3. Kesayangan

5.1K 509 27
                                    

“Bunga-bunga di sini sangat cantik.”

“Tak secantik dirimu, Tuan Putri.”

Istri dari Putra Mahkota, Putri Carrissa yang tengah duduk anggun tergelak mendengar ucapan pelayan pribadinya tersebut. “Kau benar sekali, Saba. Sebagai istri Putra Mahkota, tak ada yang lebih cantik dariku.”

Saba yang tengah menuangkan teh dalam sebuah cawan mewah. mengangguk membenarkan. ”Ini tehmu, Tuan Putri.” Putri Carrissa menerima, meminumnya perlahan dengan gerakan anggun khas seorang putri bangsawan. “Anda memang sangat cantik, Tuan Putri. Bahkan para selir yang dibawa Putra Mahkota saja tak ada yang secantik Anda."

“Kau selalu tahu cara untuk menyenangkanku, Saba,” ujar Putri Carrissa puas sambil melepaskan gelang di tangan dan memberikannya pada Saba sebagai derma.

Saba menerimanya dengan senang hati. “Saya bicara benar, Tuan Putri.”

“Kau salah, Saba. Junjunganmu bukanlah satu-satunya yang tercantik.”

Putri Carrissa dan Saba menoleh bersamaan dan menatap tak suka dua selir Putra Mahkota yang berjalan mendekat bersama para pelayan di belakang mereka.

“Kami memberi salam pada Putri Carrissa,” ujar keduanya sopan sebelum duduk di kursi panjang dari kayu yang diukir seindah mungkin usai dipersilakan oleh Putri Carrissa.

Meski tak suka, Saba dengan sigap menuangkan teh ke dalam dua cawan lainnya untuk dua selir Putra Mahkota tersebut. Mereka meminumnya perlahan sebelum meletakkan kembali cawan teh tersebut ke atas meja yang berada di hadapan mereka.

“Jadi ... apakah yang salah dari ucapan pelayan saya, Selir-selir?”

“Cantik itu relatif, Tuan Putri, dan menurut kami Anda bukanlah yang tercantik di antara para istri Putra Mahkota. Benar bukan, Selir Maham?”

“Anda benar sekali, Selir Sita. Menurut kami, Selir Kemuliaan Anye-lah yang tercantik, Tuan  Putri. Selain cantik, perangainya pun sangat baik.”

“Pantas saja Putra Mahkota begitu menyukainya.”

“Yang saya dengar dari para pelayan, mereka sering melihat Putra Mahkota datang ke kamar Selir Kemuliaan Anye setiap malam dan baru keluar di keesokkan paginya.”

Putri Carrissa meremas kedua sisi gaunnya kuat sambil menatap tajam kedua selir yang tak menganggapnya ada dan sibuk bergosip ria. Meski tak tahu akan kebenaran gosip tersebut, tetap saja ia merasa dadanya panas akan perasaan cemburu yang tiba-tiba mendominasi. Saba pun ikut menatap tak suka dua selir tersebut.

“Ah, saya mengerti sekarang. Saya sempat tak sengaja melihat banyak tanda di tubuh Selir Kemuliaan Anye. Ternyata karena itu ….”

“Ya tentu saja karena itu. Sepertinya Selir Kemuliaan Anye lebih bisa memuaskan Putra Mahkota. Buktinya belum lama datang tetapi Putra Mahkota langsung mengangkatnya menjadi ‘Selir  Kemuliaan.’”

“Selir Kemuliaan Anye adalah selir kesayangan Putra Mahkota. Ah~ saya sangat iri.”

“Hahahaha ...!”

Mereka menoleh, menatap bingung Putri Carrissa yang tergelak pelan seolah telah mendengar sesuatu yang menyenangkan.

“Saya mendengar sesuatu yang menggelikan. Terima kasih telah menghibur saya, Selir-selir.” Putri Carrissa tersenyum tipis sambil menatap mereka secara bergantian. “Tetapi bukankah terlalu berlebihan? Karena meski selir yang kalian puji itu adalah kesayangan, statusnya tetaplah seorang selir, sama seperti kalian. Hanya aku … kesayangan Putra Mahkota.”

Meski yang diucapkan Putri Carrissa adalah kebenaran, namun cara bicaranya yang menekankan seolah menghina tersebut membuat mereka berdiri dan menatapnya tak suka.

“Masamu sebagai kesayangan Putra Mahkota akan berakhir saat sosok permaisuri ditemukan, Tuan Putri.”

Putri Carrissa mengepalkan tangan, menatap marah kepergian para selir yang tak bersikap hormat padanya. Keterlaluan! “Lihat saja! Begitu Leonard kembali akan kujadikan kalian dan selir yang kalian puji-puji itu sebagai budakku! Huh! Rasanya aku ingin sekali mencakar wajah sombong para selir itu!”

“Benar, Tuan Putri. Mereka harus diberi pelajaran agar tak lagi berani menghina Anda.”

Putri Carrissa mengangguk.

“Masamu sebagai kesayangan Putra Mahkota akan berakhir saat sosok permaisuri ditemukan, Tuan Putri.”

Suara Selir Sita kembali terngiang di telinga Putri Carrissa. Dalam hati, ia membenarkan ucapan tersebut. Namun ia berharap agar Putra Mahkota tak pernah menemukan sosok permaisurinya tersebut.

***

Putra Mahkota Kekaisaran Alaska, Pangeran Leonard menatap alam sekitar yang menjadi saksi bisu pertemuannya dengan sosok gadis belia yang kini menjadi kesayangannya. Bibirnya melengkung indah saat teringat akan paras ayu sang tambatan hati. Tetapi itu bukan alasannya jatuh cinta. Keindahan fisik hanya bisa membuat seseorang menatap, namun perangai baik membuat seseorang menetap.

Pangeran Leonard telah mantap untuk menetapkan hatinya pada sang penolong saat melihat binar kekhawatiran dan kepedulian yang nyata. Dengan binatang saja gadis itu bersikap baik sekali, apa lagi dengan sesama manusia?

“Aku datang lagi, Permaisuriku~”

Permaisuriku adalah panggilan istimewa dari Pangeran Leonard untuk gadis kesayangannya.

“Hari ini tepat sepuluh tahun kita berpisah. Di manakah kau berada, Permaisuriku? Apakah kau masih mengingatku … mengingat pertemuan singkat kita?”

Pangeran Leonard merasa konyol dengan dirinya sendiri yang tampak sangat menyedihkan, padahal … kisah cintanya belum dimulai. Lagi pula gadis itu pasti tak mengenalnya. Yang dikenal oleh gadis itu adalah singa yang terluka, bukan sosok pangeran. Tak lama, ia mendesis rendah saat merasakan kehadiran orang lain di sekitarnya.

“Saya memberi salam-“

“Pergi sebelum saya bertindak kasar,” tukas Pangeran Leonard sarkas.

“Mohon ampun, Yang Mulia. Tetapi ini penting dan tak dapat ditunda.”

Pangeran Leonard memutar tubuh dan menatap datar ksatria pribadinya yang tengah berlutut di hadapannya tersebut. “Saya tak ingin mendengar apa pun.”

“Tetapi saya tak punya pilihan, Yang Mulia. Saya memberanikan diri mengganggu Anda atas izin dari Baginda Kaisar. Mohon ampuni kelemahan diri ini, Yang Mulia.”

Pangeran Leonard mendengkus. “Bangkit dan bicara.”

Jenderal Theseus patuh namun tak mengurangi sikap hormatnya. “Saya membawa titah dari Baginda Kaisar, Yang Mulia.”

“Ini masa bebas saya! Semua orang mengetahuinya!”

Tubuh Jenderal Theseus bergetar pelan. Sejak ia dilantik menjadi ksatria pribadi sang pewaris, kemarahan Pangeran Leonard adalah sesuatu yang sangat ia hindari sebisa mungkin. “Baginda Kaisar menginginkan Anda membantu Kerajaan Corinthus dalam perang dengan Kerajaan Kashi, Yang Mulia.”

“Hanya untuk sebuah kerajaan kecil Baginda Kaisar mengganggu saya? Lelucon macam apakah ini, Jenderal?”

Jenderal Theseus menunduk dalam. Ia sendiri pun tak mengerti dengan jalan pikiran Kaisar Alardo, tetapi menolak titahnya pun ia tak memiliki kuasa. “Maafkan saya, Yang Mulia.” Pada akhirnya hanya itu yang bisa ia ucapkan.

“Hmm … begitu, ya? Jadi menurut Anda lebih baik dengan senjata atau tangan kosong?”

“Huh?” Jenderal Lathan mengerjap lambat dengan pikiran kosong karena tak dapat menangkap maksud sang pangeran. Namun satu yang ia ketahui pasti; Pangeran Leonard sangat tak senang diganggu dalam masa bebasnya.

***

Permaisuriku~ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang