HTS 24

11 6 0
                                    

Pagi ini Ghita tengah menikmati sarapan pagi bersama keluarganya. Bedanya mulai hari ini keluarganya bertambah satu anggota lagi yaitu seorang gadis seumuran dengan Ghita. Gadis cantik bermata jernih itu adalah orang yang sama dengan gadis yang mengagetkan Ghita semalam.

"Oh iya Jawa kenapa tiba-tiba kesini?" tanya Ghita di sela-sela sarapannya. Amarahnya semalam membuat ia lupa untuk menanyakan alasan Jawa berada di rumahnya.

"Ingat! peraturan saat makan tidak boleh berbicara sampai selesai makan," ujar Hendra memperingati putrinya.

Ghita meminta maaf lalu melanjutkan sarapannya. Suasana kembali hening. Hanya ada suara denting sendok yang beradu dengan piring di atas meja. Mereka fokus menghabiskan sarapan masing-masing setelah itu baru mereka dipersilahkan untuk berbincang.

"Jawa sekarang akan tinggal di sini sampai lulus SMA. Bunda juga sudah mengurus pemindahan sekolah Jawa ke sekolah Ghita," ucap Maria menjawab pertanyaan yang sempat di lontarkan putrinya.

"Asik dong! Ghita jadi gak berangkat sendirian lagi," girang Ghita lalu memeluk gadis bernama Jawa yang kebetulan duduk di sebelah Ghita.

"Ghita berangkat pake mobil abang aja," kata Maria seraya membereskan peralatan makan dibantu bi ijah.

"Bener kata bunda. lagian mobilnya jarang di pake daripada mobil abang nganggur terus rusak ya nggak?" Hendra menyetujui ucapan sang istri tercinta.

Ghita tersenyum lebar akhirnya ia bisa mengendarai mobil ke sekolah setiap hari. Hendra menyerahkan sebuah kartu SIM A yang tertera nama Ghita. Agar Ghita lebih leluasa mengendarai mobilnya

"Serius punya Ghita yah?" tanya Ghita tak percaya. Ghita mengambil kartu itu dengan senyum yang terus mengembang.

"Iya kan putri ayah sekarang sudah tujuh belas tahun," balas Hendra.

"Terimakasih ayah," ucap Ghita. Gadis itu kemudian berhambur memeluk sang ayah, yang menyambut pelukannya.

"Ya udah Wa ayok berangkat," ajak Ghita setelah mengurai pelukannya pada Hendra. Jawa hanya mengangguk dan tersenyum.

Ghita beranjak dari kursinya hendak berpamitan kepada orangtuanya. Namun, tangannya di cekal oleh Bisma membuat Ghita mengurungkan niatnya sebentar. Bisma meletakkan sebuah kunci di telapak tangan Ghita yang tadi ia cekal.

"Seneng boleh lupa kunci jangan," sindir Bisma. Ghita menggaruk tengkuknya seraya terkekeh, lalu berpamitan kepada kedua orangtuanya.

"Jawa ambil tas dulu ya ta di kamar," ujar Jawa lalu pergi meninggalkan ruang makan.

"Aku tunggu di depan ya," balas Ghita. Kemudian Bisma menyodorkan sebuah ponsel pada adiknya itu.

Ghita menatap ponsel itu dengan raut wajah bingung. Bisma menghela nafas, "pake aja sementara sampai hp kamu bener, sim card nya udah abang pindah ke sini kok."

"Terimakasih abang, bang Bisma emang paling the best." Ghita menerima ponsel itu dengan senang hati. Lalu memberi satu jempol untuk abangnya. Kemudian beranjak meninggalkan Bisma.

Saat Ghita membuka pintu rumahnya dia dikejutkan dengan seorang pria yang sedang berdiri bersender tembok di depan pintu rumahnya.

HTS [Revisi]Where stories live. Discover now