45. Tinggal Kenangan

2.6K 307 101
                                    

Didedikasikan untuk zari-anti

♥♥

Dewi Harnum memang lain dari yang lain.

Di saat para istrinya senang dihujani kemewahan dan pusat perhatian, ia justru bersikap sebaliknya. Alih-alih unjuk diri di depan umum sebagai istri termuda Putra Mahkota Kekaisaran Alaska saat keluar istana, ia memilih tetap rendah hati dan berada di tengah-tengah masyarakat dengan penyamaran sebagai rakyat biasa.

Anehnya, Pangeran Leonard tak keberatan sama sekali. Ia bahkan dengan senang hati mengabulkan apa pun yang diinginkan permaisurinya tersebut. Seperti halnya dengan keinginan sederhana sang istri yang ingin melihat-lihat pasar tradisional yang menurutnya sama sekali tak menarik.

Dasarnya cinta, menolak pun tak kuasa.

Dewi Harnum mengerjap saat melihat seorang anak memakan permen kapas. Mendadak, ia pun menginginkannya. Ia menatap suaminya ceria dan bergelayut di lengan kekarnya dengan manja. “Sayangku, ingin itu ….”

Senang dipanggil demikian disertai sikapnya yang manja, Pangeran Leonard menghadiahi kening istrinya dengan sebuah kecupan mesra. Ia mengangguk dengan senyum lembut sebelum mencari penjual kedai makanan manis yang diinginkan oleh sang istri.

Namun saat tak lagi merasakan keceriaan sepanjang jalan, Pangeran Leonard menatapnya heran. “Apakah gerangan yang tengah menganggumu, Istriku?”

“Aku berubah pikiran. Aku tak menginginkannya lagi.”

“Mengapa?” tanya Pangeran Leonard, namun hanya mendapat gelengan kepala. “Lantas apakah yang ingin kau beli, Diajeng?” Istrinya kembali menggeleng. Namun Pangeran Leonard tak lantas percaya begitu saja. “Katakan yang sebenarnya, Sayang. Jangan membuatku penasaran.”

“Aku tak punya uang untuk jajan.”

“Sayangku, ada aku. Apakah kau tak melihatku sebagai uang berjalan?”

“Tetapi kau tak memberiku uang, Tuanku,” keluh Dewi Harnum. “Di desaku, para suami memberikan uang pada istrinya sebagai nafkah pribadi istri dan kebutuhan rumah tangga. Para istrilah yang mengatur keuangan selama pernikahan. Bukan sebaliknya.”

Mendengarnya, Pangeran Leonard tertawa merdu hingga menarik perhatian para perempuan di pasar. Ia memainkan kedua pipi istrinya gemas. “Istriku sangat menggemaskan.”

Ia terkekeh geli saat istrinya merajuk. Ia menyerahkan sekantung keping emas yang sejak tadi dibawanya pada sang istri yang tampak sangat gembira menerimanya.

“Tak perlu merajuk saat ingin meminta sesuatu padaku. Cukup mengatakannya, Sayang. Kubawa sejak tadi uangnya karena tak ingin kau terbebani dengan membawanya.”

“Tiada istri yang merasa terbebani saat membawa uang kemana-mana, Tuanku. Sebagian istri yang lain mungkin lebih suka menerima semua hal dari suaminya. Tetapi aku berbeda. Sebagai suamiku, kau wajib memberiku uang belanja setiap hari.”

“Baiklah.”

“Uangnya habis atau tidak, saat kau telah memberikan uangmu padaku, itu menjadi hakku. Kau dilarang menanyakan uang pemberianmu habis atau tidak padaku, kecuali aku sendiri yang bercerita. Dilarang juga menghardikku dalam mengatur keuangan. Kebanyakan suami sekarang cenderung bersikap demikian. Ah, ya. Jikalau aku meminta uang lagi padamu, silakan bertanya baik-baik dan jangan langsung marah.”

Permaisuriku~ (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt