Laba-Laba Jantan

1K 55 0
                                    

Liburan bulan madu di Bali akhirnya selesai juga. Puput dan Jata tidak langsung pulang ke Banjarbaru, melainkan mampir dulu di Pangkalan Bun, rumah orang tua Jata.

Ibukota Kabupaten Kotawaringin Barat itu merupakan salah satu kabupaten yang kemajuannya paling pesat di Kalimantan Tengah. Orang tua Jata berasal dari Kapuas, namun sudah puluhan tahun menetap di Pangkalan Bun.

Rumah Jata cukup besar dan lengang. Rumah yang memiliki lima kamar tidur itu hanya dihuni kedua orang tua Jata dan dua anak asuh. Kedua adik Jata telah bekerja di kota lain.

Rumah itu adalah rumah kenangan. Jata dan kedua adiknya dibesarkan di rumah itu hingga SMP. Saat SMA, mereka dikirim untuk bersekolah di Jawa. Orang-orang Dayak yang mampu memilih menyekolahkan anak-anaknya sejak dini ke Jawa karena menganggap kualitas pendidikan di sana lebih baik daripada di Kalimantan Tengah. Adik bungsu Jata malah sudah dikirim sejak SMP.

Orang tua Jata menggelar acara Pekaja Menantu, atau dalam bahasa Jawa Ngundhuh Mantu. Pesta sederhana yang meriah itu dihadiri okeh keluarga besar Jata dan rekan-rekan masa kecilnya. Puput cukup kaget melihat betapa banyak keluarga dan teman-teman Jata. Ia yang biasa sebagai anak rumahan cukup kewalahan menerima perhatian yang demikian banyak. Semua memuji kelembutan dan kecantikannya. Ia bisa melihat betapa Jata diistimewakan oleh keluarga dan dicintai rekan-rekannya. Ada rasa bangga mengisi hati Puput. Namun, seiring dengan itu, ia merasa bersalah. Sebagai istri dirinya malah belum bisa memberikan apa-apa.

Malam selesai pesta, Jata kembali mendekati istrinya. Belum-belum Puput sudah meringkuk. Begitu pula beberapa kesempatan yang terjadi hari-hari kemudian. Ada saja alasan Puput. Mau olah raga pagi lah, masih mengantuk lah, sampai mau memasak subuh-subuh. Oh, satu hal. Puput berantakan di kasur, namun berjaya di dapur. Gadis itu segera menjadi anak didik ayah mertua, diajari berbagai resep masakan Dayak. Salah satunya memasak ikan patin yang dibakar di dalam bambu.

Pagi itu, ia kembali ditinggalkan Puput untuk berbelanja di pasar subuh. Hari ini, ia berencana menjalankan percobaan ke-11. Setelah sepuiuh kali mencoba sendiri dan gagal, rasanya ia membutuhkan nasehat orang yang ahli. Siapa lagi kalau bukan lelaki kerempeng yang banyak omong, orang kesayangan ibunya? Sudah terbukti ayahnya itu tokcer menghasilkan tiga anak.

Ayah Jata berusia 55 tahun dan masih aktif bekerja sebagai petinggi sebuah perusahaan sawit di Kotawaringin Barat. Janganlah hanya melihat fisik. Lelaki mungil nan kerempeng itu powerfull sebagai pemimpin. Ia bisa mendirikan perusahaan dan menggerakkan massa. Kemampuan berbicara lelaki itu bisa diandalkan. Bukan hanya sekali orang-orang meminta bantuannya untuk menjadi penengah dalam kasus-kasus sengketa yang sulit. Tampaknya kemampuan itu diwariskan ke Jata.

Matías Sandan tengah menikmati kopi dan singkong rebus di teras belakang sambil mengamati kolam ikan koinya. Begitu anak sulungnya muncul, matanya langsung berbinar.

"Kapan nih Papa dapat cucu?" selorohnya sambil melempar makanan ikan. Koi-koi putih orange itu segera melahap santapan paginya.

Jata hanya berdiam diri di samping sang ayah. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana trainingnya.

"Pa, gimana Papa dulu?" tanya lelaki itu dengan malu-malu.

"Dulu apa?"

Jata salah tingkah. "Dulu, waktu sama Mama."

"Ooo, itu. Papa pendekatannya lama. Mamamu tu...."

"Bukan itu, Pa!" potong Jata. Kalau dibiarkan, papanya bisa pidato setengah hari tanpa tahu tanda baca yang bernama titik.

Matias memutar tubuh untuk melihat putra sulungnya dengan jelas. Jata semakin salah tingkah. Matias memang bertubuh mungil. Namun, jangan dikira tidak memiliki kemampuan mengitimidasi yang hebat.

"Kamu mau tanya apa? Yang jelas, dong."

Jata mendekatkan mulut ke telinga ayahnya. "Gimana Papa nembus Mama pertama kali dulu?" tanyanya sambil berbisik.

Sontak sang ayah memandang lurus-lurus. Detik berikutnya mukanya memerah dan tawanya meledak. Saking hebatnya tertawa, lelaki itu sampai terbatuk-batuk.

"Minum dulu, Pa." Jata mengulurkan cangkir kopi.

Ayah Jata duduk di kursi teras sambil menyeruput kopi. Setelah batuknya reda, dipandangnya wajah Jata. Ia tak mampu berkata-kata. Tawanya tersembur kembali. Kini jari telunjuknya teracung ke muka sang anak.

"Badanmu besar begitu...." Matias kembali tetawa. "Sudah sepuluh hari tapi istrimu masih perawan?" Mata paruh baya itu melengkung dan menyipit, nyaris hilang.

Jata mulai merasa ayahnya itu kejam sekali. Masa anak sendiri kesusahan malah ditertawakan? Ayah macam apa itu?

"Papa yang kecil begini saja langsung tokcer. Bulan depannya langsung ada kamu."

"Pa?" Wajah Jata sudah merah padam karena malu.

"Kamu tahu, laba-laba jantan itu ukurannya jauh lebih kecil dari betinanya. Biar begitu, dia sanggup membuahi si betina. Jangan kalah sama laba-laba dong!"

Jata merutuk dalam hati. "Laba-laba jantan mati setelah kawin!"

"Papa masih hidup segar bugar sampai sekarang," bela sang ayah.

"Pa?" keluh Jata. "Aku stres betulan nih."

Matias berdehem sebelum kembali bicara. "Kamu sudah tahu tentang foreplay?"

"Udah."

"Sudah dipraktikkan?"

Jata menggaruk tengkuk. "Udah, sih." Nada ragu dalam perkataan itu jelas terdengar.

"Nah, kelihatan tuh di mana masalahnya. Belajar lagi sana. Kalau istrimu sudah panas maksimal, pasti bisa."

"Dia takut sakit, lalu nolak di detik-detik terakhir."

"Kamu sudah cek, kewanitaannya sudah basah atau masih kering?"

Jata melongo. Istilah ayahnya itu terasa menggelikan. Apakah kewanitaan itu mirip rawa-rawa gambut, bisa basah bisa kering? "Lubrikasi maksudnya?"

"Iya. Sudah kamu cek?"

"Belum ... sih."

"Nah, nanti dicoba lagi. Kalau sudah benar, bukan takut, istrimu malah nunggu-nunggu kamu masuki."

Jata menatap ayahnya kembali. Matanya menyorotkan rasa frustrasi. "Gimana bikin dia panas maksimal, Pa?"

Kini ganti sang ayah yang menatap putranya dengan frustrasi. Apakah dirinya telah melewatkan sesuatu saat mendidik Jata?

"Kamu belum tahu bagaimana membuat perempuan panas?" Matias bertanya dengan mata memicing. Rasanya ada yang aneh bila lelaki seusia Jata masih menanyakan hal itu.

Jata hanya mengedip-ngedipkan mata. Ia sudah merasa sangat malu. "Bukan nggak tahu, Pa. Aku mau tahu gimana cara yang tokcer."

=== TBC ===

Percobaan 44Where stories live. Discover now