Perawan?

1.2K 68 19
                                    


Setelah bertanya sana sini dan mencari informasi lewat dunia maya, serta bertanya pada pengalaman beberapa rekan yang pernah mengantar istri ke dokter kandungan, akhirnya Jata menemukan seorang dokter spesialis kandungan perempuan di Banjarmasin. Jata memberitahukan rencana itu kepada istrinya. Seperti dugaan, Puput kembali mencari berbagai alasan. Ia bahkan tidak malu menggunakan alasannya yang tidak masuk akal, misalnya takut dengan bunyi alat-alat medis. Menggelikan sekali, perempuan kalau sudah tidak mau, segala cara akan digunakan untuk menghindar.

"Kok aku merasa kamu takut dengan dokter kandungan, ya?" komentar Jata sambil berusaha bersabar.

"Iya, aku memang takut banget."

"Sebenarnya kenapa kamu sampai trauma dengan dokter kandungan?"

"Nggak cuma sama dokter kandungan, aku anti dengan semua dokter."

Otak Jata langsung berputar untuk menelisik segala kemungkinan. Tidak mungkin perempuan dewasa seperti Puput bisa memberikan jawaban yang absurd seperti itu. Apakah Puput takut pergi ke dokter karena memiliki masalah kesehatan tertentu yang tidak ingin diketahui olehnya? Atau jangan-jangan sesuatu telah terjadi di masa lalu yang membuat Puput begitu trauma, tidak cuma kepada dokter, namun juga kepada hubungan seksual?

Akhirnya Jata menunda jadwal untuk berkonsultasi ke dokter. Ia memfokuskan diri untuk meneliti sebab-sebab ketakutan sang istri. Berbagai kemungkinan bermunculan. Salah satunya adalah kemungkinan trauma masa lalu atau masa kecil. Tidak mungkin seseorang mengalami ketakutan yang sangat bila tanpa mengalami sesuatu yang buruk, bukan?

Puput selalu menghindar bila berhubungan seksual. Adakah sesuatu telah terjadi dengan organ kewanitaannya? Sebut saja, Puput sudah tidak perawan sehingga takut dirinya mengetahui lalu menjadi kecewa. Sangat masuk akal, bukan? Siapa tahu mantan pacarnya dulu senakal pacar kedua Wina, yang hanya mau menikmati saja, lalu pergi tanpa bertanggung jawab.

Hal yang lebih mengkhawatirkan, jangan-jangan Puput adalah korban pelecehan seksual atau perkosaan sehingga setiap berhubungan, ingatan akan peristiwa nahas itu terbayang kembali. Bila itu yang terjadi, perjalanan mereka akan semakin panjang. Ia pernah mendengar bahwa para korban pelecehan seksual menderita luka batin selama bertahun-tahun bahkan sepanjang hayat.

Hati Jata menjadi pilu setiap memikirkan itu. Bila benar masalah keperawanan yang menjadi penyebab, betapa menyedihkan. Sebagian dirinya merasa kecewa memikirkan kemungkinan mendapatkan 'bekas' orang lain. Lihat saja nasib Asrul dan Fitri. Lelaki mana yang tidak ingin mempersunting perawan ting-ting? Keperawanan dianggap sebagai hadiah bagi seorang suami di malam pertama. Begitulah pandangan masyarakat selama beribu tahun.

Jata memperhatikan perempuan lembut dan mungil yang kini membawakan secangkir kopi. Sorot matanya terlihat lugu dan polos. Melihat itu, bukan rasa kecewa yang menggelembung dalam hati, melainkan rasa iba. Masyarakat kadang tidak adil. Kehilangan keperawanan pada perempuan selalu meninggalkan jejak. Sebaliknya lelaki, bisa melenggang santai setelah melepas keperjakaan, hampir tanpa bekas. Perempuanlah yang menerima hukuman sosial lebih berat. Padahal, hubungan seksual itu dilakukan oleh dua orang, bukan?

Jata mengingat kembali perjalanan cinta yang menyatukan mereka. Ia ingat bagaimana hatinya berdebar hanya karena melihat foto gadis itu. Ia juga merasakan dirinya lengkap saat bersama Puput. Sangat berbeda ketika bersama Wina dan Kania.

Jata memantapkan diri. Tidak masalah seandainya Puput sudah tidak gadis. Ia mencintainya sepenuh hati. Biarlah masa lalu menjadi pelajaran untuk menjadi lebih baik di masa depan. Jata memberanikan diri untuk menanyakan hal itu secara hati-hati.

"Kamu jarang cerita tentang masa kecilmu, Put," tanya Jata sambil menikmati donat hangat yang baru keluar dari penggorengan.

"Mmm, mau diceritain masa kecil yang mana, Kak? Banyak ceritaku." Mata Puput berbinar saat mengatakan itu.

Percobaan 44Where stories live. Discover now