28. Merasa Terancam

2.4K 222 22
                                    

Didedikasikan untuk Dwimarni

***

Usai sampai di Kerajaan Borealis dengan selamat, Dewi Harnum disambut baik dan dipersilakan untuk beristirahat. Keesokan harinya, Ratu Aithra memanggilnya dan langsung berujar, “Pangeran Arjuna dari Kerajaan Lahore menginginkan putriku sebagai selir kemuliaannya, Harnum.”

Dewi Harnum mengerjap saat melihat dua surat perbintangan di hadapannya. Mengerti keinginan sang ratu, iamembuka kedua surat perbintangan tersebut, membaca dan mencocokkan rasi keduanya dengan penuh perhitungan sebelum menutup kembali surat tersebut usai mendapat hasilnya.

“Minggu depan adalah waktu terbaik untuk melangsungkan acara pernikahan.”

“Benarkah itu, Harnum?” Putri Arianna menyelonong masuk, duduk di samping ibunya dan menatap Dewi Harnum antusias. Mendapat anggukan kepala, ia menjadi semakin antusias. “Lantas bagaimana dengan kehidupan pernikahanku nanti?”

“Pernikahan Anda akan membawa banyak keuntungan untuk kedua belah pihak, Tuan Putri. Anda dan Pangeran Arjuna akan saling mencintai. Tetapi Anda tak bisa menjadi prioritas. Istri sah Pangeran Arjuna akan tetap menjadi prioritas. Meskipun begitu hak Anda akan setara dengan istri sah. Anda akan menjadi yang terakhir.”

Ratu Aithra menghela napas lega mendengar masa depan putrinya yang cerah.

“Kita harus segera menyiapkan pernikahanku dari sekarang, Ibunda,” ujar Putri Arianna tak sabar.

Melihat kebahagiaan di hadapannya, Dewi Harnum berujar ragu, “Tetapi ….”

“Tetapi apa, Harnum?”

“Ada satu masalah, Yang Mulia. Sosok permaisuri tersohor Putra Mahkota dari Kekaisaran Alaska akan menjadi ancaman untuk Tuan Putri atau mungkin juga untuk semua istri dan para selir yang tersebar di seluruh pelosok negeri.”

“Bagaimana itu mungkin, Harnum?!” protes Putri Arianna tak terima.

“Jika sosok permaisuri tersohor ditemukan, Pangeran Arjuna akan sangat tergila-gila padanya, Tuan Putri.”

“Itu artinya perhatian Pangeran Arjuna hanya akan tertuju pada sosok permaisuri tersohor saja dan mengabaikan semua istrinya,” ujar Putri Arianna menyimpulkan dengan sebal. Ia tak mengenal sosok permaisuri tersohor, namun mengapa orang itu malah menjadi batu sandungan dalam kehidupan pernikahannya yang indah?

“Jadi … kehidupan pernikahan putriku akan berjalan baik jika sosok permaisuri tersohor itu tak ditemukan. Begitukah?”

“Benar, Yang Mulia Ratu.”

“Terima kasih, Harnum. Kau boleh pergi.”

Dewi Harnum mengangguk, memberi salam hormat sebelum keluar dari ruang kerja Ratu Aithra dengan perasaan resah gelisah. Ia merasa terancam akan sesuatu. Entahlah.

“Bagaimana ini, Ibu? Agar menjadi satu-satunya, aku bisa saja menyingkirkan istri sah Pangeran Arjuna. Tetapi bagaimana dengan sosok permaisuri tersohor milik Pangeran Leonard itu? Jangankan untuk menyingkirkannya, wajah dan rupanya saja tiada yang tahu kecuali Pangeran Leonard sendiri. Aku merasa terancam. Sialnya aku tak mengetahui rupa sosok yang telah membuatku merasa terancam seperti ini!”

“Tak usah risau, Nak. Hanya Pangeran Leonard yang mengetahui sosok permaisurinya. Ibu akan mengirim orang untuk mengikuti  Pangeran Leonard secara diam-diam, tak menutup kemungkinan sosok permaisuri tersohor ditemukan olehnya,” ujar Ratu Aithra dengan senyum penuh arti.

Mengerti niat terselubung di dalamnya, Putri Arianna tersenyum lebar.

***

“Mengerti?”

Pangeran Matias menghentikan langkah di lorong istana yang sepi saat mendengar suara tersebut. Ia mengernyit saat melihat punggung seseorang berdiri di dekat pilar. Entah berbincang dengan siapa. Penasaran, ia memutuskan untuk memanggil ragu, “Kakak ipar Sita?”

Tubuh Selir Sita menegang dengan mata mengerjap. Ia mengusir lawan bicaranya dengan gerakan tangan. Menormalkan riaknya, ia memutar tubuh dan segera menghampiri adik iparnya dengan senyuman lebar. “Ah, ternyata Anda. Lama tak melihatmu, Pangeran. Kapan kembali?”

“Bicara dengan siapa?” Mengabaikan sapaan sok dekat tersebut, Pangeran Matias bertanya datar.

“A-aku bicara dengan pelayanku. Aku memintanya untuk mengambilkan bunga tulip di kolam kekaisaran.”

“Oh begitu? Baiklah. Saya pamit. Lain kali berbohonglah dengan lebih alami.”

Pangeran Matias dapat melihat ketegangan serta kecemasan dari riak Selir Sita hingga tatapannya menjadi semakin datar saja. Kecuali Putri Carrissa, ia memang tak menyukai para selir yang dipelihara kakaknya tersebut.

Saat ingin pergi Selir Sita tiba-tiba jatuh pingsan sebelum ia berhasil menangkapnya. Berjongkok di sisi tubuh Selir Sita yang terbaring di lantai yang dingin, Pangeran Matias mendesis kesal, “Menyusahkan saja!”

Begitu Selir Sita membuka mata, kepalanya terasa berat. Ia bangkit untuk bersandar di kepala ranjang dan mengerjap heran saat melihat banyak orang di kamarnya. Ia semakin keheranan saat ibu mertuanya duduk di sisinya dan menatap terharu.

“Kau pingsan dan Matias yang membawamu kemari.”

Selir Sita mengerjap lambat sebelum menatap penolongnya malu-malu. “Te-terima kasih,” ujarnya tulus, namun Pangeran Matias hanya diam. Membuatnya kesal saja.

“Terima kasih telah memberi kami calon pewaris, Nak.”

Tubuh Selir Sita menegang. “Huh?”

“Selamat, Nak. Kau tengah mengandung. Usianya dua bulan.”

Selir Sita terkejut dan langsung meremas sisi gaunnya erat. Matanya dihiasi ketakutan saat banyak yang memberi selamat atas kehamilannya dan segera ia samarkan dengan senyuman lebar penuh kebahagiaan. Semua itu tak luput dari pandangan Pangeran Matias. Ia mendengkus pelan. Enggan memberi ucapan selamat, ia berlalu keluar ruangan.

Melihat Putri Carrissa yang berdiri di dekat kamar Selir Sita tengah mengusap sudut matanya dan berlari pergi, Pangeran Matias hanya bisa mengasihaninya dalam hati.

***

Permaisuriku~ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang