nineteen

503 62 13
                                    

RUANG keluarga dimana tempat Bara berada saat ini. Berbaring di paha Mommy sebagai bantalan, serta usapan halus Mommy dirambutnya.

Daddy juga berada disana, merangkul bahu Mommynya dengan mata yang terfokus pada movie berbayar yang mereka tonton ditelevisi.

Bara menyukai suasana ini. Suasana yang harmonis.

"Sayang," Ketika Queen memanggil, kedua lelaki itu kompak menyahut, kemudian saling berpandangan.

"Siapa?" Tanya Bryan, ingin tahu siapa yang Queen maksud dalam panggilan 'sayang'.

"Bara lah."

"Oh"

"Sekolah kamu gimana, nak? Coba cerita dong sama Mommy, Mommy pengen denger."

"Biasa aja."

Helaan napas lolos begitu saja dari bibir Mommy. Sifat Bryan benar-benar menurun ke anaknya, sangat persis hingga Queen kesulitan untuk menuntut Bryan agar bisa lebih terbuka akan kehidupannya.

"Dad, lihat anak kamu, tuh. Persis banget kayak kamu dulu. Nggak ada bedanya!" Gerutu Mommy sambil bersedekap.

Lalu Mommy kembali menatap Bara penuh selidik. "Mommy yakin kamu disekolah pasti jarang bergaul, kan?"

"Untungnya kamu punya sepupu yang seumuran kayak Gavin. Syukur juga Elvano sama Reon betah temenan sama kamu."

"Selama dengan bersikap kayak gitu bikin kamu tenang, Daddy nggak masalah."

Bara tersenyum tipis pada Daddy. Cuma Daddy yang mengerti dan memahami dirinya, mungkin juga karena dia dan Daddy memiliki sifat yang sama.

Mommy melotot."Kamu gimana, sih? Kok dukung Bara? Kalau dia kurang bersosialisasi, itu bisa merugikan dia sendiri nanti. Beruntung Beltran nggak ikut-ikutan kalian berdua, kalo iya, bisa tambah tibet nantinya."

Bara dapat melihat kekhawatiran dimata Mommy. Perlahan dia bergeser menghapus jarak antara dia dan Mommy, lalu memeluk Mommy dari samping.

"Don't worry, Mom."

Mommy menangkup wajahnya. "Gimana bisa Mommy nggak khawatir? Mommy nggak pernah tahu bagaimana kehidupan luar kamu. Mommy nggak bisa kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu nanti. Harusnya kamu contoh adik kamu. Dia bisa terbuka sama Mommy dan Daddy. Mommy harap kamu juga bisa begitu."

Bara menatap Mommy menyesal. "Sorry for not being able to be the best for you."

Queen menggeleng, "Don't say that, dear. You and your young brother are the best. Sorry if what I said offended you, boy."

"I love you." Bara memeluk Mommy erat.

"Me too."

Bryan hanya menyimak sambil memakan cookies buatan Queen. Dirinya terabaikan, tidak apa, sungguh.

"Beltran mana?" Tanya Bryan begitu menyadari akan ketidakhadiran anak itu. Pantas saja tidak terjadi kerusuhan, biangnya sedang tak berada disini.

"Samlekum, Ayah, Bunda." Beltran nyelonong masuk dengan terburu-buru. Terlihat kesusahan membawa seseorang yang berada dalam gendongannya.

"Ayah? Bunda? What—Ya ampun, Beltran! Itu anak siapa yang kamu culik?"

"Nasha manggil orang tuanya pake Ayah-Bunda, jadi aku mau latihan supaya nggak salah manggil calon mertua aku hehe."

"Terus ini siapa yang kamu culik?"

"Enak aja, mom! Sebagai anak soleh, aku gak pernah berbuat kejahatan apalagi nyulik anak orang. Niat aku ini baik mau nyolong—maksudnya nolongin nih cewek." Beltran menunjuk cewek itu lewat tatapan matanya.

"Apa dia yang namanya Nasha?"

Beltran mengangguk cepat. "Iya"

"Ya sudah, cepet angkat bawa ke kamar kamu. Gak tega Mommy lihat muka jelek kamu yang gak tahan nahan beratnya."

"Astagfirullah, Mommy berdosa banget. Dipuji kek anaknya, ini malah ngejulid."

"Bawa aja sana cepet, nggak usah banyak omong lagi."

"Iya, iya!" Beltran berdecak, lalu mulai menaiki tangga menuju kamarnya.

Bryan yang menyaksikan itu hanya menggelengkan kepala pelan. Tak lama kemudian Beltran turun dan ikut bergabung dengan mereka.

"Dimana kamu nemuin cewek itu?" Tanya Bryan penasaran.

"Dari kayangan. Cantik, kan, Dad, bidadari aku?"

"Cantik, sih. Sayangnya kalian gak cocok. Masa cewek secantik dia pasangannya cowok sejelek kamu." Bukan Daddy yang menyahut, melainkan Mommy.

"Tuh, kan, julid banget. Nistain aja aku terus! Gak papa, sumpah, ikhlas aku mah!"

Queen tertawa sedangkan Bryan terkekeh geli. Bara hanya diam saja.

"Eh, tapi kan, Mom, Cantikan mana Binasha sama Alinza gebetannya Abang?"

Bara yang merasa disebut menoleh sinis kearah Beltran.

"Cuma nanya doang kok, sinis amat!" Kata Beltran, sengit.

"Semua perempuan itu cantik sih sebenernya. Tapi kalau ditanya cantikan mana, kayaknya Mommy jawab Alinza aja deh."

Beltran memicingkan matanya. "Mommy nggak kena sogok sama Abang, kan?"

Queen terkekeh. "Nggak, lah. Lagian Alin sama Abang kamu cuma temenan doang kok, nggak lebih."

"Jangan percaya sama Bang Bara deh, Mom. Buktinya cuma Alin satu-satunya cewek yang pernah ngobrol sama dia, jalan bareng dia, dan duduk ditaman sama dia. Apa lagi namanya kalo bukan suka?"

Bara mendengus mendengarnya. "Sotoy!"

"Apa lo?!" Beltran mendelik. "Oh iya, Mom. Kayaknya Bara juga udah menjelma jadi buaya deh."

"Abang!" Koreksi Queen cepat.

"Iya, itu maksudnya. Akhir-akhir ini aku sering liat dia lagi deket sama temen deketnya Alin, namanya Agatha. Parah banget nggak sih, Mom?! Kasian sama Alin dighosting, mana nyarinya yang teman dekatnya Alin lagi! Nggak mikir deh kayaknya."

Queen berdecak. "Mommy curiga, disekolah, kamu malah jadi penyebar gosip yang nggak-nggak."

"Lah, Mommy kok gitu? Kok gak percaya aku, sih? Beneran loh, Mom, Bara deketin Agatha setelah dia deketin Alin. Jangan-jangan dia cuma manfaatin Alin buat deketin Agatha? Gila, licik banget. Duh, kasian bebep Alin gue."

"Panggilan abangnya kelupaaan. Dibiasain manggil Alin kakak ya, gimana pun dia tetap lebih tua dari kamu."

Beltran menatap pongah. "Iya, Mom, iyaaa."

***

TBC

gaada author note, lagi gamau curhat dan males basa basi


published March 8, 2021.

Harmony ; family relationshipWhere stories live. Discover now