18. Video Hebat

892 45 3
                                    

Setelah mengucapkan terima kasih dan permintaan untuk tidak menceritakan hal itu kepada orang lain, Jata bergegas pulang. Di rumah ia segera memutar CD itu di komputer jinjing. Dipilihnya beberapa video yang menurutnya masih layak untuk ditonton berdua dengan Puput. Sambil meneliti video itu otak Jata berpikir mencari cara bagaimana mengajak Puput menonton tanpa menimbulkan prasangka buruk.

Saat itu jam dinding baru menunjukkan pukul sembilan malam. Puput tengah menyetrika baju di kamar sebelah. Tanpa Jata ketahui, awan gelap menaungi sekitar daerah itu. Kabut halus merayap dari hutan di belakang rumah, menjalar perlahan menuju halaman dan akhirnya melingkupi rumah mereka. Suasana dingin yang terbentuk membuat Jata terlena.

"Nonton apa, Kakak?" Tiba-tiba Puput keluar kamar setrika dan berjalan gemulai mendekati sofa. Lengannya dengan lembut melingkar di bahu Jata. Wajah ayu itu menyandar di lekuk leher sehingga Jata dapat merasakan kehangatan pipi sang istri.

Jata mengangkat wajah dari laptop. Sejenak bingung ingin mengatakan apa. Tahu-tahu Puput menjulurkan kepala, melongok melihat layar laptop. Jata menahan napas. Entah apa yang akan dikatakan istrinya itu. Di luar dugaan, Puput menoleh dan tersenyum. Bibir itu melengkung indah, membuat jantung Jata berdegup kencang.

"Kamu mau melakukan seperti yang di dalam video ini?" Kedua mata Puput membulat maksimal. Gadis itu duduk di sebelah Jata lalu mengelus lengan kekarnya.

Jata semakin berdebar. Raut wajah dan tindak tanduk Puput begitu mengundang. "Aku pinjam ini untuk kita pelajari, Put. Aku bukan...." Kata-kata Jata terputus karena Puput telah mendekap mulutnya.

"Aku tahu kok, Kak. Nggak usah malu. Mau sekarang?"

Jata tak bisa berpikir lagi. Ia mengangguk. "Ke kamar, yuk."

Puput menggeleng nakal. "Di sini aja. Di sofa lebih asyik."

"Hah?"

"Rumah ini isinya cuma kita berdua. Nggak papa kan kalau melakukan itu di ruang tengah?"

Jata tak bisa berkata-kata lagi. Elusan tangan lembut Puput menjalar dari lengan, perlahan menuju dada, lalu semakin ke bawah. Sang naga memanas. Tarikan napas panjang mengiringi hasrat yang mulai membubung. Ia bagai tercebur ke danau Riam Kanan yang entah bagaimana berair hangat. Air itu menggulung dan menenggelamkan seluruh tubuhnya. Sang naga menggeliat dalam kenikmatan.

....
....
....
....

"Kakak!" Sebuah tepukan keras, oh salah, tamparan keras mendarat di pipinya.

Seketika tubuhnya seperti dicabut paksa dari danau berair hangat untuk dilempar ke pasir kasar berbalut akar-akar pohon di tepian danau. Jata terbangun dengan nyawa cuma seperempat. Saat menoleh, didapatinya mata Puput mendelik lebar-lebar. Ekspresi gadis itu menunjukkan rasa jijik yang maksimal.

"Kakak ngapaiiiiiinnn?" Jerit tanpa ampun keluar dari mulut mungil Puput.

Pekik histeris bercampur air mata itu benar-benar menyeret Jata ke kesadaran.

Apa yang terjadi? Bukankah tadi ...?

Sontak Jata menunduk memandang area di antara kedua pangkal paha.

Astagaaa!

Jata hampir pingsan. Ia baru tahu dirinya demikian menyedihkan. Tangannya tengah menyusup di sana, di balik celana dalam!

☆☆☆

Jata berniat mengejar Puput ke kamar. Gerakannya terhenti saat menyadari tangannya berlumuran air mani. Saat bangkit dari duduk, si adik terasa ngilu. Astaga, apa yang telah dilakukan si tangan kepada si adik? Terpaksalah ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Jata tak habis pikir bagaimana ia bisa melakukan itu di ruang tengah tanpa sadar. Seingatnya ia tidak mengantuk saat mulai menonton. Lagi pula, lelaki mana yang mengantuk saat mencermati gerakan-gerakan penggugah semangat itu? Lebih ajaib lagi, ternyata ia tertidur sambil memainkan si adik. Bisakah itu dijelaskan dengan nalar? Ia seperti orang gila saja. Bila bermimpi basah pun tak pernah tangannya ikut bergerilya.

Jata mengguyur kepala dengan air dingin berulang kali, berharap air dingin itu dapat mengembalikan kewarasannya. Dipergoki oleh istri sendiri tengah memainkan sang adik benar-benar meruntuhkan harga diri sebagai lelaki.

Masih terlihat nyata bagaimana tatapan jijik Puput. Barangkali gadis itu sekarang menganggap dirinya sebagai binatang yang dikuasai nafsu primitif. Atau barangkali dirinya tampak lebih hina dari keset kaki. Oh, Jata tak tahu bagaimana harus menghadapi Puput sebentar lagi.

Jata mendorong pintu kamar dengan hati-hati. Ia menemukan istrinya meringkuk di lantai kayu di sebuah sudut dengan kedua tungkai ditekuk dan kepala menunduk. Bahunya berguncang menandakan tengah menangis. Dengan perlahan, Jata duduk di sampingnya.

"Put?" panggilnya perlahan. Disentuhnya bahu itu. Agaknya upaya itu tidak diterima. Puput menampik tangannya.

Jata mengembuskan napas. "Aku nggak sengaja, Put. Aku tadi cuma memilih video buat kita tonton bersama. Aku nggak tahu kenapa bisa ketiduran sambil ...."

Di luar, hujan mulai turun. Angin yang menderu menuruni bukit di sekeliling bendungan dan menerpa rumah terdengar jelas melalui dinding kayu.

Puput mengangkat wajah dan menoleh. Bersamaan dengan itu kilat menyambar. Jata terkaget, bukan hanya karena gelegar kilat, melainkan kilasan mata Puput. Tatapannya tajam dan matanya bercahaya. Sosoknya lebih kurus dengan rambut panjang tebal yang tak teratur. Sangat jelas sosok itu bukan istrinya. Seketika ia teringat makhluk yang muncul di kamar hotel di Jimbaran.

"Put?" Jata tergagap. Ia mengerjap. Dalam satu kedipan, sosok hitam dan tatapan menyala itu telah sirna. Tersisa kilat yang menyambar-nyambar di luar sana. Jata mengelus dada, meredakan denyut jantung yang bergejolak. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan dirinya, sampai melihat sosok mengerikan itu tiga kali.

"Kamu mau apa sebenarnya, Kak?" ratap Puput. Matanya sudah kembali seperti semula. Ia agak berteriak karena suara hujan yang menimpa rumah kayu terdengar nyaring.

"Aku ...." Kata-kata Jata terhenti. Bagaimana menjelaskan kejadian tadi?

"Untuk apa video porno itu?" tuntut Puput.

"Aku mau ajak kamu nonton bareng. Maksudku supaya kamu nggak ngeri berhubungan suami istri."

Mata Puput melebar. Jelas sekali gadis itu tak percaya. Detik berikutnya air matanya berlelehan. "Aku nggak becus sebagai istri, Kak. Sampai kamu harus main sendiri dengan video porno."

"Put! Itu tadi nggak sengaja! Aku juga nggak tahu kenapa, tapi aku tadi ketiduran, Put!"

"Mana ada masturbasi sambil tidur, Kakak?" geram sekali Puput dengan jawaban tak masuk akal itu. "Wajahmu tadi menikmati banget. Kamu menggeliat-geliat pula."

"Hah? Aku nggak sadar tadi, Put!"

Puput kembali sesenggukan. "Kak, bersabarlah sedikit. Aku yakin suatu saat nanti aku akan melayanimu dengan baik. Aku janji, Kak."

Jata gusar dituduh begitu. Apa katanya tadi, melayani? Hatinya bagai dicubit. Mengapa ia merasa sebagai tiran yang menagih pajak ke rakyat miskin? "Put, aku nggak menuntut kamu. Aku hanya ingin membantumu mempelajari hubungan seksual supaya kamu tidak takut lagi."

Puput menggeleng. "Aku nggak lihat kamu mau mengajak belajar. Kamu menikmatinya sendiri. Aku melihat dengan mata kepalaku tanganmu mengusap-usap di situ. Mulutmu juga ah - uh - ah - uh keenakan. Apa itu namanya, Kak?"

Ingin rasanya Jata membenturkan kepala ke dinding. Hatinya tidak terima dengan semua tuduhan itu. Namun bagaimana ia bisa membela diri?

=== Bersambung ===

Percobaan 44Där berättelser lever. Upptäck nu