Ini Cinta?

829 48 3
                                    

Jata bagai naga yang mengganas. Wajahnya telah menjelajah tubuh mungil yang harum. Dengan terpejam, dihirupnya aroma feminin. Dada putih yang halus itu membuat gila. Dibenamkannya pipi di sana, menikmati kehangatan yang tidak didapatkan di tempat lain. Bibir Jata mengulum, menyesap bagian tubuh halus yang membuat sang adik kecil berdenyut keras. Oh, ia sungguh ingin lepas kendali saat ini!

Puput memejamkan mata. Sentuhan-sentuhan itu semakin membuat dirinya merasa diserbu. Ia tahu Jata adalah suaminya, yang berarti dirinya adalah milik Jata seluruhnya. Namun, mengapa keberadaan lelaki itu terasa mendesak, merangsek, bahkan menjarah? Lihatlah jemari kekar itu menjelajahi semua, menyentuh sembarang tempat bahkan tempat yang paling pribadi. Dengkus napas Jata menyerbu dan menghalau napasnya. Dan entah apa lagi milik Jata yang mendarat dan menyergap di tubuhnya.

Puput membuka mata sejenak. Wajah Jata telah melekat di wajahnya. Mulutnya kini diserbu pula. Sesaat mata mereka beradu. Puput terhenyak. Mata itu bukan mata Jata yang karismatis. Mata itu tak berbeda dari mata makhluk yang dikuasai hasrat primitif. Mau menangis rasanya melihat perubahan itu. Seperti inikah lelaki yang telah dikuasai nafsu?

Jata sendiri telah larut dalam gairah. Setelah ditolak berkali-kali, ia tergoda menggunakan kekuasaan seorang suami. Memaksa, itu sudah menjadi kebiasaannya dahulu di luar sana. Sebelah hatinya mengingatkan, namun tubuh yang telah memanas itu tak mau mendengar. Ia terus bergerak merasakan dan menikmati tubuh mungil yang lembut dan manis itu. Semakin lama semakin cepat hingga akhirnya berton-ton hasrat yang menumpuk siap untuk dilepaskan. Lengan kokohnya merebahkan Puput. Adik kecilnya sudah siap untuk diluncurkan. Tangan Jata kini melerai kedua tungkai Puput yang terkatup kuat-kuat. Jalan itu pun terbuka, tinggal masuk ke dalamnya saja.

Di detik-detik yang genting itu, Jata melihat wajah Puput. Gadis itu tergolek telanjang di hadapannya. Ia tidak melawan dan terlihat pasrah. Namun gadis itu jelas-jelas ketakutan. Wajahnya mengerut menahan rasa ngeri. Tangannya mencengkeram seprai kuat-kuat seolah mencari kekuatan di sana. Jata segera menyadari bahwa istrinya tidak menikmati kebersamaan mereka, bahkan bisa dikatakan tersiksa.

Hati Jata sontak tertampar. Ia mau apa tadi? Mau memuaskan diri dengan menggunakan tubuh tak berdaya yang menggigil ketakutan itu? Ia ingin senang sendiri sedangkan pasangannya ketakutan. Betapa egoisnya! Benarkah dia seorang suami, atau jangan-jangan dia hanyalah binatang dalam wujud manusia?

Jata mendengkus panjang seraya surut ke belakang. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuh istrinya. Seperti yang sudah-sudah, ia melarikan calon anak-anak ke kamar mandi. Sebagian dirinya memberontak, menuntut untuk dipuaskan. Separuh lagi tahu betul bahwa ia harus menarik diri. Jata menyalakan shower. Suara semburan air yang keras mengisi kamar mandi.

"Aaaarrrgghh!" Jata menggeram. Tangannya mengepal keras dan meninju dinding beberapa kali. Ia tahu perbuatan itu kekanakan dan seharusnya tidak dilakukan. Akan tetapi, dadanya sudah nyaris meledak. "Ya, Lord!" desisnya tertahan.

☆☆☆

Di kamar, Puput dapat mendengar geraman itu dari tempatnya meringkuk. Ia tadi sempat melihat raut wajah suaminya saat surut. Wajah itu wajah kecewa dan terluka. Puput sontak merasakan dirinya sebagai istri yang gagal. Ia sungguh ingin menyenangkan Jata. Tapi mengapa sesuatu dalam dirinya menolak untuk disentuh, bahkan ingin melarikan diri jauh-jauh? Puput segera mengenakan baju dan menunggu Jata keluar dari kamar mandi.

Rupanya Jata membutuhkan waktu panjang di kamar mandi untuk menenangkan diri. Saat keluar, ia tidak mau memandang istrinya. Tanpa berbicara lagi ia merebahkan tubuh di kasur dan berbaring membelakangi. Ia tahu Puput menangis karena diabaikan. Sebenarnya hatinya iba. Namun, ia juga tidak tahu harus menghadapi Puput dan menghadapi hatinya sendiri dengan cara apa. Akhirnya tidur adalah pilihan terbaik saat ini.

Puput menarik selimut menutupi wajah. Ia turut berbaring membelakangi. Air mata mengalir berderai-derai. Bahunya berguncang keras. Suara sesenggukan itu pasti terdengar oleh Jata. Akan tetapi, tidak seperti yang sudah-sudah, kali ini Jata tidak merespon sama sekali. Barangkali lelaki itu sudah tak peduli lagi. Dengkuran halus terdengar tak berapa lama.

Bisa-bisanya suaminya itu tidur nyenyak dengan membiarkan dirinya terisak-isak. Hanya segitu saja rasa sayangnya? Mana janji pernikahan dua minggu yang lalu, yang katanya ingin bersama saat senang dan duka, malang dan untung, sehat dan sakit?

☘Bersambung☘

Percobaan 44Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang