20. Buku Reproduksi

741 45 0
                                    


Gagal tujuh belas kali, bukan hanya kepala Jata yang berdenyut, akan tetapi seluruh pembuluh darahnya seakan hendak meledak. Untuk beberapa hari Jata menyurutkan langkah. Ia pun perlu menyembuhkan luka hati setelah belasan kali gagal. Apalagi percobaan ke-17 telah memicu pertengkaran sengit.

Bila mengingat pertengkaran terakhir mereka, Jata tidak habis pikir, bagaimana dirinya yang terbiasa teratur dalam berbicara bisa mengeluarkan kata-kata pedas seperti itu kepada istri sendiri. Bila demikian kondisinya, maka untuk percobaan-percobaan yang akan datang ia harus lebih fokus pada persiapan.

Salah satu persiapan yang terpikir oleh Jata adalah membeli buku-buku tentang reproduksi. Bukankah buku-buku tersebut ditulis secara ilmiah oleh para ahli? Walaupun membahas secara detail organ-organ seksual dan perilaku bersetubuh, sudah pasti tidak akan dikaitkan dengan pornografi.

Dengan pemikiran seperti di atas, Jata membawa istrinya ke toko buku terlengkap di Banjarmasin pada akhir pekan. Setelah menjelaskan maksudnya, Jata memilih beberapa buku.

"Kamu suka membaca buku kan, Put?"

Puput mengangguk dengan malas. Sebenarnya ia lebih suka membeli buku resep masakan atau novel percintaan. Buku-buku reproduksi menurutnya sangat rumit dan membingungkan. Belum lagi di dalamnya terdapat ilustrasi yang lebih cocok untuk mahasiswa kedokteran. Dirinya yang lulusan Akuntansi sulit untuk memahami gambar-gambar tersebut. Matanya melebar setelah melihat jumlah buku yang diambil suaminya. Tidak cukup satu, lima!

"Semua itu harus kubaca, Kak?" tanya Puput dengan raut wajah lemas.

Jata menoleh dan mengangkat kedua alis. Pertanyaan itu membuat perasaan tidak enak. Firasatnya Puput akan enggan membuka buku-buku tersebut. "Kalau sudah dibeli, harus dibaca, Put. Kamu keberatan? Ini demi masa depan kita, loh!"

"Bukan begitu, sih. Apa nggak kebanyakan membeli lima sekaligus?" Puput masih berusaha menawar.

Muka Jata langsung berubah mendengar jawaban istrinya. Tanpa bicara ia mengeluarkan kelima buku dari tas belanja. "Sekarang kamu pilih satu yang benar-benar akan kamu baca. Sisanya kita beli setelah kamu menamatkan yang satu ini. Gimana, Put?"

Dengan setengah hati Puput mengambil satu dari kelima buku tersebut. Sudah pasti yang dipilih adalah buku yang paling tipis. Siapa yang ingin membaca buku tebal-tebal setelah menyelesaikan sidang skripsi? Ia masih alergi dengan berpuluh jurnal dan teksbook keuangan. Kepinginnya setelah tamat kuliah ingin rehat sejenak dari aktivitas membaca yang serius.

"Jangan yang itu. Yang ini aja," ujar Jata seraya mengambil buku dari tangan Puput kemudian menggantinya dengan buku lain yang lebih besar dan lebih tebal. "Kalau yang ini banyak gambar gambarnya. Kita akan lebih mudah untuk memahami."

Puput menggerutu dalam hati. Kalau yang dipakai kemauannya sendiri kenapa tadi menyuruh memilih, sih?

"Aku boleh membeli novel?" pinta Puput setelah beberapa waktu berdiam diri.

"Boleh," jawab suaminya.

Dengan hati girang, Puput meraih novel dari penulis favoritnya. Tidak tanggung-tanggung, lima buah novel langsung meluncur ke tas belanja.

"Loh, Put? Kalau novelnya sebanyak ini, kapan kamu membaca buku reproduksi?" Tangan Jata mengeluarkan kelima novel itu, lalu meminta Puput untuk memilih. "Sekarang kamu pilih satu dari kelima novel ini. Kalau kamu cuma sanggup membaca satu buku reproduksi, kamu cuma boleh membaca satu novel saja."

Puput kontan merengut. Tanpa berkomentar lagi, tangannya mengambil satu di antara kelima novel. Sudah dapat diduga, novel yang dipilih adalah yang paling tebal di antara kelimanya.

Percobaan 44Where stories live. Discover now