22. Perang Pangeran (Leonard VS Arjuna]

2.5K 290 32
                                    

Didedikasikan untuk Amnafi

***

Pangeran Leonard menyerang membabi buta saat perasaan sesak menghimpit dadanya kuat karena tak kunjung menemukan Permaisurinya. Penantian ini benar-benar menyiksa.

Pangeran Arjuna menukik alis sambil menangkis semua serangan Pangeran Leonard dengan lihai. Keduanya hanya berperang dengan menggunakan pedang, tak menggunakan satupun kekuatan yang mereka miliki. Namun keduanya sulit untuk menjatuhkan satu sama lain.

“Orang terkuat sekalipun akan kalah jika mereka tak dapat mengontrol emosinya, Yang Mulia.”

Pangeran Leonard menggeram kesal. Ia menyerang Pangeran Arjuna kalap. Tak lama, ia terjatuh ke tanah saat Si rubah licik itu menendang perutnya dengan gerakan cepat---ke lewat cepat hingga Pangeran Leonard terjatuh ke tanah. Ia menyeringai remeh saat pedang Pangeran Arjuna berada didekat lehernya. Di mana posisi Pangeran Arjuna berdiri, sedangkan posisi Pangeran Leonard berbaring setengah badan di tanah.

Pangeran Arjuna menyeringai sombong sekaligus puas. “Inilah mengapa kau harus mendengarkan ucapanku tadi. Apakah ada permintaan terakhir sebelum mati, Leon?”

“Ingatlah selalu pesan Mahaguru, Arjuna …” Pangeran Leonard menyeringai. “Jangan pernah memandang remeh kemampuan lawan.”

Pangeran Arjuna menunduk, membulatkan mata saat pedang Pangeran Leonard menyentuh perisai perangnya---menghunus tepat ke arah jantung. Jika pedang itu didorong sedikit saja, bisa dipastikan ia akan mati. Mengingat, musuhnya kali ini adalah Pangeran Leonard. Putra Mahkota sekaligus iblis perang paling berbahaya dan mengerikan di seluruh penjuru dunia.

“Dan tak semudah itu mengalahkanku, Pangeran sombong!” Pangeran Leonard menendang perut Pangeran Arjuna, sedikit terbang di udara sambil menghunuskan ujung pedangnya yang runcing ke arah Pangeran Arjuna yang berbaring di tanah dan menutup mata santai.

Pangeran Leonard berteriak geram sambil mengarahkan pedangnya untuk menusuk musuhnya dengan pedang kesayangannya, menciptakan raut panik pada Pasukan Kashi, namun menciptakan senyum kemenangan pada Pasukan Corinthus.

Sayangnya, senyum kemenangan mereka berubah menjadi raut kesal sekaligus kecewa saat Pangeran Leonard tak membunuh Pangeran Arjuna dengan benar. Pedang Pangeran Leonard menusuk tanah berada tepat di sisi kepala Pangeran Arjuna, hanya berjarak seujung kuku saja. Pangeran Arjuna membuka mata, melempar senyuman menantang pada lawannya tersebut

“Aku tak takut mati, Leon.”

“Bersyukurlah pada wajahmu yang masih saja memuakkan seperti sebelumnya.”

“Sialan!”

Pangeran Ruby tersenyum miring. Ia merasa jika kedua lelaki itu bersahabat.

Pangeran Leonard menarik pedangnya, berdiri dan mengulurkan tangan ke arah musuhnya. Pangeran Arjuna tersenyum miring sebelum menerima uluran tangan tersebut. Mereka bersitatap penuh dendam sebelum terkekeh bersama. Mengabaikan seluruh pasukan yang tampak kebingungan.

Sebenarnya siapa pemenang dalam perang tersebut?

***

Usai peperangan, kedua pangeran tersebut memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama dengan minum-minum di kedai yang letaknya cukup jauh dari medan perang. Mereka tak mabuk meski sebanyak apa pun minuman anggur merah yang masuk ke dalam perut. Sesekali mereka akan menyantap makanan ringan yang tersedia. Dua orang perempuan mendekat dan menatap mereka menggoda.

“Hai, Tampan. Bolehkah kami bergabung?”

“Kami pun ingin minum anggur merah yang sangat lezat memabukkan.”

Pangeran Arjuna tersenyum sensual. Saat mulutnya terbuka untuk mempersilakan, Pangeran Leonard lebih dulu menyela dengan ketus, “Pergi. Hasilkan uang sendiri.”

Kedua perempuan itu memberengut dan pergi dengan perasaan dongkol.

Pangeran Arjuna menatap sahabatnya penuh keluhan dan protes. “Kau ini! Seharusnya kau biarkan mereka menemani kita.”

“Kau belum berubah rupanya.”

“Namanya juga kumbang jantan, pasti ingin hinggap di mana-mana, Leon.”

Pangeran Leonard bergidik jijik. Dalam hati ia mengasihani Putri Gaurvy yang malang karena memiliki suami seperti Pangeran Arjuna.

“Lantas apakah rencanamu setelah ini, Leon?”

“Menjemput putri dari Kerajaan Kashi.”

“Putri Rashi memang cantik. Bahkan aku ingin menjadikannya selirku yang ke sekian.”

“Bagaimana kabar istrimu? Ia pasti semakin cantik.”

Riak jahil Pangeran Arjuna langsung berubah serius dengan rahang mengeras karena emosi. “Yang tengah kau bicarakan sekarang adalah istriku!”

“Jika kau bosan padanya, berikan saja ia padaku. Istrimu bisa menjadi salah satu selirku,” ujar Pangeran Leonard datar, namun terdengar nada jenaka dalam getar suaranya.

“Begini saja …” Pangeran Arjuna mendekatkan wajahnya dengan riak serius. “Istriku untukmu. Jika kau telah menemukan permaisurimu … berikan ia untukku. Bagaimana?”

“Kau pasti akan mati di tanganku,” geram Pangeran Leonard rendah, penuh peringatan.

Pangeran Arjuna menarik wajahnya dan tertawa pelan. “Aku hanya bercanda, Leon. Kau ini serius sekali.”

“Permaisuriku bukan bahan candaan.”

“Ya ampun … aku menyerah. Permaisuri milikmu. Lagi pula aku tak berminat padanya. Mengetahui rupanya saja tidak.” Pangeran Arjuna berdecak.

Tetapi jika permaisurimu lebih segalanya dari Gaurvy, aku tak keberatan jika harus menukar Gaurvy dengan permaisurimu, Leon.

Tersadar akan pemikiran gilanya, Pangeran Arjuna tertegun. Apakah yang baru saja ia pikirkan?

“Kudengar kau akan menikahi lagi.”

“Ah ya … kau harus datang ke acara pernikahanku dengan Putri Arianna dari Kerajaan Borealis. Surat undangannya menyusul.”

“Kau menduakan Gaurvy lagi?”

“Ya begitulah.” Pangeran Arjuna terkekeh saat mendapat sebuah dengkusan. “Bagaimana, ya? Aku hanya akan menjadikannya sebagai selir. Gaurvy tetap istri utama.” Ia bertopang dagu untuk mengingat kembali calon istrinya.

“Dibalik selendangnya, aku yakin ... ia sangat cantik. Bibirnya begitu menggoda. Ketika ia berjalan, suara dari gelang kaki terdengar begitu anggun dan indah dengan jemari halus yang selalu memegang tepian selendang. Saat dia tersenyum, aku merasa ... aku rela memberikan seluruh dunia di bawah kakinya.”

Pangeran Arjuna tersenyum lembut saat bayangan Dewi Harnum selalu menghantui pikirannya. Lalu ia berdecak. “Pelayan Putri Arianna sangat luar biasa.”

Pangeran Leonard menatap sahabatnya cepat dengan menukik alis. “Pelayan?”

“Ya. Ia sangat mengagumkan.”

“Kupikir kau membicarakan calon istrimu.”

Seketika tubuh Pangeran Arjuna menegang. Matanya mengerjap lambat, seakan tak percaya dengan apa yang telah diucapkannya. Bibirnya terasa kering dan kelu untuk menyangkal. Bagaimana bisa ia memuji seorang pelayan di saat hatinya sangat ingin menikahi majikan dari pelayan tersebut?

***

Permaisuriku~ (END)Where stories live. Discover now