☁️4: Di Balik Entah Perasaan Apa☁️

196 33 6
                                    

Di Balik: Bintang⭐

/Sekolah Menengah Pertama/

Cowok basket yang naik sepeda keren itu namanya Awan.

Dia tanya namaku setelah membantu memperbaiki rantai sepedaku yang lepas. Kujawab saja karena aku juga bukan orang yang sepenting itu sampai harus merahasiakan identitas. Aku sendiri tidak perlu bertanya buat tahu namanya. Karena ternyata sudah tercetak jelas dibagian belakang Jersey. Awan, si nomor 5. Awan salah satu anggota kelas unggulan juga (info tambahan dari dia sendiri).

Perkenalan kami hanya sampai situ. Awan bilang dia lupa bawa pulang bola basketnya jadi buru-buru dia kembali ke sekolah. Aku ya malah senang, jadi urusan kami engga panjang. Tadinya aku khawatir cowok itu bakal minta ditraktir minum.

Tapi gangguan-gangguan selanjutnya datang saat disekolah. Aku kurang yakin apa Awan memang sengaja menungguku, pokoknya setiap pulang sekolah, ia pasti ada dilapangan. Bahkan saat tidak ada jadwal latihan ekskul basket. Dia akan menungguku lewat, dan ketika dia rasa posisiku sudah cukup dekat Awan bakal melempar bolanya dengan percaya diri untuk coba memasukkan benda bundar tersebut ke keranjang sepedaku. Si cowok seenaknya itu juga meneriakkan tantangan yang ia buat sepihak tanpa meminta persetujuanku.

"Kalau bolanya masuk, lain kali pas ketemu dikoridor harus nyapa!"

"Kalau bolanya masuk, konten mading minggu depan wawancara gue!"

"Kalau bolanya masuk, dikasih nomor telponnya!"

"Kalau bolanya masuk, kapan-kapan kita jalan!"

Sayangnya, Awan jelas bukan Midorima Shintaro-karakter kesukaannya di Anime Kuroko No Basuke-yang punya akurasi tembakan 100%. Ditantangan terakhir tersebut bola basket Awan sempat mengenai pinggiran keranjang sebelum mental dan jatuh ke rerumputan.

Aku tersenyum miring melihatnya meninju udara sambil mendesah kesal. Sebelum aku mengubah keadaan untuknya, "Awan, cetak skor kan engga harus dari titik 3 point!"

Seketika wajah Awan secerah langit sore diatas kami. Ia langsung berlari untuk mengambil bolanya, saat sudah cukup dekat denganku, Awan melempar untuk kedua kali. Tentu saja masuk dengan mudah. Kami berdua saling melempar tatapan dengan canggung.

Awan itu aneh. Dan dia benar-benar seperti Awan dilangit sana. Tidak punya aturan, semaunya. Aku sungguh tidak pernah menyangka jika Awan adalah orang yang akan membuatku merasakan sesuatu untuk pertama kali. Sialnya waktu itu aku hanya gadis kelas 2 SMP. Aku menuruti hatiku tanpa persiapan apa-apa.

"Bioskop?"

"O-oke. Tapi pas liburan aja ya."

☁️⭐☁️⭐

Aku masih betul-betul mengingat ini.

Bukan sebuah perasaan yang asing.

Malam saat aku akhirnya pulang dari bioskop-menyerah menunggu Awan yang tidak pernah datang, aku sama sekali tidak menangis. Tidak tahu. Cara Awan mengingkari janji pertama yang ia buat sendiri, bikin aku bingung mencari satu kata yang tepat untuk menamai emosi-emosiku. Karena rasanya malah seperti aku engga merasakan apa-apa.

Hanya pagi setelahnya, aku bangun dengan suasana hati berantakan dan rasanya yang ingin kulakukan cuma kembali merangkak keatas kasur.

Seingatku, paling tidak perasaan itu bertahan sepanjang satu minggu.

Siklusnya baru berakhir saat aku tahu Awan tidak lagi bersekolah digedung yang sama denganku. Benar, Awan pindah. Padahal katanya kelas unggulan pasti tambah seru kalau ada aku. Tapi nyatanya dia malah engga ada saat aku akhirnya sudah disitu.

Di Balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang