Dark Memory

21.8K 4.3K 854
                                    

Yoga membuka pintu ruang rawat, setelah kembali dari ruangan Dokter yang menangani Karina

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yoga membuka pintu ruang rawat, setelah kembali dari ruangan Dokter yang menangani Karina. Lalu pria itu menempati sisi kosong sofa di sebelah bu Atun—yang sejak tadi mendiamkannya. Yoga menyapu pandangannya sekilas pada wanita yang terbaring dengan mata terpejam di ranjangnya.

"Percuma kamu baca buku ibu hamil tebel-tebel kalau masih aja ndak tau menanggapi perilaku ibu hamil!" Ucap bu Atun dengan suara sangat pelan namun Yoga dapat merasakan emosi yang ditahannya dari nada suara wanita tersebut.

Yoga masih diam, tahu persis ia bersalah.

"Harusnya kamu iya-iyakan saja dulu apa yang dia bilang, ndak usah buat dia makin bingung, makin stress. Emang di buku yang kamu baca itu ndak ditulis kalo ibu hamil ndak boleh banyak pikiran? Kamu itu kalo mau protes ya ke Bapaknya! Wong Bapaknya yang buat keputusan itu. Di saat-saat seperti ini Karina juga pasti mudah terpengaruh dengan apa yang dia kira akan menjadi lebih mudah untuk ke depannya."

Yoga menumpu kedua sikunya di atas lutut, lalu menenggelamkan wajah di telapak tangan. Dengan mata yang terpejam, ia mendengar semua kalimat yang diucapkan bu Atun. Kalimat yang menyadarkan betapa bodohnya dirinya. Entah bagaimana reaksi Karina saat ia sadar nanti, Yoga sudah tidak bisa lagi menduganya. Hanya rasa bersalah lah yang memenuhi kepala dan hatinya.

"Lihat kan apa yang terjadi kalo kamu ndak bisa nahan emosimu? Kamu juga ndak bisa nahan cangkemmu! Astaghfir, Yoga!" bu Atun mengurut dadanya. "Ndak Bapaknya, ndak kamu wes edan kabeh! Ya Allah, Ya Gusti tabahkan hatinya. Cah ayu, kenapa banyak sekali cobaanmu."

Yoga mendongak saat mendengar helaan napas bu Atun. Wanita itu kini memijit ujung pelipisnya dengan gerakan memutar. Yoga bangkit dari duduknya, dan bersimpuh di hadapan bu Atun. Tangannya menggapai kedua tangan milik bu Atun—yang kulitnya sudah tak sekencang dulu lagi.

"Bu, Yoga tau ini semua salah Yoga. Awal kekacauan ini juga karena ulah Yoga sendiri. Tapi selama ini cuma ibu tempat Yoga pulang yang paling nyaman. Kalo ibu juga gini sama Yoga, Yoga nyari ketenangan sama siapa? Yoga tau ibu kecewa sama Yoga. Tapi mohon jangan perlakukan Yoga kayak orang asing, bu."

Yoga meluapkan apa yang ia rasakan selama ini. Bagaimana ia merasakan jarak yang diciptakan wanita itu terhadapnya karena bu Atun menjadi tidak banyak bicara, tidak seperti biasanya. Suasana rumahnya juga menjadi sedikit asing. Yoga tidak suka dengan itu, sama sekali tidak.

Dengan tangan yang bergetar Yoga membawa tangan kanan bu Atun ke depan bibirnya, lalu menciumnya dengan khimat. "Maafin Yoga ya bu, tolong maafin." bisik Yoga lirih setelahnya yang hanya dibalas dengan tepukan di punggung.

"Ibu mau sholat dulu, jaga Karina." Bu Atun bangkit dari sofa yang ia tempati untuk menuju mushola. Yoga menangkap gerakan bu Atun yang mengusap ujung matanya ketika wanita itu menutup pintu ruang rawat.

Kemudian Yoga beralih duduk di samping ranjang Karina. Tatapannya menuju ke arah perut buncit Karina dengan sorot mata yang melembut. Mendekatkan kepalanya di sana, Yoga berbisik lirih. "You're my only happiness in this chaos."

The Second You SleepWhere stories live. Discover now