☁️8: Di Balik 5370☁️

130 29 2
                                    

Di Balik: Bintang⭐

Rasanya seperti Windi sengaja membawaku kesini untuk mengoreksi anggapanku sendiri.

Bukan dia yang masuk ke hidup Awan setelah aku. Kenyataannya Windi mungkin sudah mengenal Awan sepanjang hidupnya. Aku bisa menyimpulkan itu setelah melihat-lihat deretan foto lama yang masih sangat terjaga dibalik bingkai figura. Perkiraanku mereka masih sekolah dasar waktu foto-foto itu diambil. Aku baru tahu Awan sudah memiliki sepeda gunung putih kerennya sejak lama. Maksudku, jauh sebelum kami bertemu.

"Hei, dapurnya kesebelah sini." Windi memberi tepukan ringan ke bahuku. Didepannya Ada Anfal dan Andari beserta kantung-kantung belanja kami.

Nggak ingin terlihat penasaran dengan foto-foto Windi dan Awan, aku segera menyusul. Ohiya, jadi aku mau mengabari kalau aku sudah lebih rileks sekarang. Ternyata Windi pergi diantar supir pribadi, sehingga 'hal' yang kutakutkan tidak terjadi.

Aku sibuk membahas Windi dengan Andari sepanjang jalan tadi. Via grup chat kami tentu saja. Memang benar Windi dan Andari adalah teman SMP. Malah mereka pernah jadi teman sebangku sejak kelas tujuh, sampai kemudian Andari notice kalau biggest crush ever-nya yang bernama Angkasa, justru lebih memperhatikan Windi. Jadilah perkara dari situ. Cukup menjelaskan kenapa daritadi Andari kelihatan ogah-ogahan banget.

"Ini seriusan gapapa, Win? Kita nih ahli ngeberantakin apapun." Nah, Anfal dan basa-basinya lagi. Tapi memang benar juga sih.

Windi justru tergelak, sedikitpun nggak khawatir. "Let's have fun!"

Andari memilih sibuk bersama Bibi, kayaknya sudah ia rencanakan sejak di mobil tadi buat menghindari Windi. Padahal kata Windi alasan utamanya mengajak kami ke rumahnya biar bisa nostalgia sama Andari, eh dia malah jadi sibuk bareng si Anfal. Kalau aku... aku masih berusaha menemukan kesibukan untukku sendiri.

Begini, produk pilihanku adalah martabak manis. Konsep finalnya, martabak piring mini dengan topping yang dibikin Indonesia banget yaitu kelapa parut sangrai dan saus gula merah cair. Yaps hasil ngide Kak Ge tadi pagi. Repotnya aku sama sekali nggak jago bikin produkku sendiri. Lebih tepatnya, aku sama sekali nggak bisa. Akhirnya aku buka-buka youtube dan sudah mulai frustrasi bahkan buat sekedar milih video mana yang resepnya ingin kucontoh. Memasak memang nggak pernah jadi mudah buatku.

"Loh, Bi? Kok belum mulai?" tahu-tahu Windi muncul dari balik punggungku.

Aku nyengir, "Jujur aja ini aku seringnya makan doang, belum pernah belajar buat."

"Yah... kenapa nggak bilang daritadi?" tanyanya setengah geli.

Ajaibnya Windi langsung bisa menebak apa yang akan kubuat cuma dari bahan-bahan yang kubeli. Aku menambahkan detail-detail lebih jelas mengenai apa saja yang ingin kuubah dan kutambahkan untuk produk martabak manisku agar nggak sama dengan yang biasa dijual. Windi bilang idenya menarik sekali. Wah asik juga, dalam sehari aku sudah dipuji oleh 2 orang berkat Kak Ge.

"Mau nyontek resep dari channel yang mana, Win?" tawarku, menyodorkan ponsel pada Windi yang habis mengambil wadah adonan.

"Oh, nggak usah. Aku bisa kok." Tolaknya lantas sibuk menuang bahan-bahan. Astaga, Windi memang kelihatan bisa masak tapi aku nggak mengira dia juga bisa buat martabak manis. Aku putuskan menyimpan ponsel, jadi kikuk sendiri.

Karena ini adalah first try, aku lebih banyak mengamati dan mendengarkan penjelasan Windi. Nggak lupa mencatat apapun yang kurasa penting pada notes ponsel. Saat waktunya adonan dimasak, aku bilang pada Windi untuk pakai teflon saja. Toh hanya percobaan jadi nggak perlu pakai piring betulan-maksudnya aku nggak enak kalau harus bikin piring Windi jadi gosong. Tapi Windi malah nggak setuju. Ia bahkan menghiraukan aku dan tetap meletakkan piring diatas kompor.

Di Balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang