thirty four

351 48 4
                                    

JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA

HAPPY READING

***

DISINI Alin berada, mengendap-endap masuk ke dalam ruangan yang sangat dilarang Rana untuk dimasuki olehnya. Selama ini Alin hanya menurut dan tidak pernah sekalipun berani masuk ke dalam ruangan ini. Namun untuk kali ini, rasa penasarannya membuncah ketika melewati ruangan ini. Sekaligus heran mengapa Rana melarangnya masuk kesini, ke dalam ruangan kerja Rana.

Alin melihat ruangan ini yang hanya terdapat berkas-berkas serta meja dan kursi kebesaran Rana disana. Entah apa yang memancing Alinza untuk tertarik melihat berkas-berkas disini.

Alin membuka salah satu berkas yang ia ambil dalam laci meja kerja Rana. Ternyata hanyalah sebuah sertifikat tua, namun masih bagus. Namun seiring membaca, dahinya mengerut heran saat sebuah nama asing tertulis disana.

Itu adalah sertifikat rumah. Seharusnya pemiliknya masih atas nama Rana sendiri. Namun, mengapa bertuliskan nama orang lain? Yang paling membuatnya penasaran, nama siapakah itu?

Ashienna Brinella Qeynalin Zeth.

Begitulah sekiranya nama yang terpampang disana.

Tapi tunggu dulu! Bukankah marga yang terdapat pada ujung nama adalah marga keluarganya Bara?

Pandangan Alin jatuh pada foto yang terpajang di atas meja kerja Rana. Foto seorang lelaki yang Alin duga adalah ayahnya.

Alin mengusap foto itu. Cukup bahagia bisa melihat wajah ayahnya meski hanya dalam foto.

Tanpa sengaja mata Alin menatap ke luar jendela dan melihat Rana yang membuka gerbang dan masuk kearea rumahnya sambil menyeret kopernya.

Cepat-cepat Alin meletakan barang-barang ia sentuh seperti semula kemudian keluar dari sana.

Alin menghembuskan nafas lega, beruntung sekali ia tahu kepulangan Rana. Jika tidak, Rana mungkin akan marah besar jika mengetahui Alin masuk ke ruang privasinya.

Ia berpaspasan dengan Rana ditangga, wanita itu seperti kelelahan. Ingin segera beristirahat dikamarnya.

"Alin, kamu udah makan?" Rana menyempatkan diri untuk bertanya meskipun ia sedang kelelahan.

"Udah." singkatnya, lalu bertanya balik, "Mama?"

"Udah kok, yaudah mama istirahat dulu ya" Rana menepuk bahu Alin, tersenyum kecil lalu segera berjalan menuju kamarnya.

Alin berjalan menuruni tangga, tiba-tiba kakinya secara otomatis berhenti ditangga ketika melihat seseorang yang masuk kerumahnya dengan lancang.

Orang yang Alin yakini menjadi dalang penculikannya dan Agatha beberapa hari yang lalu. Alin tersenyum. Kedatangan Angel seperti sedang mengantar nyawanya sendiri.

Angel yang menatap sekeliling rumahnya melotot saat melihat keberadaan Alin yang berdiri ditangga.

Perempuan itu mengernyit, "ngapain lo disini?!"

Aneh.

Harusnya Alin yang menanyakan itu. Namun kali ini, Alin mengabaikannya. Lebih memilih menuruni tangga, berjalan mendekati meja dimana tempat meletakkan senjata-senjata seperti pedang, pisau, pistol dan lainnya yang digunakan untuk pajangan semata. Tetapi, Alin malah mengambil salah satu senjata api, mengisinya dengan peluru yang dia dapatkan dari laci.

Harmony ; family relationshipDonde viven las historias. Descúbrelo ahora