☁️17: Di Balik Angkringan Hujan☁️

115 29 3
                                    

Di Balik: Bintang⭐

“Langsung balik, Bi?”

Bukannya menjawab, aku melirik ke sebelah. Nggak tahu kenapa ingin mengecek reaksi Andari untuk pertanyaan Awan yang pasti ia juga bisa dengar. Sahabatku cuma memberi gestur ‘terserah’ dengan mengendik bahu. Tapi walaupun nggak berusaha terang-terangan, aku lihat bibir Andari mengerucut.

“Malam minggu kok langsung balik? Angkringan lah!” seru Mas Iyan dengan menggeol-geol pinggang bersemangat. Ia juga sudah mematikan komputer. Aku yakin dalam hati Mas Iyan bersorak karena akhirnya selesai juga tugas mulianya sebagai tukang print booking-an.

Ohiya, ada good news dari kami! Pertapaan tujuh hari tujuh malam mantengin laptop ternyata nggak sia-sia, kami berhasil meniadakan selisih pada tabel alias AKHIRNYA BALANCE JUGA! Siang tadi langsung dapat Acceptance dosen pula. Andari, aku dan Anfal nggak pakai menunggu besok buat mencetak tabel perencanaan harga kami yang berlembar-lembar. Kedatangan 3 mahasiswa tengil ke tempatnya otomatis bikin Mas Iyan repot dari sore sampai malam. Yah, namanya juga dikerjakan oleh tangan manusia, habis dipelototin berkali-kali pun masih ada saja bagian yang salah dan baru kami sadari setelah meneliti hasil print out. Jadi deh Mas Iyan harus print berkali-kali demi membantu kami memenuhi standard pengerjaan dosen pembimbing yang super perfeksionis.

“Ayoklah, GASSSS!” seperti yang aku duga Anfal paling antusias menyambut usul Mas Iyan.

Dulu waktu awal-awal jadi Maba, Anfal yang mengenalkan aku dan Andari pada budaya hunting Angkringan. Setiap malam minggu begini, sambil motoran kami berkeliling kota mencari Angkringan untuk dijajal. Aku sih, dimana saja suka asal tempatnya enak dan ada musik. Sementara Andari punya kriteria spesifik. Mas Angkringannya harus cakep atau banyak cowok cakep yang langganan di Angkringan tersebut. Memang dasar niatnya mejeng. Anfal paling nggak pilih-pilih. Pokoknya di Angkringan itu wajib ada sate usus. Kalau kami datang terlalu malam dan kebetulan sate ususnya habis, Anfal benar-benar bakal minta pindah tempat.

“Kakak-kakak yang lain gimana?” Mas Iyan kembali buka suara, “Kalo berdua doang sama Kak Gopal, takut ah. Nanti timbul fitnah.” Awan sekalipun tidak mampu menahan tawa mendengar kata ‘fitnah’ yang ambigu itu.

Meninggalkan kursi plastik yang sedari tadi ia kuasai, Anfal menyelip di antara Andari dan aku. Tanpa diminta, ia ikut menata kertas-kertas Andari yang masih berserakan di atas etalase. Meniru persis seperti yang Awan lakukan terhadap kertas-kertas milikku.

“Mau dong, Dar... Angkringan hampa tanpa lo asli.” bujuk Anfal. Karena hari ini ia berangkat ke kampus dengan menumpang motor Andari, maka jelas keputusan bergantung pada cewek itu. Jadi Anfal berusaha merayunya supaya nggak sampai batal malam mingguan.

Andari berdecih. Nggak terperdaya oleh kalimat sok manis Anfal yang menurutnya malah basi, “Dibensinin nggak nih?”

“Ampun dah perhitungannya ngalah-ngalahin istri Abu Jahal!” omel Anfal. Padahal niatnya nebeng kan biar anggaran bensin bisa dialihkan buat nge-print. Nggak tahunya tetap saja ia ditodong oleh Andari.

“Pertamax atau nggak sama sekali.” Kekeh Andari nggak bisa ditawar. Dengan berat hati Anfal akhirnya mengangguk menyanggupi.

Berhubung dua sahabatku sudah setuju, aku nggak punya alasan untuk nggak ikut bersama mereka. Sebetulnya ada dua motor yang bisa aku tumpangi. Tapi kupikir untuk apa juga basa-basi melirik Mas Iyan sementara Awan jelas-jelas menyelipkan tawaran lewat pertanyaannya tadi. Aku langsung bilang oke saat menemukan Awan mengangkat alis bermaksud meminta pendapatku.

Sembari menunggu Mas Iyan membereskan tempat, kami berdiskusi menentukan destinasi. Angkringan yang Anfal rekomendasikan adalah yang lokasinya di dekat fly over. Menurut Anfal sate usus di sana paling juara. Sayangnya Andari menolak ide tersebut, kata dia agak kejauhan karena harus putar balik lagi waktu pulang nanti. Kemudian aku teringat Angkringan di pertigaan arah menuju GOR—salah satu favoritku karena suasana tempatnya berbeda dari Angkringan lain. Aku ceritakan detailnya pas sudah di sana saja ya. Sekarang kami mau berangkat dulu. Berhubung Andari dan Anfal juga sama kangennya dengan Angkringan itu.

Di Balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang