15. Diri Sendiri

3K 320 27
                                    

Didedikasikan untuk AceBlueCharlotte

***

Scawati tengah menyapu halaman rumahnya yang dipenuhi dedaunan kering dari pepehonan yang tumbuh di sekitar rumahnya. Kegiatannya terhenti saat melihat sepasang kaki beralaskan sebuah sandal usang. Ia mengangkat wajah dan menatap tak percaya sosok tampan di hadapannya.

“Kakang ….” Saat lelaki tersebut mendekat dan berusaha memeluknya, Scawati mundur selangkah dan menghindar. Riak wajahnya berubah tegas, meski kerinduan tampak jelas di matanya yang berkaca-kaca. “Selepas lima tahun berlalu …. Mengapa kau datang di saat kami telah bahagia tanpamu?”

“Karena kerinduanku pada istri tak lagi dapat dibendung lebih lama.”

“Kau pergi tanpa pamit ….” Scawati menunduk sedih. Bohong besar jika ia tak merindukan lelaki yang masih menjadi suaminya tersebut. Ia memberanikan diri menatap suaminya marah. “Kau di mana saat kami harus berjuang untuk bertahan hidup?”

“Maafkan aku, Dinda.” Suami Scawati, Angkara berlutut di hadapan istrinya dengan wajah nelangsa. “Selama ini aku tak tahan dengan kemiskinan kita. Aku pergi ke perantauan bersama teman-teman. Namun nihil. Aku masih gagal … sampai sekarang. Maafkanlah suamimu yang mudah berputus asa ini, Istriku.”

“Bukankah kau pergi karena membenci ibu kandungmu sendiri?”

“Tolong jangan bicara sekasar itu padaku, Dinda. Aku sungguh menyesal.” Air mata Scawati mengalir begitu saja saat merasakan penyesalan suaminya yang tampak tulus. Angkara menggenggam tangan sang istri erat. Kepalanya mendongkak dan menatap Scawati dengan mata berkaca-kaca. “Aku ingin bahagia, Dinda. Tolong bantu aku berubah menjadi lebih baik,” ujar Angkara memelas.

Karena perasaan cinta lebih mendominasi dibanding kemarahan, Scawati yang tak tega membantu Angkara berdiri dan langsung memeluknya erat. Mereka berpelukan seolah takut kehilangan.

“Aku sangat merindukanmu, Kakang. Tolong jangan pergi lagi. Jangan tinggalkan kami ….”

“Takkan pernah.”

Scawati tersenyum haru. Ia mengurai pelukannya dan menatap suaminya gembira. “Langkah pertama agar kita bahagia adalah Kakang harus berbaikan dengan Ibu.”

Angkara tersenyum tipis dan mengangguk patuh. Scawati yang sangat rindu kembali memeluk sang suami erat. Merasakan usapan lembut di punggung membuat Scawati semakin bahagia tanpa tahu jika bibir suaminya mengukir senyuman dangkal secara diam-diam.

***

Pangeran Leonard sampai di Kerajaan Corinthus saat matahari naik tinggi ke permukaan. Tak ada penyambutan mengingat tiada yang menduga jika dia akan datang menggantikan ayahnya. Bahkan ia merasa risih saat penguasa kerajaan tersebut meminta maaf dengan sangat berlebihan.

“Saya benar-benar minta maaf, Yang Mulia. Saya tak menyangka bila Anda yang akan datang karena Baginda Kaisar hanya akan datang saat waktunya berperang.”

“Tak apa, Raja.”

“Sekali lagi, saya benar-benar minta maaf.” Karena telah meniduri salah satu selir Anda.

Pangeran Leonard mengangguk dan enggan memperpanjang percakapan. Ia dipersilakan beristirahat di kamar tamu. Melihat kondisi ruang kamar tersebut, ia tampak puas. Keadaan kamar tampak bersih, rapi dan harum. Lelah melakukan perjalanan, ia membuka pakaian atasnya hingga hanya memakai celana kain panjang saja.

Permaisuriku~ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang