menikahinya kelak? Anda jangan mengeluarkan kata 'akan ada pria yang tepat yang baik' atau apalah itu! Saya tidak perlu omong kosong! Kita bicara realitanya!"

"Tapi—"

"I'll go with the second option. Karina bakal aborsi" Karina memotong ucapan bu Atun, setelah terdiam beberapa saat.

Yoga yang sedari tadi menunduk dan menenggelamkan wajahnya di telapak tangan sontak mendongakkan kepala, tatapan matanya lurus ke arah Karina. Tangannya gemetar. Mendengar kata itu dari mulut Karina sendiri, rasa sakitnya semakin menjadi jadi.

"Rin—" gumam Yoga dengan suara parau, genangan air menumpuk di ujung mata pria itu. Karina membuang tatapannya dari Yoga, tidak menoleh sama sekali walau mendengar namanya disebut pria itu.

"Bisa Yoga bicara berdua sama Karina?" Pinta Yoga lemah. Sehancur hancurnya ia sekarang, tetap ada yang harus tetap dipertahankan.

"Bicara di sini" jawab Seno singkat dan mutlak.

Yoga menggigit bibirnya, lalu mengusap wajah sekilas. "Rin, inget ga apa yang dibilang Dokter Anisa seminggu yang lalu waktu kita check up? Wajahnya mulai kebentuk, Rin. Mata, telinga, hidung. Jari tangan sama kakinya juga, kan? Detak jantungnya makin jelas, dia juga udah mulai gerak walau kamu belum bisa ngerasain itu" suara Yoga gemetar menahan tangisnya yang seperti akan meledak saat mengucapkan kalimatnya barusan.

The Second You SleepOnde histórias criam vida. Descubra agora