thirty eight

442 50 10
                                    

JANGAN LUPA VOTE SEBELUM MEMBACA

HAPPY READING

***

LANGIT cerah tidak membuat orang-orang disana menjadi ceria. Suram dan sendu kental terasa.

Orang-orang berpakaian serba hitam berdiri sambil merapalkan doa didepan gundukan tanah subur bertuliskan nama lengkap Queen.

Keluarga yang ditinggalkan merasa berduka atas kepergian orang yang paling mereka sayangi. Semua anggota keluarga tentu sangat terpukul atas kepergian Queen, tetapi diantara semuanya, Beltran yang paling kentara menunjukan rasa kesedihannya.

Duduk disebelah makam sambil memeluk nisan Mommynya. Ada semacam perasaan tidak rela saat Tuhan lebih dulu mengambil Mommynya pergi bahkan disaat dia belum pernah membahagiakan Mommynya dengan hasil kerja kerasnya sendiri.

"Mommy, jangan tinggalin aku" Dia meraung sangat keras membuat orang-orang disana menatap iba kearahnya. "Aku masih butuh Mommy"

"Mommy..." dia terisak sambil terus mengelukan kata 'Mommy'.

"Ikhlasin Mommy ya, nak." Bryan mengusap punggung Beltran, Pria itu menghapus air disudut matanya sebentar. Berusaha untuk tetap tegar dimata anak-anaknya meski dialah yang merasa paling hancur karena ditinggalkan. "Daddy juga awalnya begitu, tetapi Daddy sadar Mommy kamu nggak akan pernah bisa beristirahat dengan tenang selama kita belum melepaskan kepergian dia dengan ikhlas. Jadi, Daddy mohon...ya, nak?"

Meski sulit, namun dengan gerakan pelan Beltran mengangguk. Menepis jauh rasa perasaan tidak relanya demi bisa membuat Mommy pergi dengan tenang.

Didepan Beltran dan Bryan ada Bara dan juga Alin. Alin juga terisak, pasti cukup sakit baginya disaat dirinya baru menemukan Ibu kandungnya dan ingin mulai hidup bersama, namun malah kembali dipisahkan oleh takdir. Meski tahu semua ini karena takdir, namun Alin tetap merasa bersalah. Mengklaim dirinya sebagai penyebab Queen meninggal. Andai Mommy tidak menolongnya saat ditembak oleh suami Mamanya, Mommy pasti masih hidup dan dia yang akan ada pada posisi Mommy sekarang berada. Yah, memang seharusnya begitu.

Sedangkan Bara, dia tidak banyak bicara. Dia hanya diam sesekali menahan matanya yang berkaca-kaca. Kentara sekali bahwa pikirannya campur aduk, emosinya tidak stabil. Dari ekspresinya ada perasan marah, sedih, kecewa, sakit yang bercampur menjadi satu. Dia bahkan tidak tertarik untuk menenangkan Alin maupun Beltran yang histeris. Menenangkan dirinya sendiri saja dia tidak mampu. Seumur hidupnya dia tidak pernah marah-marah dan melawan Mommynya, namun untuk kali ini rasanya dia ingin marah. Mommy meninggalkannya pergi. Mengapa Mommy tidak sekalian mengajaknya?

"Aku udah Ikhlasin Mommy, Mommy yang tenang disana. Aku pasti nyusul, tapi mungkin masih lama. Mommy harus bahagia disana ya dan tungguin aku juga. Aku bakal nggak sabar pengen ketemu Mommy" Beltran mencoba untuk mengembangkan senyumnya didepan nisan Mommy. Sebelumnya, dia menghapus sisa-sisa bercak air matanya dipipi.

Perlahan-lahan orang-orang mulai berkurang. Hingga semua sanak saudara, keluarga, maupun teman-teman sudah pulang menyisakan keluarga mereka saja.

Langit yang awalnya cerah, kini mulai menggelap. Diawali rintik-rintik kecil yang berubah menjadi gerimis. Sudah hampir jam enam sore, waktunya untuk pulang kekediaman. Untuk pertama kalinya mereka akan hidup bersama tanpa Queen.

Harmony ; family relationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang