☁️22(A) : Di Balik Ulang Tahunnya☁️

122 20 1
                                    

For all the things I didn't do
And all the love that I haven't got to you
I'm sorry


- From a song: Sorry -

Di Balik: 🌬Angin

Happy Birthday! Maaf nggak pas jam 12 seperti biasa, semalam aku ketidur|

Ah, mana boleh aku bilang begitu. Ucapan selamat harusnya dikirim dengan sebuah hadiah, bukan malah kata-kata yang nggak sesuai fakta.

Hapus.

Halo yang nambah tua:p sudah order papperoni pizaa belu|

Aduh, enggak! Sok melucu juga nggak akan bikin dia ketawa.

Hapus, hapus!

Happy Birthday! I hope ur oke|

Sejujurnya Awan, aku harap kita sedang baik-baik saja. Rasanya aneh hari ini kamu ulang tahun tapi kita bahkan nggak di tempat yang sama.

"Kak, udah boleh masuk?"

Jariku berhenti menari di atas layar. Aku mengangkat wajah dan meringis sendiri. Astaga, bisa-bisanya aku lupa kalau pemilik kamar ini masih di luar menungguiku. Padahal aku sudah selesai berganti pakaian dari tadi, bukannya memberitahu, aku malah terpekur di tepi kasur. Tenggelam dengan kesibukanku mengetik sederet huruf yang ujung-ujungnya malah kuhapus sampai tidak tersisa satu pun untuk kukirim.

"Sebentar, sebentar!" Aku merapih-rapihkan bagian bawah gaunku yang jadi sedikit kusut setelah dipakai duduk. Setengah tergesa aku menghampiri pintu lalu membukanya untuk Meida-adik sepupu Angkasa.

"Gimana?" gadis yang umurnya dua tahun lebih muda ketimbang aku itu menyembulkan wajah manisnya dengan penasaran. Aku menarik kenop, melebarkan akses masuk agar Meida bisa menilaiku langsung.

"Iiiih tuh kan cocok! Cantik banget dipakai Kakak!" Meida tersenyum puas melihatku dalam balutan halter dress berwarna peach yang kainnya jatuh menjuntai menutupi tiga per empat kakiku. Merasa pilihannya benar-benar tidak salah.

Aku sekadar tersenyum simpul, "Tapi di sininya kayak agak longgar nggak sih, Mei?" kucubit jahitan melingkar di area yang aku maksud sambil sedikit menarik kain halus tersebut. Menunjukkan pada Meida kalau gaunnya tidak benar-benar pas membentuk lekukan pinggangku.

Meida pura-pura cemberut. "Ye! Makanya makan yang banyak biar gendutan dikit!" candanya dan tak ayal membuatku meringis sekali lagi.

"Sebentar aku cariin belt." Meida bergegas membuka almari setelah menemukan ide untuk menyempurnakan tampilanku. Sedangkan aku mengambil pouch make up pribadiku sebelum membawanya beranjak ke meja rias.

Hari ini genap seminggu aku berada di rumah Meida. Tidak aku sangka aku betah juga. Padahal sebelumnya aku dan Meida hanya pernah bertemu dua kali saat ia datang ke wisuda SMP dan SMA-ku untuk menyelamati kakak sepupunya. Kukira kami bakal canggung tapi ternyata tidak juga. Meida itu Angkasa versi lebih cerewet-dalam artian yang menyenangkan tentunya. Aku nggak perlu khawatir kehabisan bahan obrolan karena Meida adalah tipe yang suka bercerita apa pun tanpa diminta. Waktu ia tahu soal jurusan kuliah yang kuambil, Meida langsung memintaku membaca kepribadiannya lewat garis tangan. Aku tertawa saja. Padahal aku kan mahasiswi Psikologi, bukannya peramal.

Bersama gadis itu terasa sama nyamannya seperti ketika bersama Angkasa. Meida dengan senang hati mau berbagi kamar dan meminjamiku beberapa pakaian. Termasuk gaun yang saat ini aku kenakan. Dan aku rasa Meida juga tidak berlaku baik semata-mata karena aku adalah titipan Angkasa. Sikapnya lebih seperti seorang adik perempuan terhadap kakaknya. Ia bahkan cukup pengertian untuk tidak bertanya lebih banyak soal kenapa aku perlu jauh dari rumah untuk sementara atau perihal kebotakan di rambutku. Meida tampaknya mengerti jika aku sedang tidak baik-baik saja. Entah ia peka atau Angkasa memang memintanya mengawasiku. Yang jelas Meida tidak akan tidur sebelum aku tidur. Tidak jarang aku menangis hingga larut tapi ia tetap akan terjaga sekadar untuk memberiku pelukan tanpa berkata apa-apa.

Di Balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang