Chapter 38 - Exposed

2.3K 205 5
                                    

"Kenapa sih gak pesen room service aja, Mbak?" Pagi - pagi Krystal sudah mengomeliku karena bersikeras sarapan turun ke restoran langsung ketimbang memesan dari room service.

"Maaf ya jadi ngerepotin,"

Krystal berdecak. "Gue sih gak masalah direpotin. Cuma gue kasian sama Mbak Nana mesti repot jalan pake tongkat gitu turun ke restoran buat sarapan. Padahal ada cara yang lebih mudah," Krystal masih ngomel sambil mensejajari langkahku yang lambat karena memakai tongkat.

"Kalau ada yang susah, kenapa pilih yang mudah," Candaku yang langsung dapat delikan tajam dari Krystal.

Bukannya sengaja ingin selalu merepotkan Krystal, tapi aku bosan tinggal di kamar. Hari ini kami sudah kembali ke Jakarta. Siang nanti check out dari resort. Lagipula sudah cukup banyak waktu yang kuhabiskan di kamar. Semalam aku hanya ikut barbeque-an selama satu jam. Kris tidak ingin aku berlama - lama keluar malam. Dia cepat memulangkanku ke kamar supaya bisa banyak istirahat. Makanya sekarang aku mau menghabiskan waktuku disini semaksimal mungkin.

"Morning girls," Suara Reno terdengar menyapa saat aku dan Krystal sedang menunggu lift.

"Morning," Aku dan Krystal balik menyapa.

"Mau turun sarapan juga?" Aku dan Krystal kompak mengangguk. "Kok gak minta anter ke kamar aja, Na?" Tanya Reno lagi.

"Bosen di kamar mulu. Lagian gak mau ngerepotin staff resortnya,"

Krystal mencibir. "Gak mau ngerepotin orang, tapi malah ngerepotin diri sendiri,"

Reno hanya tertawa mendengar cibiran Krystal untukku barusan. Lift akhirnya datang dalam kondisi kosong. Reno masuk duluan untuk menekan tombol panel lift supaya tidak cept tertutup, sedangkan Krystal membantuku berjalan. Tepat sebelum pintu lift tertutup, Krystal tiba - tiba baru teringat ponselnya tertinggal di kamar. Alhasil Krystal memutuskan kembali ke kamar, meninggalkan aku dan Reno untuk turun duluan.

"Lucu juga ngeliat lo jalan lelet kayak siput gini, Na. Biasanya lo kan yang paling sat set sat set cepet,"

"Yah namanya juga kena musibah, Ren. Jadi mesti dibiasain buat beberapa waktu ke depan jalan kayak gini,"

Aku dan Reno sudah sampai di lantai dimana restoran berada. Saat melewati lobby, mataku menangkap sosok Kris sedang berjalan sambil berkacak pinggang. Sandi - Sang PA, membuntutinya dari belakang dengan ekspresi serius. Mereka berjalan menuju area outdoor lounge yang letaknya berlawanan dengan restoran. Aku menatap keduanya dengan penasaran.

Reno mengikuti arah pandangku. "Mau nyapa Kris dulu?"

"Pengen ngajak sarapan bareng sih,"

Aku mengamati gerak - gerik kekasihku itu dari jauh. Dari dinding kaca, Kris tampak mengeluarkan sebatang rokok dari saku celananya.

"Tapi gak jadi deh. Dia mau nyebat," Aku langsung mengurungkan niat dan berbalik arah ke restoran.

Aku sangat benci asap rokok. Jadi kalau Kris mau nyebat, aku antisipasi tidak mau berdekatan dengannya untuk sementara waktu. Kris tahu ketidaksukaanku itu. Makanya dia juga tahu diri dengan menjauhiku kalau mau mulai mengepulkan asap rokok.

"Yakin gak jadi?" Reno mengedikkan kepalanya ke arah Kris.

Aku jadi ikut menoleh. Kris dan Sandi tampak sedang berbincang dengan ekspresi serius. Tanpa peringatan, Reno tiba - tiba menarikku untuk lebih mendekat ke arah outdoor lounge tersebut. Sambil mengernyitkan dahi kebingungan akan perilaku Reno yang aneh, aku menurut saja.

Ketika sudah dekat, barulah aku dapat melihat ada sosok lain disana. Ada Stefany, Tessa dan Sarah yang sebelumnya tidak terlihat oleh pandangan kami. Tertutup vas tanaman hias. Ketiganya duduk berdampingan di sebuah sofa dengan postur yang terlihat tegang.

GEORGINAWhere stories live. Discover now