HTS 31

14 1 0
                                    

Lelaki perawakan tinggi terus memperhatikan adiknya yang tak kunjung sadarkan diri. Wajahnya pucat dan terdapat perban yang melingkar di kepala serta infus terpasang di tangan kekar adiknya.

Hanya ada Milo sendiri disini setia menjaga dan menunggu adiknya itu siuman. Orang tua mereka tidak peduli bahkan saat Milo mengabari bahwa Afi kecelakaan pun orangtuanya hanya mentransfer uang tanpa menanyakan keadaan Afi atau sekedar merasa khawatir.

Yang Milo punya hanya Afi. Karena itu ia sangat menyayangi adiknya. Dari kecil Milo selalu berusaha melakukan apapun untuk kesenangan adiknya bahkan semua mainannya ia serahkan pada Afi.

Tapi, sekarang untuk pertama kalinya ia dibuat kecewa dengan perilaku Afi. Dulu Afi anak yang baik dan penurut namun, setelah mengenal Ghita semua berubah. Demi mendapatkan cinta gadis itu Afi menghalalkan segala cara. Hingga hampir melakukan hal yang sama sekali tak terpikirkan oleh Milo.

Milo mengacak rambutnya frustasi. Ia kecewa tapi ia juga tidak bisa marah pada Afi. Ia takut adiknya akan melakukan hal yang lebih dari ini nantinya.

Pintu terbuka sedikit kasar. Tampak seorang wanita dengan mata nyalang seperti seorang singa yang siap menerkam mangsanya. Wanita itu tak sendiri, ia bersama suaminya yang setia mengikutinya.

"Mama sudah tahu semua! Kenapa kamu ngga ngomong ke mama?" Seru Sekar –ibu Milo– kelewat emosi. Cowok itu menatap wajah ibunya bingung.

"Ngga usah kamu tutupin Milo! Afi memerkosa orang kan?" Sentak Sekar.  Wanita itu benar-benar marah.

"Afi emang hampir ngelakuin itu tapi—"

"Dasar sampah! Mama ngelahirin kalian bukan buat jadi cowok brengsek kayak gini!" Bentak Sekar. Milo membatu mendengar kata-kata yang terlontar mulus dari mulut sang ibu. Ayah Milo hanya menyimak tanpa berniat melerai mereka.

"Kalau rekan kerja mama papa tau gimana? Mau di taruh di mana muka mama? Mama malu!" Sambung wanita itu dengan menekan kalimat terakhir.

Milo tak menyangka ibunya akan marah besar seperti ini. Bahkan ayahnya saja seperti tak ada niat sedikit pun untuk meredamkan amarah ibunya.

"Sebagai abang harusnya kamu bisa ngajarin adik kamu yang bener," ucap ayah Milo dengan lembut. Milo menatap ayahnya tak suka. Ayahnya hanya memperkeruh suasana.

"Kenapa bukan kalian yang ngajarin Afi? Afi kan anak kalian. Mana tanggung jawab kalian sebagai orang tua? Bukannya tugas orang tua juga ngedidik anaknya? Tapi apa? Kalian bahkan ngga peduli sama anak kandung kalian sendiri,"

"Kalian hanya mikirin kerjaan dan uang. Kalian pikir kita bahagia dengan uang? Nggak! Kita ngga butuh harta, yang kita butuh cuma waktu dan kasih sayang kalian," bentak Milo. Ia benar-benar kecewa dengan kedua orang tuanya.

Disaat seperti ini mereka masih peduli dengan pekerjaan mereka. Tidak dengan anak kandung mereka yang tengah terbaring lemah dengan luka yang cukup serius.

"Kamu pikir tanpa uang kamu bisa sekolah? Bisa makan enak dan tinggal nyaman? Asal kamu tahu mama, papa kerja siang malam buat menghidupi kamu sama adik kamu. Supaya kalian bisa hidup layak!" Balas Sekar tak kalah emosi.

"Maaf pak, bu. Ini rumah sakit dilarang ada keributan di sini. Kalau bapak dan ibu masih membuat keributan harap pergi dari sini," ucap seorang satpam yang masuk ke ruangan ini karena suara mereka terdengar sampai ke luar ruangan.

Sekar menatap pak satpam sekilas lalu kembali menatap anak sulungnya itu seraya menunjuk ke wajah cowok itu.

"Mama tunggu kamu di rumah!" Tandas Sekar lalu melenggang meninggalkan ruangan diikuti sang suami dan satpam tadi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 28, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HTS [Revisi]Where stories live. Discover now