Prolog

13.4K 806 40
                                    

Seorang gadis belia berusia tujuh tahun tengah mengumpulkan kayu bakar di hutan. Usai semua kayu bakar terkumpul, ia mengikatnya menjadi satu. Tak banyak oleh karena itu ia bisa membawanya tanpa kesulitan yang berarti. Di tengah perjalanan menuju rumah, ia mendengar suara geraman kesakitan.

“Suara apa itu?” Matanya berpendar, mencari sumber suara saat telinganya kembali mendengar suara yang sama namun jauh lebih keras. Gadis itu meletakkan kayu bakar miliknya ke tanah, meninggalkannya begitu saja untuk mencari sumber suara karena penasaran. Lalu ia melihat seekor singa putih tengah berbaring lunglai di tanah. Kepalanya bergerak-gerak sambil menggeram kesakitan. Tampak kaki kirinya terluka karena sebuah perangkap yang sepertinya dipasang oleh para pemburu.


Gadis itu mendekati Sang singa lalu duduk di sampingnya tanpa rasa takut sedikitpun. Tatapannya terpusat pada luka di kaki singa, menatapnya sedih sekaligus khawatir. “Kau terluka, Raja Singa.” Sayangnya, sang singa beringsut menjauh sambil menggeram marah. “Jangan takut. Aku takkan melukaimu. Tenanglah, Raja Singa.”

Sang singa menggeram keras agar gadis itu menjauh hingga berlari ketakutan. Sayangnya, gadis itu tak merasa takut sedikitpun. Gadis itu bahkan dengan berani mengusap bulu yang menghiasi kepalanya dengan senyuman lebar seolah mendapat mainan baru. Sang singa berkedip saat melihat wajah bahagia tersebut. Anehnya, sentuhan gadis itu membuatnya kecanduan. Ia meliukkan kepalanya manja kearah gadis itu untuk mencari kenyamanan. Moncongnya berada di lekukan leher Si gadis.

Ada sebuah tanda lahir bersimbol mahkota kecil di leher kanannya. Sang singa mengendus aroma tubuh yang mengundang rasa laparnya itu rakus. Sesekali ia menjilati area itu hingga membuat siempunya terkikik kegelian.

Menyadari sang singa telah luluh, senyum gadis itu kian melebar. Tangan mungilnya melingkari kepala singa itu, memeluknya gemas. “Kau ternyata sangat manja, Raja Singa.”

Sang singa membuka mulutnya lebar-lebar, menunjukkan giginya yang bersih nan rapi serta taring panjang yang runcing di masing-masing sisinya. Ia membuka mulut dan bersiap memakan santapan lezat di hadapannya. Namun mulutnya tertutup rapat saat suara gadis itu kembali mengudara.

“Nenek salah. Kau sama sekali tak jahat. Kau bahkan tak memakanku.” Saat gadis itu mengurai pelukannya, sang singa menggeram tak suka. “Aku akan mengobati lukamu,” ujar gadis itu menenangkan sambil membuka benda yang menjepit dan melukai kaki sang singa dengan hati-hati.

Sang singa menggeram kesakitan sebelum merasa lega.

“Maaf jika aku melukaimu. Aku akan mencari dedaunan untuk mengobati lukamu.”

Singa itu berbaring dengan anggun. Kepalanya berdiri tegak bak seorang raja. Ekornya bergerak kesana kemari seolah menjadi tanda jika ia tengah senang.

Manik bulat keemasan miliknya memperhatikan gadis cantik yang tengah bergerak kesana kemari, mencari obat untuk mengobati kakinya dengan sorot bersahabat. Dia sangat baik, pikirnya.

Usai menemukan semua yang dibutuhkan, gadis itu mulai menghaluskannya dengan batu berukuran sedang yang terdapat di hutan. “Apakah kau tahu, Raja Singa?” Gadis itu kembali bersuara, tanpa menoleh.

Singa itu menyahut dengan menggeram kecil.

“Nenekku adalah seorang tabib kerajaan. Jadi aku mengerti sedikit tentang dunia pengobatan. Oleh karena itu, aku bisa mengobati lukamu.” Gadis itu menatap singa itu dengan senyuman. Setelah dirasa cukup halus, ia pun tersenyum senang. “Lihat, lihat, Raja Singa! Obat untuk kakimu telah siap!”

Sang singa mengangguk kaku. Ia memerhatikan wajah ayu gadis yang tengah mengobati luka di kakinya itu lekat. Gadis itu pun mengikat kakinya yang telah diobati dengan sebuah sapu tangan berwarna putih.

“Ini adalah sapu tangan pemberian Nenekku. Di sapu tangan ini terdapat ukiran namaku dan sapu tangan ini untukmu, Raja Singa. Anggap sebagai hadiah kecil dariku,” ujar Si gadis menatap singa itu dengan senyum manis. Usai mengobati luka di kaki singa itu, ia mengusap kepala hewan buas yang telah jinak itu lembut. “Sekarang pergilah, Raja Singa. Kakimu akan segera sembuh.”

Singa itu menggeram penuh protes.

“HARNUM! DIMANA KAU, ANAK NAKAL?!”

Sontak gadis itu berdiri dengan tubuh yang bergetar ketakutan saat mendengar suara keras yang sangat familiar tersebut. Singa itu menyadari gelagat takut dari gadis itu pun segera bangkit dan bersikap waspada sambil menggeram marah.

“A-aku melupakan kayu bakarnya. A-ayah pasti akan memarahiku lagi.” Gadis itu menunduk, menatap sang singa khawatir. “A-ayahku adalah seorang pemburu. Kau harus segera pergi, Raja Singa. Pergilah yang jauh. Aku akan menahan ayahku,” ujar gadis itu sebelum berlari lalu menghilang seiring cepatnya kaki mungil itu dibawa pergi oleh pemiliknya.

Sang singa menggeram pelan dengan tatapan tajam penuh kesedihan. Ia sangat benci dengan perpisahan mereka tersebut.

“Pangeran .... Anda di mana? Segeralah kembali. Ibu Ratu mencari Anda.”

“Ya, Jenderal.”

Sang singa menggeram sendu namun matanya berkilat dingin. Ia bergumam penuh keseriusan sebelum berlari cepat, meninggalkan hutan barat Alaska dengan membawa kenangan manis gadis itu bersamanya.

Akan kutemukan dirimu kembali, Permaisuriku~

***

Holaaa! Akhirnya di publish juga di siniii. Gimana? Ada yang udah mampir ke lapak Permaisuriku~ di KK? Wkwkwk

Yang pernah baca Permaisuriku~ versi awal (di akun BeautifulSea25) versi revisi dan versi baru ( di akun StarSea25)? Gimana menurut kalian? Spill di sini, jangan maluuu😍

Sampai jumpa lagiii😳😘

Permaisuriku~ (END)Where stories live. Discover now