Chapter 37 - Injured

2.3K 184 1
                                    

Kris langsung memutuskan untuk membawaku ke rumah sakit yang ada di Bogor ketimbang rumah sakit daerah yang lebih dekat dari resort tempat kami menginap, karena pertimbangan kelengkapan fasilitas medis. Untung tidak ada macet selama perjalanan menuju rumah sakit. Ditambah, Mark yang cukup ngebut bawa mobilnya. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam, kami sampai di Siloam Hospital Bogor.

Mark menurunkan kami tepat di depan IGD. Setelah menurunkan kami, ia mencari parkir sendiri dan belum bergabung dengan kami lagi hingga aku masuk ruang observasi untuk melakukan X-Ray. Gio yang bertugas menggendongku kemana - kemana. Ia menjadi 'kaki'-ku untuk sementara saat ini. Kris jadi seksi repot yang mengurus administrasi dan yang berbicara dengan dokter mengenai kondisi kakiku. Kedua laki - laki ini tidak pernah meninggalkan sisiku.

Kaki kiriku yang terkena tendangan kuda tadi terasa masih berdenyut nyerih. Memar kemerahannya sudah berubah menjadi agak keunguan dan bengkak. Dari hasil X-Ray yang baru kujalani, dokter mengatakan tidak ada fraktur atau patah tulang. Tendangan kuda tadi hanya mencederai ototku. Tapi Dokter menyarankan kakiku harus tetap di-gips dan mengistirahatkannya. Belum boleh digunakan atau menopang beban yang terlalu berat terlebih dahulu pada kaki kiriku yang cedera itu.

"Masih sakit gak, Mbak?" Tanya Gio saat kami berdua menunggu Kris menyelesaikan administrasi.

"Gak terlalu. Udah lumayan enak dibanding tadi," Aku menjawab pelan sambil memandangi kakiku yang sudah dipasang gips. "Kayak kata dokter tadi, gue masih shock banget aja akibat tendang itu,"

"Gimana sih kejadiannya?" Gio mulai menginterogasi.

Aku menghela nafas. "Gue juga gak begitu tahu gimana kronologinya. Kejadiannya bener - bener cepet. Gue cuma ngerasa dua kali pukulan di kaki gue. Terus setelah itu gue langsung ngerasain sakit luar biasa,"

Gio mengernyitkan dahi sambil melipat tangannya di depan dada. "Kenapa Bang Kris ngelepas lo sendirian sih?"

Aku sontak menoleh pada adikku itu. "Hey, it's not his fault," Kucubit lengan Gio dengan gemas.

Enak aja Gio nyalahin Kris. Kris malah yang terlihat paling panik dan cemas setelah insiden tadi terjadi padaku.

Kris datang menghampiri kami setelah menyelesaikan urusan administrasi. Mark berjalan di belakangnya sambil mendorong kursi roda. Kris sendiri membawa dua tongkat kruk di tangannya.

"Langsung duduk sini aja," Kris bertitah padaku seraya menunjuk kursi roda yang dibawa Mark.

"Ini bukan buat aku pake terus kan kursi rodanya?" Tanyaku curiga. Mengingat sifat Kris yang kadang over-protektifan membuatku jadi was - was kalau selama masa penyembuhan, aku disuruhnya pakai kursi roda.

"Buat dipake terus dong, sayang. Emang kamu mau digendong? Kalo aku sih gak keberatan. Gak tau kalo Gio," Jawab Kris dengan lempeng.

Mataku sontak terbelalak. Tuh kan!

"Ya ampun! Aku gak perlu pake kursi roda deh," Tolakku mentah - mentah.

Kris tampak menghembuskan nafasnya perlahan. Ia lalu berjongkok di depanku. "Kan tadi kamu denger sendiri dokter tadi bilang apa. Kaki kamu harus istirahat dulu. Jangan terlalu diforsir sampe gipsnya dibuka,"

"Tapi gak mau pake kursi roda juga kali. Nanti dikira orang cederanya parah banget," Aku bernegosiasi.

Kris mendengus. "Masih aja mikirin orang lain. Ini buat bantu kamu jalan selama masa penyembuhan lho,"

"Tapi gak mau pake kursi roda," Aku masih keukeh menolak.

Kris menghela nafas. "Ya udah pake tongkatnya aja ya," Ia mengalah dan menyodorkan tongkat yang dibawanya padaku.

GEORGINANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ