38. Jurang Kelam

318 30 6
                                    


PASANGAN pengantin baru itu masih duduk di warung cukup lama. Pemandangan dari teras itu memang menyenangkan. Angin sepoi membuat cuaca terik menjadi sejuk. Di bawah sana, ada orang-orang yang menyewakan perahu wisata.

"Kak, aku kepingin mencoba perahu itu," pinta Puput.

Jata menoleh ke bawah, ke arah kumpulan perahu berwarna-warni. Tidak ada yang aneh di sana. Namun, sesuatu seperti mencegahnya untuk mendatangi tempat itu. "Jangan sekarang, Put. Tuh, di hulu sana mendung. Takutnya ada gelombang."

"Kayak laut aja. Masa di waduk bisa ada gelombang?"

Jata cuma menanggapi dengan tersenyum. Saat tanpa sengaja matanya melirik ke bawah, ia melihat satu makhluk aneh itu di salah satu perahu. Cepat-cepat Jata mengalihkan pandangan.

"Liburan masih panjang. Kita mau ke mana sesudah ini?" Jata menimbang saran Gani beberapa waktu yang lalu. "Bagaimana kalau kita pergi ke Loksado?"

"Tempat apa itu, Kak?"

"Danau juga, tapi danau alami. Di sana ada komunitas masyarakat adat Dayak. Kamu bisa naik rakit di sungai. Sungainya bagus karena airnya bening banget."

Puput tampak kurang memahami. "Masyarakat adat Dayak? Jadi orang di Banjarbaru ini bukan orang Dayak?"

"Bukan. Di sini mayoritas suku Banjar. Suku Banjar itu keturunan Melayu. Karena itu banyak yang beragama Islam."

Puput lalu menoleh pada suaminya. "Kalo kamu Dayak atau Banjar?"

"Dayak asli. Dayak Ngaju."

"Emang ada berapa jenis suku Dayak sih, Kak?"

"Ada ratusan," jawab Jata, "tapi dikelompokkan menjadi tujuh rumpun besar. Dayak Ngaju salah satunya."

"Hah? Banyak banget."

"Iya. Bahasanya juga sebanyak itu."

"Ampun. Kukira hanya satu macam saja. Ternyata sampai ratusan bahasa. Lantas aku harus belajar bahasa yang mana?"

"Kamu belajar bahasa Dayak Ngaju. Itu bahasa persatuan suku Dayak di Kalimantan Tengah."

Puput nyengir mendengar itu. "Oh, ada bahasa persatuannya juga."

Jata terkekeh. "Ada, dong."

"Loksado jauh?" tanya Puput setelah beberapa saat berpikir.

"Lumayan."

"Kayaknya jangan besok, deh. Aku masih capek turun dari bukit tadi."

"Terus besok kita ngapain?"

"Gimana kalau jalan-jalan di dekat sini saja. Belanja ke Banjarmasin."

"Ide bagus. Persediaan logistik kita sudah mulai menipis. Mau nonton?"

"Mau banget!"

☆☆☆

Setelah puas memandangi waduk, mereka memutuskan pulang. Jalan menurun dengan belokan tajam mengharuskan Jata menyetir dengan hati-hati. Saat mendekati kelokan yang disebut angker tadi, perjalanan mereka terhambat. Jalan yang biasanya tidak ramai kini nyaris macet.

Jata memarkir mobil, lalu turun untuk melihat apa yang terjadi. Puput membuntuti di belakang.

Ternyata kecelakaan lalu lintas. Sepasang pengendara sepeda motor tergelincir dan jatuh ke jurang.

"Kata orang, mereka habis tertangkap mesum di Matang Kaladan," bisik seseorang.

"Meninggal?" tanya Jata.

Percobaan 44Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang